Minggu, 26 September 2010

FB-Note 2010 (A-9 Adil dan Kambing

FB-Note 2010 (A-9
Jumat, 24 September 2010
Start : 24/09/2010 13:45:53
Finish : 24/09/2010 14:04:12


ADIL DAN KAMBING


Beberapa hari ini saya menerima beberapa email tentang adil. Lalu timbul berbagai diskusi. Dari mulai yang menggunakan logika awam, hingga yang membawa-bawa nama Tuhan sebagai pemilik keadilan. Seru ! Karena masing-masing mengusung argumentasinya dengan segala data dan informasi serta berbagai pemahaman lainnya.

Saya tidak hendak mengulas tentang adil dan keadilan, karena setiap orang pasti punya alasan yang kuat untuk menyampaikan pendapatnya. Tapi saya tertarik, karena adil dan keadilan sebetulnya milik semua orang. Kebutuhan semua orang.

Semua orang butuh adil dan keadilan. Tapi setiap orang punya pandangan yang berbeda mengenai pemenuhan kebutuhan rasa adil dan keadilan ini.

Ketika kita terpenuhi kebutuhan hidup kita, maka kita merasa bahwa hidup ini adil bagi kita. Semua tercukupi, lahir batin, pikiran dan emosi, fisik dan spiritual...maka itulah keadilan yang kita nikmati. Tapi apakah itu cukup ?

Sama seperti kebutuhan kita akan makan, minum dan lainnya, maka kebutuhan akan rasa adil dan keadilan ini pun berkembang.



Ketika kita cukup dengan makan nasi dan sekerat ikan, kita merasa bahwa dunia dan lingkungan cukup adil. Tapi ketika kita melihat tetangga makan nasi dengan ikan, ayam goreng dan tumis kangkung yang disajikan di atas piring perak, maka rasa keadilan kita terusik.

“ Hidup ini tidak adil. Kenapa dia bisa makan di piring perak, sementara saya hanya makan di piring beling biasa ?”

Lalu kita mulai mencari-cari penyebabnya. Tidak ketemu ? Kita cari-cari lagi pembuat gara-garanya. Lalu kita menuduh, nasib sial sedang menimpa dan keberuntungan sudah berpaling dari kita.

Kita cari si kambing hitam, penyebab ketidakberuntungan kita. Kita cari biang kerok yang membuat kita diperlakukan tidak adil. Kambing hitam itu bisa bernama peraturan, bisa bernama nasib buruk, bisa bernama orangtua yang miskin, bisa bernama pemerintah yang kacau balau, bahkan dalam nada ekstrim kita bisa menyebut Tuhan sebagai kambing hitam yang tidak menorehkan nasib baik di atas buku besar perjalanan hidup kita.

Itulah adil dan keadilan dalam versi kita. Harus kita yang beruntung. Harus kita yang menikmati. Harus kita yang mengalami nasib paling baik.

Kapan kita pernah melihat adil dan keadilan dari sisi orang lain ?

Ketika kita beruntung mendapatkan nasib baik, dan orang lain menangisi nasibnya yang buruk. Ketika kita dengan mudah menyantap sepiring nasi dengan telor dadar, sementara di tempat yang hanya berjarak 3 meter dari kita ada orang yang menderita radang usus buntu sehingga tidak bisa menyantap makanan apa pun.

Di mana adilnya ?



Adil dan keadilan ibarat sebilah pisau yang bisa mengiris apa saja.

Dia bisa menjadi sesuatu yang baik bagi kita, tapi buruk bagi orang lain. Dia bisa menjadi adil bagi kita, tapi tidak adil bagi orang lain.

Kenapa ketika kita menerima nasib baik, kita tidak mencari kambing putih dan mengucapkan terima kasih kepadanya ? Kenapa kita hanya mencari kambing hitam untuk melampiaskan rasa ketidakadilan yang kita alami ?

Kapan kita mau bersikap dan berperilaku adil kepada para kambing : hitam dan putih, yang seakan menjadi tempat pelampiasan rasa adil dan tidak adil yang kita alami ?

Kalau kepada kambing pun kita tidak bisa bersikap dan berperilaku adil , bagaimana kita bisa menerima rasa adil yang berlimpah bagi kita dengan penuh syukur ?




Jakarta, 24 September 2010

Salam hangat,


Ietje S. Guntur

Tidak ada komentar: