Sabtu, 04 September 2010

Art-Living Sos 2008 (A-10 Sepotong Sajadah Panjang

Dear Allz….

Apakabar teman dan sahabat semua ? Semoga sehat-sehat, ya….terutama bagi teman dan sahabat saya yang sedang menjalankan ibadah puasa, semoga semakin kuat lahir dan batin…

Puasa, bagi sebagian orang memang agak berat menjalankannya. Maklum, karena dilakukan setahun sekali, jadi awal-awalnya suka lupa lagi…dan jadi semacam kewajiban yang memberatkan. Padahal kalau sudah berlangsung 3 atau 4 hari, tubuh telah terbiasa…maka kita pun ringan saja menjalankannya. Tubuh, pikiran, emosi dan sisi spiritual memang perlu latihan. Dan ibadah puasa ini juga semacam latihan bagi keseluruhan diri kita.

Tak hanya puasa. Ibadah lain pun seyogyanya perlu dilatih, agar menyatu satu dengan lainnya. Semisal sholat. Kalau kita biasa berlatih, sesuai kewajiban, lima kali sehari semalam, lama-lama kita juga merasa ringan . Tidak lagi sekedar kewajiban, tapi sudah menjadi bagian dari gerak tubuh dan gerak jiwa. Bisa jadi, kalau kita tidak menjalankan satu kali kewajiban itu, seperti ada yang hilang dari diri kita….hmmm…idealnya begitu…Tapi selalu saja, sebagai manusia kita punya keterbatasan…terutama keterbatasan untuk mengendalikan hawa nafsu…Jadi deh, pas tiba waktunya beribadah…tiba waktunya sholat…kadang kita suka menawar-nawar waktunya….hehehe…

Aaah…maaf…saya sih bukan mau membahas soal sholat. Saya hanya teringat satu hal …Sholat selalu berkaitan dengan perangkat pendukungnya…diantaranya adalah sajadah…alas untuk melaksanakan ritual sholat. Agar kita bersih dan nyaman saat berhubungan dengan Sang Pemilik Kehidupan…Nah, mumpung lagi online…mumpung lagi ngobrol tentang sholat…sekalian saja saya mau cerita tentang sajadah…

Eeeh….teman-teman dan sahabat mau, yaaa…barangkali kita juga punya pengalaman yang serupa….

Selamat menikmati….semoga berkenan….


Jakarta, 23 Ramadhan 1431 H
Salam hangat,



Ietje S. Guntur

♥♥♥


Art-Living Sos 2008 (A-10
Start :10/27/2008 11:16 PM
Edit : 2/9/2010 10:15:22 AM
Finish :2/12/2010 9:43:27 AM


Sepotong Sajadah Panjang….


Siang hari. Setelah selesai sholat Zuhur.

Saya melihat sepotong sajadah, yang berbeda dari lainnya. Dari sekitar 9 buah sajadah yang terbentang di mushola kecil di kantor, dia memang paling tua dan tampak usang . Berwarna dasar biru tua dengan hiasan merah, tetapi sekarang sudah tidak jelas lagi warnanya. Ujung-ujung rumbainya pun sudah rontok sebagian, seperti digigit tikus. Tapi, sama seperti sajadah lainnya, dia tetap berfungsi. Menemani orang-orang yang menunaikan ibadah di ruang kecil itu.

Setiap kali melihat sajadah usang itu, hati saya bergetar.

Terbersit sejumlah pertanyaan yang menggelitik. Berapa lama sudah usianya ? Berapa banyak tempat yang sudah dikunjunginya, sebelum dia terdampar di ruang mushola ini ? Berapa banyak orang yang sudah berdoa di atasnya, menjalankan kewajiban maupun memohon harapan kepada Yang Maha Memiliki Hidup.

Melihat sajadah itu, saya seperti diingatkan, berapa jauh saya sudah berjalan dan berbuat untuk kehidupan ini. Dan terkenang dengan sejumlah sajadah yang menemani perjalanan batin saya hingga saat ini.



Saya jadi ingat sajadah saya semasa masih kanak-kanak dulu.

Itu adalah sajadah saya yang pertama, yang diberi oleh ibu saya. Berbeda dengan sajadah yang umum bergambar mesjid atau ornamen berbentuk bunga-bungaan, sajadah saya sebenarnya adalah hiasan dinding bergambar kucing. Semula sajadah itu tergantung di dinding kamar saya. Tapi karena jaman dulu agak sulit untuk mencari sajadah khusus untuk anak-anak, maka saya diberi sajadah bergambar unik itu untuk belajar sholat.

Jadilah…sajadah bergambar kucing itu menemani saya mengaji dan sholat di mushola atau mesjid di dekat rumah. Melihat gambar kucing yang lucu itu, tidak sekali dua kali teman-teman saya berebutan ingin meminjam sajadah yang unik dan tidak biasa itu. Tak hanya untuk sholat dan kadang-kadang kami menggunakannya juga untuk sekedar duduk-duduk dan ngobrol ala anak-anak. Maklum, bahannya memang lebih tebal dari sajadah biasa, karena terbuat dari tenunan yang padat dan rapat.

Kadang, kalau sedang menunggu waktu sholat di mushola, sajadah cap kucing ini ini pun saya pergunakan untuk tidur-tiduran. Panjang badan saya masih cukup untuk ditampung oleh sajadah. Enak juga. Selain empuk karena tenunan yang tebal, tidur dan melamun di mesjid dekat rumah juga lumayan asyik. Kita bisa terkantuk-kantuk dihembus angin sore yang hangat dan angin malam yang sejuk, saat menunggu waktu sholat Isya.

Sajadah bergambar kucing itu telah saya pergunakan cukup lama, dan saya lupa, kemana perginya setelah saya memperoleh sajadah baru bergambar standar. Ornamen pintu mesjid di bagian bawah, dan bagian atasnya adalah Masjidil Haram dengan Ka’bah di tengahnya. Ya, iyalah…saat itu saya hampir lulus SD. Menjelang remaja. Kan malu hati juga kalau sholat tetap pakai sajadah cap kucing. Walaupun tidak ada hubungan antara gambar kucing dengan kekusyukan berdoa, tetapi rasanya agak sungkan juga bila kita berbeda dari yang lain…hehehe…



Koleksi sajadah saya berganti-ganti selama beberapa tahun. Sejak jaman kuliah hingga saat ini , saya memiliki beberapa sajadah dengan banyak cerita di dalamnya.

Selain sajadah di rumah yang dipakai bergantian oleh kami semua, saya juga selalu menyediakan sajadah untuk travelling. Sajadah dari kain tenunan berwarna biru itu selalu saya selipkan di sisi tas atau di lapis atas tumpukan pakaian. Selain berfungsi untuk sholat, sajadah juga dapat menahan pakaian agar tidak berserakan kemana-mana.

Dari perjalanan ke banyak tempat, kadang saya membeli sajadah untuk oleh-oleh atau keperluan sholat. Saya punya sajadah yang dibeli di sebuah sudut pertokoan di Madinah, ketika saya menjalankan ibadah di sana. Ceritanya, bersama rombongan kami jalan-jalan di seputar tempat menginap. Ketika saya melihat sehelai sajadah yang menarik , seorang sahabat keluarga kami bersikukuh untuk membayar sajadah itu. Sebagai hadiah dan tanda mata, biar lebih rajin sholat, katanya. Saya senang, sekaligus terharu atas perhatiannya. Iya, sholat saya memang masih suka bolong-bolong…hiiikss….

Sajadah itu selalu saya pakai di rumah dan kadang-kadang dibawa juga di dalam perjalanan-perjalanan saya. Bergantian dengan sajadah biru yang tipis dan mudah diselipkan di sudut koper. Setiap kali sholat, sambil merenung, saya ingat perjalanan batin yang saya alami selama berada di Medinah dan sesudahnya.

Ketika sahabat tersebut meninggal dunia, sajadah itu mengingatkan saya akan beliau dan kenangan yang indah bersamanya. Itu memang hanya tanda mata sederhana, tetapi sangat bermakna ketika saya butuh tempat untuk menyendiri dan berdoa kepada Sang Pemilik Kehidupan.



Belakangan, saya juga punya sajadah berwarna hijau yang khusus saya beli untuk sholat di kantor. Semula hanya saya dan teman-teman dekat saja yang memakainya. Namun ketika kami pindah gedung kantor, sajadah itu saya bentangkan bersama dengan sajadah lainnya. Dan sekarang sepanjang siang hingga magrib, sajadah itu dipergunakan oleh seluruh karyawan yang sholat di mushola kecil di kantor kami . Itulah…sajadah yang mengilhami banyak renungan sepanjang hari-hari saya…

Oya…dari koleksi sajadah yang beraneka itu, saya juga punya satu sajadah lagi. Oleh-oleh dari sahabat saya ketika dia bertugas ke Pakistan. Sajadah berwarna coklat ini terbuat dari tenunan yang halus dan empuk. Membuat saya nyaman ketika sholat atau berdoa di atasnya. Kadang, ketika menunggu waktu antara sholat Isya dan sholat tengah malam , saya tertidur di atasnya.

Pernah juga, saat subuh saya sholat di teras terbuka di dak atas rumah saya. Sehabis sholat saya sering tidur berbaring beralas sajadah sambil menatap langit, dan melihat matahari naik perlahan memecah fajar. Itu adalah pengalaman batin luar biasa yang sering saya alami. Dalam keheningan waktu…banyak renungan mengalir. Dan tak jarang ucap Syukur pun melirih pelan dari bibir saya…melambung ke langit tinggi….




Cerita sebuah sajadah bisa jadi cerita panjang tentang perjalanan batin. Memang. Hanya kita dan sajadah yang tahu, apa yang terjadi dalam detik dan menit saat kita bersujud memohon sesuatu kepada Sang Maha Pemilik Kehidupan. Ketika di dalam sunyinya malam, di dalam heningnya kegelapan, kita meminta…dengan derai airmata…dan bulir-bulir air bening penyesalan serta Syukur membasahi permadani sajadah yang hanya bisa diam membisu.

Sajadah…atau permadani alas sholat memang hanya sekedar sarana…sekedar tempat untuk berbagi rasa…Namun, dengan sajadah ada rantai persahabatan yang mengikat erat penuh kehangatan. Dan banyak perenungan yang mengalir untuk bermuara pada ketenangan batin dan jiwa…

Saya jadi ingat sebait lagu lama dari Bimbo …


“Ada sajadah panjang terbentang
hamba tunduk dan rukuk
hamba sujud tak lepas kening hamba
mengingat Dikau sepenuhnya..”


Melihat sajadah yang terbentang…saya tertegun. Masihkah ada waktu untuk kita menyempatkan diri , merenung bersama sepotong sajadah yang semakin usang dimakan jaman…???

♥♥

Jakarta, 12 Februari 2010

Salam hangat,


Ietje S. Guntur


Special note :
Thanks untuk Abah Apung yang mengilhami perjalanan sajadahku…juga Mas Wibi yang baik hati dan gak lupa dengan oleh-oleh dari negeri seberang…thanks sudah mengingatkan…dan tentu saja my lovely Mom yang unik dan yang pertama kali memberikan sajadah cap kucing untuk mengenalkan aku kepada Sang Maha Pencipta…thanks for all…



Ide :
1. Melihat sajadah usang di mushola
2. Siapa saja yang pernah sholat di atasnya ?
3. Doa siapa yang paling diterima ?




Sajadah Panjang

Ada sajadah panjang terbentang
dari kaki buaian
sampai ke tepi kuburan hamba
kuburan hamba bila mati

ada sajadah panjang terbentang
hamba tunduk dan sujud
di atas sajadah yang panjang ini
diselingi sekedar interupsi

Reff :
mencari rezeki mencari ilmu
mengukur jalanan seharian
begitu terdengar suara adzan
kembali tersungkur hamba

ada sajadah panjang terbentang
hamba tunduk dan rukuk
hamba sujud tak lepas kening hamba
mengingat Dikau sepenuhnya

Sajadah Panjang
Song : Djaka Bimbo
Lyrics : Taufiq Ismail

Tidak ada komentar: