Kamis, 16 Januari 2014

Art-Living Sos 2014(A-1 Pisang Goreng Cinta



Dear Allz,

Apa kabaaarrrr....teman-teman dan sahabat tersayang...:? Semoga semua sehat...penuh kebugaran...keceriaan dan harapan...:)

Eeeh, saya sudah lama ya, nggak ngobrol dan cerita-cerita tentang aneka pengalaman saya...hehe...Iya, nih...agak-agak lemot . Padahal idenya sudah banyak yang berhamburan. Nah, untuk membuka tahun 2014 ini saya sajikan saja sepotong pisang goreng, ya...

Ini pisang goreng khusus...pisang goreng cinta.

Selamat menikmatiiiiiii....

Semoga berkenan...

Salam sayang,

Ietje S. Guntur


***


Art-Living Sos 2014(A-1.16.02
Kamis, 16 Januari 2014
Start : 16/01/2014 6:53:50
Finished : 16/01/2014 7:45:08


PISANG GORENG CINTA

Sore-sore. Hujan gerimis. Udara dingin menggigit kulit. Perut terasa dingin dan agak berontak minta diisi. Saat itu saya sedang berlibur...hmmh...mengambil jeda waktu dari tugas sebenarnya...hehehe...di rumah seorang sahabat. Kami sedang berbincang, melepas rindu setelah sekian lama tidak bertemu.

Mendadak tercium aroma menyeruak, memenuhi udara yang semakin dingin. Aroma wangi. Hmmh...aroma gorengan. Ahaaaaaa...tidak lama kemudian muncullah sepiring pisang goreng. Yang panas dan agak mengepul. Yuhuuyy...air liur saya langsung membanjir...hihiii...Lalu kami melanjutkan obrolan sambil mencicipi pisang goreng, pisang kepok yang sedang matangnya, dan menghembus-hembus pisang yang masih panas di tangan. Ohlala...sedapnya.

Sore itu pun menjadi lebih hangat. Pisang goreng. Teh manis panas atau biasa disebut teh ‘nasgitel’ – singkatan dari Panas Legi Kentel (ini istilah di Yogya, atau Jawa pada umumnya). Dan cerita yang serasa tidak ada habis-habisnya. Kami larut dalam dimensi yang menghangatkan hati, sementara hujan rintik yang membawa udara dingin di luar semakin deras.

*

Menyantap pisang goreng, bagi saya bukan sekedar menggigit pisang, mengunyahnya, lalu menelannya.

Setiap kali menyantap pisang goreng, terutama pisang goreng kepok kuning, angan saya selalu melambung ke masa kecil saya di Medan dulu. Entah sejak kapan saya doyan makan pisang goreng. Tetapi saking doyannya menyantap pisang goreng, saya pernah diberi gelar ‘Hantu Pisang Goreng’ oleh ibu saya...hihihi...

Bagaimana tidak disebut ‘hantu’ – yang konon memang tidak jelas wujudnya . Kalau ibu saya menggoreng pisang, biasanya paling sedikit 2 sisir yang segede gaban, malah kadang lebih, maka saya sudah siap-siap berdiri di sebelah beliau. Tanpa menunggu pisang goreng diletakkan di piring saji, saya sudah mencomot sebuah pisang goreng yang masih panas, kadang meletakkannya di atas selembar daun pisang. Lalu lari ke luar dapur sambil menghembus-hembus pisang dan menggigitinya sekaligus.

Itu baru tahap pertama.

Biasanya ada repeat order...alias bolak-balik. Mencomot. Menggigit. Lalu lari ke sana ke mari. Jangan dibayangkan bolak-baliknya hanya dua atau tiga kali datang dan pergi . Saya bisa bolak balik sepuluh kali !!!

Ini memang nyata. Dan agak memalukan, ya...hehehe. Saya sendiri heran, kenapa bisa doyan banget makan pisang goreng, khususnya pisang kepok yang digoreng dengan adonan tepung jagung bercampur tepung beras. Benar, ini tepung jagung khas Medan, berwarna agak kuning dan membuat gorengan menjadi kripsi dan renyah. Kalau sudah mulai makan pisang goreng, biasanya sore hari , maka saya akan sulit berhenti. Makjaaanngg !!!

Ibu saya kalau membeli bahan baku pisang di pasar tidak pernah sesisir atau dua sisir. Dengan enam orang anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, maka beliau harus membeli minimal enam sisir pisang kepok ukuran jumbo. Sampai pernah Abang Penjual Pisang bertanya, apakah kami punya warung pisang goreng, karena ibu saya belanja pisang seminggu 3 kali...hahaha.

*

Masih cerita pisang goreng.

Bila ibu saya kebetulan, atau tidak sempat, membuat penganan dan menggoreng pisang, maka kami akan membeli pisang goreng di penjual pisang goreng langganan. Tempat penjualnya di pojok jalan besar, di dalam halaman sebuah bengkel sepeda. Ia menumpang di situ, berjualan pisang goreng dari sore hingga sekitar jam sepuluh malam.

Saya, sebagai anak sulung – sebetulnya bukan itu alasannya – dan penggemar pisang goreng biasanya menjadi petugas pembeli pisang goreng. Sungguh , tanpa disuruh pun saya dengan senang hati akan berangkat untuk membeli sebungkus pisang goreng. Biasanya kami membeli sekitar 20 hingga 30 buah pisang goreng ! Eeiiit...jangan ketawa. Jatah saya saja kan sudah 10...hihiiii.

Selain membeli pisang goreng, kadang saya juga membeli tahu goreng yang diberi kuah kacang. Nah, cerita tahu goreng ini nanti saya, ya. Tempat berjualannya memang jadi satu. Penjualnya seorang ibu, bertubuh agak gemuk, selalu tersenyum, dan menggunakan kain sarung untuk menutupi pakaiannya. Saya suka duduk , tepatnya berjongkok di depan si Ibu , berlama-lama menunggu si Ibu Pisang Goreng mengupas pisang, melemparkan pisang ke dalam adonan tepung yang putih agak kekuningan, lalu mencemplungkannya satu demi satu ke dalam kuali yang berisi minyak panas. Pisang itu akan berenang, terapung dalam kuali yang dipanaskan dengan kayu bakar. Kadang-kadang saya juga suka membantu si Ibu meniup kayunya, agar api terus menyala dengan stabil. Rasanya uap panas dari kayu yang terbakar dan dari penggorengan membuat saya lebih bersemangat.

Saking seringnya berbelanja pisang goreng dan penganan lain di gerai...eh, sebetulnya bangunan itu hanya semacam pondok terbuka beratap anyaman daun nipah, si Ibu sampai hafal wajah saya. Dia sering mendahulukan permintaan saya, dibandingkan dengan pembeli lainnya...hihi...Rupanya ada unsur pilih kasih juga, ya.  Kadang justru saya yang tidak mau didahulukan. Karena tujuan saya ke gerai si Ibu bukan sekedar membeli pisang goreng, tapi juga untuk bermain dengan anak-anak kampung di sekitar tempat itu. Sambil menunggu pesanan, saya sering berlari-larian dulu, sampai bosan. Dan kadang itu memakan waktu hingga satu jam. Bayangkan, orang di rumah sudah ngiler menunggu pisang pesanan, sementara saya malah asyik  bermain...hahaha...Ichh !!

*

Kisah pisang goreng di rumah saya tidak berhenti sampai di situ.

Ada hal yang lucu, yang selalu saya ingat sampai sekarang. Setelah menyantap sekian banyak pisang  goreng yang dibuat oleh Ibu saya, seharusnya saya dan adik-adik akan kenyang. Tapi tunggu dulu. Lihat deh,  ada sisa pisang goreng di piring saji, entah dua atau tiga buah. Nah...biasanya kami hanya melirik-lirik saja, seakan tidak berminat.

Ada satu kebiasaan di antara saya dan adik-adik, bahwa kami tidak mau dituduh sebagai orang yang paling akhir atau orang yang ‘menghabiskan’ sesuatu. Boleh saja kita makan sebanyak-banyaknya, tapi jangan sampai ketahuan sebagai orang yang terakhir. Orang yang terakhir ini sering disebut ‘congok’ atau rakus. Suka menghabiskan. Padahal barangkali dia hanya mengambil satu atau dua saja, tapi yang terakhir . Sial benar nasibnya. Sudah dikatakan si Congok, masih harus dapat tugas tambahan membawa piring ke dapur dan mencucinya sekalian...hehehe...

Nah, pada saat melirik-lirik pisang terakhir itu, kami akan mondar-mandir di dekat meja. Seperti kucing yang akan berburu tikus. Mengintai kiri kanan. Siapa kira-kira yang berani mengambil pisang terakhir itu. Kalau ada salah seorang adik kami, biasanya yang agak kecil, mengulurkan tangannya, maka seperti segerombolan predator kami pun akan berebut untuk ikut menyambar sisa pisang goreng tadi. Persis seperti orang yang tidak pernah makan pisang goreng seumur hidupnya...hiks hiks hiks...

Ibu saya sampai panik berteriak melerai kami, karena pisang goreng sisa itu bisa jadi remuk tak berbentuk. Tapi kami santai saja. Langsung mengunyah pisang remuk sambil tersenyum-senyum penuh rasa kemenangan.

Ternyata bukan pisangnya yang menjadi tujuan, tapi rasa nikmat pada saat berebut dan menunjukkan ketrampilan menyambar...hahahaha...

*

Duduk di kursi ruang tunggu bandara Adi Soetjipto Yogyakarta sambil memegang kotak bekal makanan berisi pisang goreng buatan sahabat ,  membuat saya tersenyum. Angan saya melambung ke sana kemari.

Sepotong pisang goreng ternyata bukan sekedar pisang goreng.

Di dalam pisang goreng itu banyak sekali kenangan. Perjalanan hidup sejak saya masih kanak-kanak, hingga hari ini ketika usia beranjak lebih banyak. Pisang goreng sepanjang jalan, menjadi jejak-jejak perjalanan hidup saya. Selalu ada cinta di dalam pisang goreng yang dibuat di rumah. Selalu ada senyum di dalam wadah piring saji berisi pisang goreng yang mengepul panas.

Betul sekali kata para pakar Food Psychology. Bahwa makanan bukanlah sekedar rasa atau aroma. Tapi di dalamnya ada kenangan.

Jadi buatlah catatan kenangan yang indah dengan makanan yang kita santap. Agar makanan itu membangkitkan semangat. Membangkitkan cinta. Membangkitkan inspirasi.

Dan untuk saya...jejak perjalanan dengan pisang goreng mengantar saya kembali ke rumah. Kembali kepada cinta Ibu saya kepada kami sekeluarga.

Semoga...teman-teman dan sahabatku tersayang juga memiliki jejak kenangan dengan sepotong makanan yang penuh cinta. Kalau mau pisang goreng saya boleh juga...Mareee...

♥♥♥

Jakarta, 16 Januari 2014

Salam sehangat pisang goreng,


Ietje S. Guntur

Special note :
Terima kasih untuk sahabatku Datik, yang telah menggorengkan khusus sekotak pisang goreng untuk bekal perjalananku. Terima kasih juga untuk Mama yang telah menebarkan cinta melalui pisang goreng yang luaaaar biasa sedapnya...dan juga terima kasih untuk Ibu penjual pisang goreng di pojok jalan Abdullah Lubis Medan...serta Mbah Pungut yang tidak bosan-bosannya memasakkan pisang goreng untuk kami semua...I love U Allz....<3 span="">

*

Ide :
-          Inspirasi di Jogya
-          Jadi ingat pisang goreng Mama dan pisang goreng di pojok jalan Abdullah Lubis
-          Saya diberi gelar ‘hantu pisang goreng’.


Minggu, 20 Oktober 2013

'Rindu Semusim'

Biarlah musim berganti
tetapi di hatiku
musim bunga itu selalu bersemi

Biarlah kebersamaan itu berlalu
tetapi di hatiku
rindu itu selalu hadir di sini

-Ietje S. Guntur-

Rabu, 17 Juli 2013

Renungan tentang WAKTU

Secuil catatan tentang WAKTU...dari TEPI PENANTIAN@IetjeG:

WAKTU adalah pembatas antara HARAPAN dan KENYATAAN.

Ketika HARAPAN berwujud, maka waktu menjadi setipis kertas. Namun ketika HARAPAN masih dalam TANDA TANYA, maka waktu dapat terentang seluas samudera.

Semoga kita dapat menjadi orang yang dapat MENGHARGAI WAKTU...

‪#‎Waktu‬@ietjeguntur

Renungan Sahur...tentang Kelebihan dan Kekurangan

Hidangan penutup sahur...dari Tepi Piring@IetjeG:

Saat melihat KEKURANGAN orang lain, belajarlah BERSYUKUR...karena kita masih diberi kesempatan untuk memiliki KELEBIHAN, dan tidak terlena atas NIKMAT tersebut.

Saat melihat KELEBIHAN orang lain, belajarlah BERSYUKUR...karena kita diberi kesempatan untuk lebih MENINGKATKAN diri dan tak terlena oleh kekurangan yang ada.

Sesungguhnya KEKURANGAN dan KELEBIHAN yang kita lihat pada orang lain adalah CERMIN bagi diri kita untuk BERSYUKUR... MENIKMATI...dan BELAJAR untuk senantiasa terus MENINGKATKAN DIRI...

Semoga berkenan... Tetap cemangaaaattss....!!!

Salam hangat di Subuh yang sejuk,

Ietje S.Guntur

‪#‎renungansahur‬@ietjeguntur

Renungan Sahur...tentang Kejayaan Hidup

Sedikit catatan kecil...dari Tepi Subuh@IetjeG:

Kadang-kadang KEKUASAAN, KEKAYAAN, KEJAYAAN, KEPANDAIAN menjadi suatu label yang menakutkan !

Seseorang yang dianggap memilikinya seringkali menjadi BERJARAK dengan lingkungannya, karena kekuasaan, kekayaan, kejayaan, dan kepandaiannya membuat orang lain MENJADI KECIL di hadapannya. Orang yang merasa DIKECILKAN akan merasa TIDAK NYAMAN , dan memilih untuk MENGHINDAR.

Alangkah SUNYI hidup orang seperti itu.

Semoga kekuasaan, kekayaan, kejayaan, kepandaian yang DITITIPKAN kepada kita membuat kita TETAP RENDAH HATI , dan senantiasa MENDEKATKAN KITA pada lingkungan . Serta membuat hidup kita TETAP HANGAT dan PENUH BERKAH.

Salam hangat,

Ietje S. Guntur

‪#‎renungansahur‬@ietjeguntur

Selasa, 09 Juli 2013

Catatan FB - tentang UJIAN

Sarapan pagiiiiiii...Sekerat Hidangan tentang UJIAN dari BAKI KEHIDUPAN@IetjeG:

UJIAN yang SEBENARNYA bukanlah pada saat kita BERSIAP diri dengan berbagai strategi dan taktis untuk MENGHADAPI SATU MASALAH dalam SATU WAKTU TERTENTU !

UJIAN SEBENARNYA adalah saat DATANG suatu MASALAH yang diluar perkiraan kita, yang membuat kita harus mengambil KEPUTUSAN CEPAT dan TEPAT. Semua itu hanya dapat kita lakukan bila kita senantiasa MEMPERSIAPKAN DIRI, tidak HANYA TERPAKU pada satu satuan waktu belaka.

UJIAN membuat kita semakin HANDAL, karena kita dapat memanfaatkan berbagai pengetahuan , pengalaman dan ketrampilan , untuk lebih MENINGKATKAN KUALITAS DIRI KITA...

Yuukkss...kemooon... Mari bersiap-siap menghadapi UJIAN YANG MENGGEMBIRAKAN....

Salam hangat,

Ietje S. Guntur

‎#Ujian@ietjeguntur

Catatan FB 2 - Tentang Keunggulan

Bincang malam...tentang KEUNGGULAN...dari Tepi Selimut@IetjeG:

MAMPU dan MAU adalah saudara kembar yang dihubungkan oleh MP

MAMPU berarti menguasai ILMU dan memiliki KETRAMPILAN.
MAU berarti menguasai DIRI dan memiliki SEMANGAT.

MAMPU saja, tanpa MAU maka TIDAK menghasilkan APA-APA, atau hasil yang dikerjakan tidak OPTIMAL.
MAU saja, tanpa MAMPU maka sama seperti tidak menghasilkan sesuatu yang BERARTI, malah bisa berbahaya.
Yang paling BAIK tentu menggabungkan MAMPU dan MAU, sehingga kita menjadi MPU...yaitu orang bijak yang dapat menghasilkan karya yang optimal, cemerlang dan memiliki kualitas yang UNGGUL.

Jadilah seorang MPU...yang mumpuni...walaupun dalam skala yang kecil.
MPU menguasai ilmu, dan menguasai diri. Itulah yang menjadikan kita tidak sekedar manusia biasa...

Semoga kita dapat menjadi MPU-MPU yang luar biasa....

Salam hangat,

Ietje S. Guntur

‎#Mpu@ietjeguntur