Minggu, 26 September 2010

Art-Living Sos 2010 (A-9 Tukang Sayur

Dear Allz...

Halllllooooowwww....pakabar semua teman dan sahabatku ? Bagaimana pegel-pegel selama liburan lebaran ? Sudah sembuh dan sudah pulih kembali ? hehe...Semoga semua sudah kembali normal, ya....

Biasa nih kita...sindrom tahunan. Lebaran seperti geger-gegeran...Ketika asisten dapur kita mudik, ketika suster penjaga balita kita pulang kampung, ketika driver yang mengantarkan kita ke segala penjuru kota ijin cuti...maka hidup kita seperti berantakan sejenak...Kita seperti kehilangan kemandirian...Kita seperti gamang dan kehilangan kenyamanan...hiks hiks..

Ada teman dan sahabat yang melarikan diri dengan berlibur juga, ke luar kota atau ke luar negeri...dengan harapan mereka tidak perlu melihat situasi berantakan di rumahnya, sekalian refreshing. Tapi ada juga yang bertahan di dalam Benteng Takeshi-nya...yang sekarang seperti penuh dengan jebakan Batman...heh heh...Rumah yang tadinya nyaman dan indah, sekarang mendadak kembali seperti belantara tak dikenal. Dan sering juga berubah menjadi seperti kapal pecah....

Itulah seninya hidup...Itulah seninya memiliki rumah dan keluarga...Ada masa indah dan hijau royo-royo...ada masa gersang dan pancaroba. Dan pada saat itulah kita bisa merenung, betapa sebuah pekerjaan yang semula kita anggap enteng dan anggap biasa, tetapi ketika kita jarang melakukannya, maka akan menjadi berat tidak terkira. Pekerjaan asisten dapur, pekerjaan yang hanya melakukan tugas-tugas domestik tanpa career plan seperti di organisasi perusahaan, pekerjaan mencuci piring dan memberi makan kucing, pekerjaan membereskan mainan dan pakaian anak-anak...ternyata menyita waktu dan energi kita....hhhggghhh....

Itu belum seberapa. Ketika stok logistik di rumah sudah menipis dan kita tidak punya waktu ke luar rumah untuk berbelanja, maka kita pun direpotkan lagi dengan situasi lain. Seperti pengungsi yang kelaparan, kita terpaksa menyantap makanan yang itu-itu lagi, tanpa variasi : telur goreng, goreng telur, orak-arik, ceplok, nasi goreng , mie instan, bubur instant dan sejenisnya.

Pada saat itulah kita akan sangat beruntung dengan adanya tukang sayur keliling...yang bagaikan dewa penyelamat datang membawa bahan pangan untuk memenuhi stok logistik kita. Dengan demikian, para pasukan dari Benteng Takeshi yang sudah hiruk-pikuk, kucing, kelinci, ayam , anak-anak dan suami yang mendadak selalu kelaparan...akan terselamatkan... hhhuuuhhhh...legaaaaa....

Nah...mumpung masih di suasana bulan Syawal dan masih beraroma hari raya...saya mau cerita sedikit tentang Si Tukang Sayur...Mau, yaaaa.....

Semoga cerita akhir minggu ini ada manfaatnya....

Salam hangat,

Ietje S. Guntur

♥♥♥

Art-Living Sos 2010 (A-9
Start : 20/09/2010 9:43:16
Finish : 20/09/2010 11:57:53


TUKANG SAYUR


Lebaran baru saja usai. Sisa-sisa pesta hari raya sudah dibersihkan, termasuk sisa-sisa bahan baku di kulkas, sudah hampir habis. Maklum, stok seminggu yang biasanya awet, sekarang sudah licin tandas. Semua bahan dan sayuran sudah dimasak untuk sehari-hari, dan sisanya berbagi dengan kelinci peliharaan...hehehe...

Saya sedang memutar otak, untuk persiapan masakan berikutnya. Sebetulnya sih bahan keringan masih ada, tapi tanpa tambahan sayuran, rasanya kurang enak. Apalagi selama hampir seminggu lebaran, nyaris semua hidangan adalah masakan tinggi lemak. Bayangkan saja, opor ayam, rendang daging, semur lidah, keripik paru, sambel goreng ati...hhhgghh...itu belum termasuk soto daging dan mie baso...halaaaah...

Jadi kangen dengan hidangan sayuran...sayur asem, sayur bening, pecel, lalab-lalaban...ooooh... seandainya saja ada stok sayuran...

Baru saja saya melongok-longokkan kepala ke dalam rak-rak di kulkas, tiba-tiba terdengar deru sepeda motor yang diiringi dengan teriakan nyaring ,” Yuuuuuurrrrr....sayoooouuur....”...dan suara klakson motor yang khas...” teeett...teeett...preeettt.....teett...Halaaaah...itu kan si Mang Asep, tukang sayung langganan di kompleks...

Saya bergegas meninggalkan kulkas yang kosong melompong. Lalu lari ke pintu depan.

“ Maaaaaaannnggg....nanti ke sini, yaaaaaa....!!!!” seru saya, tak kalah heboh dengan teriakan si Mang Sayur...yang ternyata bukan mang Asep...



Setelah parkir di rumah tetangga, yang ternyata juga memborong banyak sekali, Mang Ade yang menggantikan Mang Asep mampir ke rumah saya. Saya lihat, dagangannya belum lengkap, seperti biasanya .

“ Belum banyak yang dagang di pasar, Bu. Jadi sedapatnya dulu deh. Yang penting ibu-ibu di kompleks bisa belanja buat dapur dulu,” kilah Mang Ade.

“ Iya, Mang...saya juga lihat di supermarket belum banyak sayuran. Eeeh, ada tauge ?”

“ Toge ada, Bu...masih segar. Tadi baru datang dari bandarnya. Kemaren-maren mah belum ada, makanya saya belum berani ngider di sini.”

“ Memang biasanya Mang Ade dimana ?” tanya saya , sambil tangan terus memilih-milih sayuran. Ada daun singkong, kangkung, genjer, kacang panjang, wortel...ahaaa...lengkap banget.

“ Biasa mah di kompleks sebelah, bu...sebelah sana. Udah ada langganan juga. Ini lagi gantiin Mang Asep, biar pelanggannnya gak kecewa. Eeeh, ibu mau tempenya berapa ? Mau tahu juga, Bu ? Ini ada kiriman dari Bandung....lumayan enak juga, walaupun bukan yang biasa.”

“ Oh...gitu, ya Mang. Terus Mang Ade gak pulang kampung ? Hmm...saya mau tempe dan tahunya juga. Kerupuk kampung satu bungkus ya, Mang.”

“ Gantian sama Mang Asep, Bu. Biar sama-sama bisa mudik, dan sama-sama bisa meladeni pelanggan. Waaah, kalau seminggu gak ada yang jualan, kita bisa diprotes sama ibu-ibu sini atuh...hehehe...”

“ Hehehe...betul...saya juga nih...untung aja Mang Ade datang, jadi saya dan kelinci di rumah bisa pesta sayuran hari ini...”

“ Hahaha...ibu bisa aja, kelinci disamakan sama orang...”

Kami pun tertawa tergelak-gelak di pagi yang cerah ceria itu. Saya senang, karena stok sayuran cukup tersedia. Kelinci saya juga senang, karena ada tambahan sayuran disamping pelet biasa. Mang Ade, tukang sayur keliling itu juga senang karena sepagi itu sudah laris manis dagangannya di kompleks perumahan saya...hmm....



Sepeninggal Mang Ade, saya membereskan sayuran.

Hmmm...memang sangat beruntung, tinggal di kompleks perumahan yang segalanya mudah dan gampang. Dari mulai pedagang sayuran, pedagang buah-buahan, tukang jual gas keliling, sampai segala jenis jajanan, roti, es krim, es podeng, mie ayam dan penjual kasur juga beredar di sini....hihi... Tapi dari semuanya, yang paling unik adalah tukang sayur seperti Mang Asep dan Mang Ade.

Tukang sayur....eh, kenapa sebutannya tukang sayur, ya ? Ini istilah yang agak salah kaprah sebetulnya. Tukang, konotasinya seharusnya adalah orang yang memiliki keahlian tertentu dalam bidang pertukangan. Tapi belakangan, kesalah-kaprahan ini malah menjadi sebutan yang enak diucapkan. Pokoknya semua aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan di luar perkantoran sering disebut sebagai tukang. Selain tukang sayur, kita juga menyebut tukang roti, tukang perabot, tukang jahit...dan yang paling konyol...tukang copet...hahahaha...

Sssttt....jangan terlalu jauh. Kita kembali ke tukang sayur dulu.

Tukang sayur di kompleks perumahan saya ada beberapa orang, dan mereka punya jam operasional yang agak berbeda. Mang Asep, tukang sayur langganan kami termasuk yang paling rajin dan paling lengkap dagangannya. Selain itu kualitas dagangannya juga paling baik, dan harganya sangat kompetitif. Dia pun bisa menerima pesanan khusus, misalnya sayuran yang tidak umum, atau daging dan ikan tertentu yang tidak biasa. Kadang-kadang saya juga memesan ikan pindang atau udang yang ukurannya lebih besar dari rata-rata yang tersedia. Atau, untuk sayuran, saya memesan daun pakis dan genjer yang jarang ada bila tidak sedang musimnya.

Selain Mang Asep, ada lagi beberapa orang yang lain. Tetapi mereka datang lebih siang, karena awalnya berjualan untuk langgangannya di kompleks RT lain. Tidak heran, bila tiba di kompleks saya, dagangannya sudah tidak lengkap lagi. Ada untungnya juga. Kalau saya kebetulan lupa membeli sesuatu, masih bisa ditanggulangi oleh tukang sayur yang berikutnya.

Dagangannya sendiri, selain sayuran standar, seperti yang ada di pasar, sesekali mereka juga membawa titipan dari kampung halamannya. Jadi tidak heran, kalau suatu saat ada rengginang, tape ketan yang dibungkus daun jambu, opak singkong dan penganan lain yang jarang-jarang ada di toko atau di warung.

Bukan hanya itu. Kadang-kadang mereka pun merangkap sebagai komunikator tenaga kerja...hmm...Ini yang unik. Seusai lebaran seperti sekarang, banyak orang-orang dari desa yang ingin bekerja di kota. Dan sering juga mereka menitip melalui para tukang sayur ini. Saya sendiri pun pernah mencoba mengambil tenaga pembantu rumahtangga untuk asisten di rumah melalui jasa Mang Asep . Sayangnya, karena mereka belum berpengalaman sama sekali, jadinya tidak bertahan lama.



Cerita tukang sayur, tidak hanya di kompleks perumahan saya saja.

Saya jadi ingat, dulu ibu saya punya langganan tukang sayur di Medan yang melayani kebutuhan kami selama bertahun-tahun. Kami memanggilnya Bibi Sayur ( sampai hari ini saya tidak tahu nama aslinya...hikkks...). Bahkan, ketika bebek-bebek peliharaan ibu saya bertelur banyak sekali, kami juga menitipkan kepada tukang sayur itu untuk dijualkan kembali kepada pembeli yang lain. Jadi kami tidak usah berkeliling, tinggal diam di rumah, dan sirkulasi perdagangan pun menjadi lancar...hehe...

Salah satu tukang sayur langganan kami, malah merangkap menjadi tukang pijet yang enak mantap pijetannya. Biasanya kalau ibu saya sedang ada pesanan makanan khusus yang agak banyak ( ibu saya yang kreatif itu adalah ahli masak yang sering menerima pesanan makanan) , kami juga meminta jasa Bibi Sayur dan teman-temannya untuk membantu di rumah. Setelahnya, dia masih meluangkan waktu untuk memijat ibu saya ( dan belakangan saya juga ikut-ikutan...hahahaha...) yang pegal di sekujur kaki dan badan.

Oya...masih ada lagi. Ketika ayah saya bertugas di kota Padang Sidempuan, di tengah-tengah Bukit Barisan, tukang sayur langganan kami biasanya langsung masuk ke dapur. Kami memanggilnya Mak Sayur, karena dia menyebut dirinya demikian. Bahan jualannya tidak banyak dan tidak lengkap seperti pedagang sayur keliling, tetapi semuanya segar dan langsung dari ladangnya. Kami bisa menikmati sayur daun singkong, kacang panjang, timun yang masih baru dipetik dan aromanya segar. Kami juga bisa memesan ikan mas atau ikan gabus yang diambil dari kolam atau sungai kecil di dekat rumah si Emak Sayur.

Saya punya pengalaman luar biasa . Ketika liburan, saya pernah ikut bermalam di rumah Mak Sayur di tengah sawah dan ladang. Pada malam hari, kami membakar jagung dan singkong untuk teman makan malam. Dan pada waktu menjelang tidur saya dihibur oleh suara berbagai jenis hewan malam yang bernyanyi-nyanyi serta suara angin yang dingin, yang bertiup melalui kisi-kisi dinding rumahnya. Di pagi hari, saya diajak ikut memetik sayuran, dan ke sungai untuk mengambil ikan yang terjerat di dalam bubu. Sungguh sebuah pengalaman tak terlupakan bersama tukang sayur, yang sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri.



Menyimak aktivitas tukang sayur dan kiprahnya di kompleks perumahan, saya jadi merenung.

Mereka adalah orang-orang hebat yang berjiwa entrepreneur. Mereka adalah orang yang tangguh dan tidak cengeng. Selain berdagang sayuran dan kebutuhan dapur lainnya, mereka pun dapat menjadi penjalin silturahmi antar ibu-ibu kompleks, untuk saling bertukar resep masakan, atau sekedar bertukar cerita.

Mungkin di berbagai tempat di dunia, tukang sayur di Indonesia termasuk yang paling unik. Mereka tak hanya berjualan sayuran, tapi juga menjadi agen tenaga kerja. Menyalurkan saudara-saudara dan kenalannya, agar dapat memperoleh kesempatan juga di tempat lain.

Kita beruntung, ada kemudahan fasilitas dari para tukang sayur. Tak hanya itu tali silaturahmi pun dapat terjalin dengan indah dan penuh keakraban berkat kehadiran mereka.

Seandainya saja kita mau belajar dan berbagi pengalaman dengan mereka, barangkali kita tak hanya mendapatkan sayuran dan bahan pangan pengisi kulkas. Tapi kita pun mendapatkan cemilan dan pangan untuk hati dan pikiran kita...agar kita bisa berpikir lebih dalam , bergaul dengan lebih empati, dan membuka mata lebih luas saat memandang dunia ini...

Semoga saja...kita bisa dan mau belajar dari mana saja...

♥♥

Jakarta, 20 September 2010
Salam hangat,


Ietje S. Guntur

Special note :
Terima kasih untuk Mang Asep, mang Ade, Bibi Sayur, Mak Sayur dan semua corps tukang sayur di mana pun berada...kalian adalah mitra dan saudara ....terima kasih atas semangat entrepreneur yang telah ditularkan...Terima kasih juga buat sahabatku Teddi yang menceploskan ide ini di suatu pagi hari raya...Dan buat Nonce yang ada di Negeri Muka Pucat, bagaimana rasanya hidup tanpa tukang sayur ?

♥♥♥

Tidak ada komentar: