Minggu, 23 Agustus 2009

Art-Living Sos 2009 (A-8 Berkibar Selamanya...

Dear Allz...

Selamat pagiiiiiiii....semangaaaaattt pagiiiiiiii.....Semoga semua teman dan sahabat saya dalam keadaan sehat dan segar seperti embun pagi, yaaa....hehehe...

Ya, iyalah...walaupun dalam keadaan bagaimana, ada yang harus selalu kita jaga dan pelihara...yaitu semangat. Tanpa semangat yang menyala, sekecil apa pun, kita akan malas berbuat apa-apa. Malas melek, malas bergerak, malas berpikir...dan banyak malas-malas lainnya...Bahkan untuk malas mandi sekalipun, kita perlu semangat...hihi...

Menjaga semangat....ibarat memelihara sebuah pohon di dalam diri kita. Yang harus kita sirami, harus kita rawat, beri pupuk, potong daun-daun yang kering, dijaga dari gangguan hewan-hewan yang merusak, dan membersihkannya dari sampah yang kemungkinan mengganggu pertumbuhan tanaman. Harus ada konsistensi...harus ada kesinambungan.. tanpa kenal lelah...

Menjaga semangat...sama juga dengan menjaga martabat...menjaga kehormatan. Kehormatan diri, kehormatan keluarga, kehormatan bangsa, kehormatan negara... hmm...ho ho..Dan salah satunya adalah dengan menjaga lambang-lambang kehormatan negara seperti bendera.

Lho...kok bendera ?

Haaaa....itu dia ! Saya mau berbagi di sini...Mau khaaaan ? Mumpung menjelang peringatan hari kemerdekaan...mumpung semangat sedang meluap-luap....

Sudah siaaaaappp...??? Semoga berkenan...Semoga mendapat renungan dan manfaat.


Salam hangat,

Ietje S. Guntur



Art-Living Sos 2009 (A-8.2
14/08/2009 22:12:08
14/08/2009 23:06:46


BERKIBAR SELAMANYA...

Berkibarlah benderaku
Lambang suci gagah perwira
Di seluruh pantai Indonesia
Kau tetap pujaan bangsa
Siapa berani menurunkan engkau
Serentak rakyatmu membela
Sang Merah Putih yang perwira
Berkibarlah selama-lamanya...

(Oleh : Ibu Sud)



Pagi-pagi. Saya baru berangkat ke kantor. 

Di sepanjang perjalanan , dari mulai kompleks perumahan tempat tinggal saya sampai di jalan-jalan protokol menuju kota, saya melihat banyak sekali bendera berbagai ukuran. Diikat di antara pohon-pohon, atau ditegakkan berdiri bersama tiang berwarna merah atau putih, atau gabungan selang-seling merah putih. Bendera itu sebagian besar berwarna merah putih, tetapi ada juga berbentuk setengah lingkaran dengan biku-biku yang berwarna-warni cerah.

Saya jadi diingatkan. Sebentar lagi tanggal tujuh belas Agustus. Hari peringatan kemerdekaan Republik Indonesia. Sudah biasa, seperti tradisi tahun-tahun lalu, selalu dimeriahkan dengan bendera-bendera yang berkibar dengan riang ditiup angin hangat musim kemarau.

Ingat lagi...bendera di rumah sudah dua tahun belum diganti... huehehehe...padahal sepanjang dua tahun yang lalu, sudah beberapa kali bendera mungil itu dipajang untuk memperingati beberapa hari besar. Barangkali sudah waktunya bendera merah putih saya diperbarui. Biar lebih bersemangat gituuu...

Iya...semangat bendera baru kan perlu juga setahun sekali. Bendera merah putih, yang dipasang ditiang, tampak gagah berani ditiup angin kian kemari.



Ngomong-ngomong soal bendera, saya pernah bertanya-tanya : kenapa untuk memperingati hari kemerdekaan mesti pakai bendera ?

Saya jadi ingat kisah-kisah epos jaman lalu. Setiap kerajaan memiliki lambang-lambang kehormtan dan panji-panji kebesaran, sebagai identitas negara dan identitas pasukan, termasuk di dalamnya adalah bendera. 

Di dalam film-film yang pernah saya tonton, selalu terlihat bahwa pasukan pembawa bendera adalah pasukan pilihan. Mereka ditempatkan di depan barisan, dan dijaga ketat oleh pasukan khusus lainnya. Pembawa bendera tidak ikut bertempur, tetapi kalau benderanya akan direbut musuh atau lawan, maka ia wajib mempertahankan diri dan bendera yang dijaganya. Tidak jarang, ia harus mati berkalang tanah demi mempertahankan kehormatan bendera pasukannya. Bendera memang bukan sekedar sehelai kain, tetapi bendera adalah sebuah kehormatan dan kedaulatan !

Tidak berhenti hingga di jaman lalu atau pun di film-film kuno, bendera sebagai identitas negara pun menjadi wajib adanya. Tidak ada negara berdaulat yang tidak punya bendera. Ya, misalnya ada negara yang nyeleneh, tidak mau pakai bendera, ya terserah mereka. Tapi akan aneh jadinya, kalau di dalam sebuah sidang atau pertemuan internasional, ada satu negara yang tidak punya bendera...hehehehe.... Bahkan negara-negara sangat kecil, yang berupa kerajaan terlindungi atau protektorat juga memiliki bendera. Apalagi negara sebesar negara kita. Wajib memiliki bendera sebagai identitas negara !



Melihat pentingnya bendera sebagai identitas sebuah kesatuan, institusi, lembaga atau negara, maka sudah sepatutnya bahwa bendera juga memiliki filosofi tertentu.

Ada sebuah negara besar, selama kurun waktu tertentu mengalami perubahan karena adanya perkembangan negaranya. Semula ia hanya memiliki beberapa buah bintang di dalam benderanya, sesuai dengan jumlah negara bagian yang ada di sana, tetapi dalam beberapa ratus tahun jumlah bintang di dalam benderanya bertambah lagi. Filosofi yang terkandung di dalam benderanya juga sesuai dengan motto negara tersebut.

Lain padang lain belalangnya. Lain negara orang, lain pula negara kita . Sebagaimana kita ketahui, warna bendera kita adalah merah putih. Dan warna itu menunjukkan filosofi bahwa merah tanda berani, dan putih tanda suci. Tidak sekedar berani, petantang petenteng, menantang setiap orang yang lewat di depan hidung, tetapi berani di dalam filosofi bendera kita adalah berani yang memiliki integritas.

Demikian pula warna putih, yang dilambangkan sebagai kesucian. Suci, tak sekedar mandi dua kali sehari, tetapi lebih jauh adalah kesucian hati, kejujuran dan lurus dalam bersikap serta bertingkah laku. Sungguh luar biasa, bahwa filosofi merah-putih itu adalah sebuah keberanian, integritas yang dilandasi sikap dan perilaku yang jujur dan lurus dalam bertindak.

Merah putih itu adalah identitas kita. Identitas negara kita. Identitas bangsa kita. Tapi apakah kita sadar dengan identitas merah putih itu ?



Selama ini kita begitu heboh dengan perayaan dan peringatan hari kemerdekaan yang diselenggarakan setiap tahun. Tak hanya dimeriahkan dengan segala macam lomba dan pertunjukan, tetapi juga selalu diramaikan dengan kibaran bendera di mana-mana. Seperti di kompleks perumahan saya, dan di banyak tempat lain di seluruh pelosok Nusantara . Warna merah putih selalu menjadi hiasan yang semarak . 

Tak hanya itu. Karnaval tujuh belasan, parade baris berbaris, upacara kenegaraan dari tingkat kelurahan hingga tingkat istana negara selalu mempergunakan bendera merah putih, untuk menandakan perayaan hari kemerdekaan. Bahkan mobil, motor, bajaj dan delman pun tidak mau ketinggalan, memasang bendera kecil di tiang depan atau di dekat kaca spion, agar semangat merah putih itu menular kemana-mana.

Tapi benarkah semangat merah putih itu menyerap masuk ke dalam darah dan tulang kita ?

Seperti dilantunkan dengan penuh semangat oleh penyanyi Gombloh dengan lagu Gebyar-Gebyar “...Indonesia... Merah darahku, putih tulangku bersatu dalam semangatku....”

Maksudnya tentu tak sekedar menyatakan bahwa darah itu merah, dan tulang itu putih. Tetapi lebih jauh lagi adakah semangat merah, keberanian dan integritas, serta kesucian dan kejujuran itu sudah menjadi semangat kita . Sudah menjadi bagian dari perilaku kita sehari-hari .



Kembali kepada urusan bendera, yang merah putih dan menjadi identitas negara Republik Indonesia tercinta ini.

Seandainya saja, ada yang berani menurunkan bendera merah putih, entah dengan cara merebut atau dengan cara kompetisi, apakah kita mau membelanya ? Apakah kita masih memiliki semangat untuk tetap menjaga agar bendera merah putih berkibar selama-lamanya ?

Saya yakin...dengan integritas Merah darahku...Putih tulangku...kita tentu tidak ingin dipandang sebelah mata oleh negara tetangga, yang jauh apa lagi yang dekat. Tapi kita tentunya tidak boleh sekedar nekad, petantang petenteng membawa golok untuk mempertahankan Sang Merah Putih. Ada cara lebih elegan, ada cara yang lebih efisien dan efektif...sehingga kita diakui secara internasional, sebagai negara dan bangsa berdaulat serta bermartabat yang patut diandalkan di tengah arus globalisasi dunia.

Semoga saja...kita, saya, menjadi bagian dari rakyat yang senantiasa dapat menjaga kehormatan negara dan bangsa ini, walaupun hanya dari benderanya....Dan seyogyanya kita dapat mempertahankan bendera ini, menjadi sikap dan jati diri, tidak hanya pada saat tujuh belasan...tetapi sepanjang hari...sepanjang tahun...selama hayat dikandung badan...

Hmmm...saya teringat potongan lagu yang disusun dengan indahnya oleh Ibu Sud....” Siapa berani menurunkan engkau, serentak rakyatmu membela...Sang Merah Putih yang perwira...Berkibarlah selama-lamanya...”

Berkibarlah....di dalam hati kita juga....




Jakarta, 14 Agustus 2009

Salam semerah darahku, dan seputih tulangku....



Ietje S. Guntur

Special note :
Thanks untuk sahabatku Farida (Butet) Manurung...yang menginspirasi tulisan ini...Juga terima kasih sepanjang masa untuk Ibu Sud, yang sudah mengobarkan semangat dengan lagu yang luar biasa ini...

Art-Living Sos 2009 (A-8 PERCIK KEMERDEKAAN

Dear Allz...

Met pagiiiii....siaaaaangg...soreeeee.....hehehe....selamat apa sajalah...yang penting kita sehat dan selamat...sehingga kita bisa menikmati hari-hari kita. Bisa menikmati hidup kita dengan penuh rasa syukur...Itu yang paling penting...

Bersyukur...bahwa kita masih mampu bersyukur...hehe...karena tidak semua orang mampu untuk melakukan hal kecil itu, bersyukur...

Salah satu bentuk rasa syukur kita adalah menikmati kemerdekaan kita. Karena, seperti bersyukur...tidak semua orang juga menyadari kemerdekaannya, apalagi menyukurinya...

Baiklah teman dan sahabat semua...menjelang peringatan detik-detik proklamasi negara Republik Indonesia yang ke 64 nanti...saya ingin berbagi renungan dengan teman dan sahabat semua.

Selamat merayakan hari Kemerdekaan....Semoga rasa syukur kita menjadi percik semangat untuk terus melanjutkan perjalanan....

Salam hangat,

Ietje S. Guntur


Art-Living Sos 2009 (A-8
Start : 14/08/2009 8:56:27
Finish : 14/08/2009 9:30:46


PERCIK KEMERDEKAAN....

Beberapa saat lagi kita merayakan hari kemenangan. Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Hari peringatan...yang setiap tahun kita rayakan. Dengan suka cita. Dengan bendera berkibar dimana-mana. Dengan lomba-lomba...makan kerupuk, lomba balap karung, lomba panjat pinang, lomba baca puisi, panggung nyanyi antar RT...Dengan sedikit pidato-pidato di kecamatan atau intansi. Dengan sedikit renungan.... hmmm...

Renungan...berapa banyak kita merenung tentang kemerdekaan ?

Sebetulnya apa arti kemerdekaan ? Apa beda merdeka dengan kemerdekaan ?



Berhari-hari...berminggu-minggu...bahkan mungkin berbulan dan bertahun. Pertanyaan itu selalu menggelitik saya. Ketika saya ikut karnaval dengan baju daerah, ketika saya ikut barisan pawai keliling kota, ketika saya berkesempatan menjadi anggota Paskibra Propinsi, ketika saya dengan langkah gagah dan kaki lecet menjadi mayoret memimpin barisan drumband pramuka di jaman SMA...bahkan ketika saya dengan semangat melompat-lompat menuju garis finish di dalam perlombaan balap karung.

Sudah merdekakah saya, sehingga begitu semangat melompat ke sana kemari ? Begitu heboh menyanyikan deretan lagu kebangsaan dalam aubade parade lagu-lagu nasional? Begitu terharu ketika dibacakan naskah proklamasi pada saat upacara. Dan lupa begitu saja, ketika upacara bubar, lalu saya pulang ke rumah dengan bercucur keringat ?

Hmmm....saya jadi ingat kalimat pembuka Undang-undang Dasar 45, yang sudah dihafal mati dari jaman SD ..” Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa...”.

Kemerdekaan adalah hak.

Yang menjadi pertanyaan : Hak siapa, dan bangsa yang mana ?

Kemerdekaan, secara harfiah adalah kata sifat. Orang yang memahami kemerdekaan belum tentu merdeka, atau merasa merdeka. Merdeka adalah bagian dari kemerdekaan. Merdeka berarti bebas. Lepas. Baik secara pemikiran, perasaan maupun perbuatan.

Nah, gimana kita mau ngomong merdeka, kalau pikiran dan perasaan kita sendiri terkurung dalam tembok sempit. Yang hanya sebesar kotak. Yang hanya selebar meja, atau telapak tangan. Yang menjadikan kita tidak mau berpikir luas, melebar, ke luar dari kotak pikir kita yang sempit dan pengap.

Kalau kita menuntut kemerdekaan, maka lakukan dulu hal-hal yang berkaitan dengan MERDEKA dari hal yang paling kecil. Me-merdeka-kan pikiran. Me-merdeka-kan perasaan. Baru kemudian, kita ambil langkah me-merdeka-kan perbuatan.

Kemerdekaan itu memang hak segala bangsa. Tanpa dituntut pun, kemerdekaan ada di dalam genggaman kita. Di dalam hati kita. Di dalam pikiran kita. Karena sesungguhnya kemerdekaan itu ada di dalam diri kita.

Tapi sekarang MERDEKA dulu.



Bagaimana kita memulai diri dengan MERDEKA ?

Orang yang merdeka, adalah orang yang mengetahui siapa dirinya. Kalau orang pintar bilang, orang yang tahu jati dirinya. Apakah kita, saya, sudah punya jati diri ? 

Jati diri. Sebagai diri sendiri. Sebagai seseorang yang tahu kemampuan dan hak yang dimiliki. Paling tidak, tahu bahwa ada ruang berpikir yang luas. Yang tidak ada sekat-sekatnya. Dimana kita bisa menari dan melejit hingga ke langit paling tinggi, atau berenang dan menyelam hingga dasar lautan paling dalam .

Tetapi kita, seringkali takut terhadap diri kita sendiri. Kita takut dengan pemikiran kita. Kita takut mengakui pemikiran kita sendiri. Kita takut dengan perasaan dan imajinasi kita. Kita takut bertanya, apakah ini saya ?

Lalu...karena kita takut terhadap diri sendiri, kita menyerahkan hidup kita pada orang lain. Kita menyerahkan pemikiran kita pada orang lain. Dan kita menyimpan perasaan kita di dalam sumur tanpa dasar, agar tidak seorang pun, bahkan diri kita sendiri tidak mau menyadari bahwa perasaan itu ada.

Kita menyerahkan hidup kita pada orang lain. Dan menjajahkan diri kita kepada kekuatan orang lain. Kita yang menyerahkan. Bukan orang lain yang mengambil !

Kita hidup untuk orang lain. Dan menuntut orang lain memberikan kemerdekaan itu kepada kita. Dan ketika kemerdekaan itu diberikan, kita bertanya-tanya pada diri sendiri : Inikah kemerdekaan itu ? Kita ingin, padahal kita takut, ketika kemerdekaan itu datang, dan kita tidak mampu untuk MERDEKA.

Lebih enak memberikan kemerdekaan kepada orang lain. Agar orang lain mengatur kita. Agar kita tidak usah bertanggungjawab terhadap diri kita sendiri. Agar kita bisa menyalahkan orang lain. Agar kita bisa menuding mereka, ketika kemerdekaan itu tidak sesuai dengan kemauan kita. Kita hanya punya mau, tapi tidak punya mampu. Tidak mampu untuk mau bertanggungjawab !



Saya terhenyak !

Kemerdekaan adalah sebuah tanggungjawab. Bukan sekedar melepaskan diri dari mulut harimau untuk masuk ke mulut buaya.

Mampukah kita, untuk menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya sudah kita miliki. Mampukah kita menggenggam dan mewujudkan kemerdekaan itu dengan penuh dedikasi dan tanggungjawab.

Kemerdekaan bukan sebuah keliaran ! Bukan sekedar asal ngomong dan asal mencuap. Bukan sekedar asal menuding tanpa mengukur diri dan tanpa tanggung jwab. Merdeka, berarti berkonstelasi dengan diri sendiri dan alam semesta.

Kembali ke dalam diri : Sudahkah kita MERDEKA ?

♥♥♥



Jakarta, 14 Agustus 2009

Salam sepercik api kemerdekaan....


Ietje S Guntur
( Dari jantung ibukota negaraku yang tercinta.....di seputar bunderan HI...)

Special note :
Thanks untuk sahabatku Farida Manurung, yang meminta khusus renungan tentang kemerdekaan dan merdeka...thanks juga untuk semua sahabat-sahabat yang selalu saling bersilang pendapat tentang percik-perdik kemerdekaan...I love U Allz....