Selasa, 11 Oktober 2011

Art-Living Sos 2011 (A-10 Tak Ada Rotan

Dear Allz,

Sssttttt….apa kabaaarrr ??? Mumpung saya lagi rajiiiin nih…jadi sekarang mau ngobrol lagi. Menjelang hari Senin…menjelang awal minggu…Semoga teman dan sahabatku semua dalam keadaan sehat dan ceria, ya…

Biasanya nih…awal minggu, hari Senin, kita suka malas-malasan. Rasanya badan dan jiwa masih tertinggal di akhir pekan. Memang betul, beristirahat itu perlu setelah kita menggenjot tenaga selama sepekan. Tapi ingaaaat, tidak ada akhir pekan, kalau tidak ada hari Senin. Sama juga, tidak ada ada akar, kalau tidak ada rotan… Hehehe…itu pepatah nyeleneh. Aslinya sih bukan begitu, ya ?

Naaaaah, mumpung ini masih menjelang dan awal minggu, saya jadi ingin berbagi cerita ringan tentang rotan. Iya, kenal rotan kan ? Saya ingat juga ada satu lagu mengenai rotan . Hela rotan. Masih ingat ?

hela hela rotane rotane tifa jawa
jawae bebunyi
rotan rotan sudah putus sudah putus ujung dua
dua baku dapae
rotan rotan sudah putus sudah putus ujung dua
dua baku dapae


Sambil menyanyi lagu Hela Rotane, mari kita ngobrol sedikit tentang rotan. Setuju kah ?

Mariiiii…kita duduk rame-rame…dan kita nikmati bersama.

Jakarta, 9 Oktober 2011
Salam hangat,


Ietje S. Guntur

♥♥♥



Art-Living Sos 2011 (A-10
Start ; 10/8/2011 11:00:42 AM
Finish : 10/9/2011 4:57:00 PM


TAK ADA ROTAN


Hari Sabtu. Pagi-pagi. Setelah beberes urusan domestik, saya pun mengambil jeda . Me time ! Berleha-leha. Menikmati secangkir teh dan sekerat roti… hee…hee…asyiiiik nih. Tinggal cari bacaan saja. Majalah yang belum sempat dibaca . Ada beberapa . Saya bolak-balik sebentar. Tidak ada yang menarik. Lempar ke samping. Sekarang cari koran . Sudah beberapa hari saya hanya sempat menyapu judul-judulnya. Akhirnya mata tertambat pada berita tentang rotan. Halaah…ada apa lagi ini ? Pengrajin dari sentra rotan terbesar di Indonesia mengeluh karena kekurangan bahan baku rotan !

Degh !! Hati saya tergetar. Indonesia gitu loh ! Yang sudah menjadi salah satu penghasil rotan terbesar di dunia, bisa kekurangan bahan baku. Ada apa ?

Saya memandang berkeliling. Di rumah saya sekarang memang agak minim perabotan rotan. Hanya ada satu keranjang, satu tas, dan satu kursi kecil yang sudah lama. Padahal duluuuuu….

Ingatan saya melayang…jauuuh…ke masa kecil saya…

Ayah saya adalah penggemar berat perabotan dari rotan. Hampir seluruh ruangan di rumah kami selalu ada perabotan terbuat dari rotan. Sofa di ruang keluarga, kursi di teras, rak buku, buaian bayi ( saya pun pernah tidur di dalamnya ), bahkan ranjang tidur pun terbuat dari rotan. Itu belum termasuk keranjang, tikar anyaman yang menghampar di ruang keluarga dan menjadi alas untuk seperangkat kursi tamu , serta tempat duduk santai yang nyaris ada di setiap pojokan. Menurut ayah saya, rotan itu kuat dan ekonomis… hehehehe…( ini istilah ayah saya untuk mengatakan ‘murah’).

Saking hobbynya mengoleksi perabotan dari rotan, hampir setiap bulan ayah saya selalu mengajak saya ke tukang pengrajin rotan. Kadang hanya untuk melihat-lihat koleksi baru. Tapi tidak jarang juga beliau membuka dompetnya. Ada saja barang yang dibawa pulang. Entah kenapa, ayah saya selalu tergoda untuk membeli sesuatu dari rotan. Dan kalau tidak ada yang dibutuhkannya, maka beliau membeli pemukul kasur yang mirip dengan raket tennis, dari rotan juga…( seingat saya, di rumah ada tiga atau empat pemukul kasur…hihihiiii….).

Bila ibu saya menegur, karena rumah kami sudah mirip gudang penumpukan barang, ayah saya Cuma tersenyum dan berkomentar ,” Ya , kalau sudah kepenuhan, kasih saja sama siapa gitu !”…hihi…lucu bangeeett…Beli barang, akhirnya buat dibagikan lagi ke orang lain. Ya, memang begitulah keadaannya. Tidak jarang perabotan kami diangkut ke rumah teman atau sahabat ayah saya, karena di rumah sudah tidak ada tempat. Tapi tunggu…tidak sampai sebulan, saat ayah saya tergoda, maka perabot pengganti sudah muncul lagi di rumah kami !



Ngomong-ngomong soal rotan.

Tidak hanya di rumah kami saja rotan menjadi bagian dari perlengkapan rumah. Di banyak rumah, terutama di Sumatra pada era tahun enampuluh hingga tujuhpuluhan, banyak perabotan rumahtangga terbuat dari kerajinan rotan . Apalagi hutan di Sumatra cukup banyak menghasilkan rotan, sehingga bahan baku mudah didapat .

Selain bahan baku yang mudah didapat dan harganya ekonomis, bahkan dapat dikatakan murah sekali, sifat rotan yang lentur dan mudah dibentuk menjadikan rotan sebagai pilihan yang tepat untuk membentuk berbagai perabotan. Rotan yang besar-besar diameternya dapat dijadikan kerangka kursi atau tempat tidur, sedangkan rotan yang kecil dan halus dapat dianyam untuk menjadi lembaran yang dibentuk untuk berbagai keperluan.

Saya ingat. Di rumah kami ada kursi kayu terbuat dari jati, yang alasnya dibuat dari anyaman rotan. Kursi itu enak diduduki karena jok alas duduknya dibuat dengan anyaman renggang. Yang jadi masalah, di celah-celah anyaman itu sering bersarang laba-laba dan sahabatnya kepinding atau tumbila. Jadi deeeh…sejak saya bisa melakukan tugas domestik, maka urusan membasmi tumbila dan sarang laba-laba di jok kursi merupakan keahlian saya…hiiks…

Selain itu, perabotan yang paling saya kenal terbuat dari rotan adalah pemukul kasur. Hampir setiap hari saya beraksi dengan pemukul kasur itu. Selain untuk membuat kasur kapuk menjadi empuk dan gembur, pemukul kasur juga bisa dimanfaatkan untuk mengait buah jambu dan rambutan di halaman. Ujungnya yang berpilin cukup kuat untuk menjadi alat pengait, dan biasanya cukup aman sehingga rambutan dan jambu tidak rusak karena tersangkut.

Rotan ini memang murah meriah.

Ada satu masa, ketika rotan menjadi primadona karena model dan bentuknya sangat variatif. Saat saya dan seorang sahabat menjadi anak kos di Jakarta, kami membeli rak rotan berwarna coklat tua, untuk tempat menyimpan barang-barang di kamar kos kami yang tidak terlalu luas. Saya juga pernah membeli kaca cermin yang bingkainya terbuat dari rotan. Bentuknya unik dan artistik . Tapi sayang, bukan hanya saya yang menyukai bentuknya. Sekawanan pencuri yang menyatroni rumah saya juga berminat terhadap cermin itu. Jadi deeeh…dia membawa oleh-oleh cermin berbingkai rotan dari rumah saya.



Berbicara mengenai rotan, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai hasil hutan rotan merupakan salah satu pilar ekonomi bagi Indonesia. Hampir seluruh hutan belantara di Indonesia ditumbuhi oleh rotan. Bahkan di Kalimantan, di kalangan suku Dayak, rotan merupakan pilar ketahanan ekonomi rakyat. Rotan yang terdapat di hutan-hutan, menjadi penopang kehidupan rakyat, sekaligus menjadi bagian dari adat istiadat masyarakat setempat.

Ada lagi. Rotan tidak hanya kita kenal sebagai perabot rumahtangga. Di beberapa daerah dikenal juga masakan terbuat dari rotan. Halaaah !! Hebat betul . Tentu saja rotan yang diolah menjadi masakan, semacam sayur gulai ini terbuat dari rotan muda yang masih lunak. Dan konon kata yang sudah pernah mencicipinya, sayur rotan ini lezat cita rasanya. Saya sendiri belum pernah mencicipinya, tapi suatu saat bila saya berkesempatan berkunjung ke Kalimantan, saya akan berwisata kuliner, dan mencicipi sayuran rotan ini…hmh…nyam…nyam…

Yang sudah pernah saya cicipi dari rotan adalah buahnya. Memang tidak lazim orang menyantap buah rotan. Tetapi di beberapa daerah di Sumatra, buah rotan yang mirip salak ini memang dimakan. Rasanya agak asam kelat, mirip buah salak yang muda. Dicocol dengan garam dan irisan cabe rawit , atau digerogot begitu saja rasanya sudah mantap…hahaha…ketahuan banget kalau saya ini termasuk pemakan segala tanaman ya…hihi…Memang begitulah adanya, kalau menjadi anak yang dibesarkan di dekat rimba belantara. Apa saja yang berbuah dari pohon, pasti disantap dengan nikmat.

Di daerah lain, buah rotan ini tidak lazim menjadi buah santapan atau buah cemilan, karena memang agak sulit diperoleh. Jangan membayangkan pohon rotan seperti pohon kelapa atau pohon rambutan. Pohon rotan ini, walaupun termasuk keluarga besar palma jenis salak, atau nama kerennya adalah Calameae dari keluarga besar palma, tapi sama sekali tidak mirip pohon kelapa atau pohon salak. Hanya daunnya saja yang agak mirip pohon salak, dan buahnya juga berkulit agak bersisik seperti salak, tetapi caranya tumbuh sangat berbeda. Pohon rotan tumbuh bergelayut dan bergantung pada tanaman lain, seperti tali panjang berduri. Dengan duri inilah ia memanjat, kemudian tumbuh menjulur seperti tali yang kuat. Sebatang rotan dapat tumbuh hingga ratusan meter. Dan uniknya di dalam batangnya terkandung air, yang dapat kita minum untuk bertahan hidup di alam bebas. Itu sebabnya para petani rotan dapat masuk ke dalam hutan selama beberapa waktu tanpa kuatir kekurangan air minum….Luar biasaaa…!!



Melihat keranjang rotan di ruangan kerja saya, bekas wadah parsel lebaran, saya merenung.

Sebatang rotan yang sederhana, begitu banyak fungsi dan pengaruhnya bagi kita. Walaupun ada pepatah ‘Tak ada rotan, akar pun jadi’, namun tetap saja rotan menjadi primadona . Okelah, dalam beberapa hal akar dapat menjadi pengganti. Tetapi nilai keindahan, nilai budaya dan nilai ekonomis yang diusung oleh rotan belum terganti oleh akar maupun tanaman bahan baku lainnya.

Saya selalu kagum pada rotan. Ia membawa semangat, harus menjadi nomor satu. Menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sekitarnya. Bermanfaat, dari mulai batangnya, buahnya, bahkan air di dalam batangnya. Bukan tidak mungkin pula suatu saat ditemukan manfaat lagi dari duri dan daun-daunnya. Siapa tahu ? Masih banyak yang belum tergali dari dirinya.

Seperti kita juga. Masih banyak hal yang belum tergali dari diri kita. Masih banyak yang harus kita pelajari dari diri kita. Agar lebih bermanfaat bagi lingkungan. Agar lebih bermanfaat bagi kehidupan ini.

Bahkan sebatang rotan pun dihadirkan di dunia ini dengan begitu banyak manfaat. Bagaimana dengan kita ?


Jakarta, 9 Oktober 2011

Salam hangat,


Ietje S. Guntur

Special note :
Terima kasih untuk Pa tersayang…yang telah mengajak aku ke pengrajin rotan dan belajar dari rotan. Juga adikku tersayang Titun, yang menjadi peneliti dalam bidang rotan…Dan sahabatku Dini , teman senasib di tempat kos yang ajaib…ingat waktu beli rak rotan di Pancoran ??? hahaha…pengalaman yang lucu banget…Terima kasih sudah menjadi inspirasi kehidupan dan tulisan ini….I love U allz…

♥♥

TAK ADA ROTAN…
Ide :
1. Berita dari suratkabar mengenai pengrajin perabotan yang kekurangan bahan baku rotan. Sementara di sisi lain ada stok rotan yang menumpuk. Sebuah ironisasi.
2. Peraturan pemerintah mengenai ekspor rotan, pembatasan ekspor rotan mentah, karena tidak meningkatkan nilai jual.
3. Rotan adalah hasil hutan Indonesia yang sangat dibutuhkan terutama untuk industry perabotan.
4. Apa makna rotan bagi kehidupan ini ?
5. Seperti kata pepatah, tak ada rotan akar pun jadi. Berarti rotan tetap menjadi primadona dibandingkan akar penggantinya.

Art-Living Sos 2011 (A-10 Nyanyi Sunyi Sang Elang

Dear Allz….

Awal bulan baru…awal semangat baru….Sebelum saya senyum-senyum lagi sendirian, saya mau menyapa dulu yaaa….Apakabar teman dan sahabatku semua ? Hmmh…biasanya tanggal muda seperti ini pasti senyumnya lebih lebar, ya…dan semoga semua sehat-sehat…… Alhamdulillah, kita masih diberi nikmat sehat…sehingga masih bisa tersenyum-senyum ….

Iya, lho…senyum itu pada dasarnya gratis. Tapi karena kadang kita masih berpikir-pikir, mau senyum atau mau memasang wajah dingin, yaaaa…jadinya senyum itu menjadi mahal…hehehe…

Nhaaa…daripada kita memikirkan senyum atau tidak, mendingan kita ngobrol saja, ya. Banyak hal di sekitar kita, yang bisa menjadi bahan obrolan yang bermanfaat. Lingkungan kita begitu kaya dengan berbagai makna, asalkan kita mau mencari dan menggalinya. Kita bisa terjun langsung di dalamnya, atau kita mau menjadi pengamat dari jauh. Keduanya dapat kita lakukan. Seperti ayam yang lebih suka melihat dari jarak dekat, atau elang yang dapat mengamati dan melihat dari jarak yang sangat jauh.

Sssttt…mumpung kita sedang ngobrol tentang elang, saya pun mau berbagi cerita mengenai elang. Barangkali ia merupakan satwa yang tak lazim bagi sebagian kita. Namun, lihat saja ….bagaimana elang menjadi bagian dari keseharian hidup kita…

Oya…bagi teman dan sahabat yang sedang menikmati akhir pekan saat ini, selamat menikmati liburan bersama keluarga…Dan bagi yang belum berlibur, selamat beraktivitas…semoga semua aktivitas dan langkah kita bermanfaat….

Selamat menikmati…semoga berkenan….

Jakarta, 7 Oktober 2011

Salam hangat,


Ietje S. Guntur

♥♥♥

Art-Living Sos 2011 (A-10
Friday, October 07, 2011
Start : 10/7/2011 12:09:42
Finish : 10/7/2011 14:39:18


NYANYI SUNYI SANG ELANG


Saya sedang berlibur. Tidak. Sebetulnya sedang ada waktu luang di tengah jadwal yang lumayan teratur…hehehehe…Biasalah…Ilmu jaman dulu, sambil menyelam minum air, itu wajib dijalankan. Terutama bila airnya memang enak untuk diminum…hihi…

Saat ini saya sedang melewati kawasan perkebunan teh di daerah Puncak. Sebetulnya ini di lereng-lereng perbukitannya, di antara gunung Gede, gunung Pangrango….dan di kejauhan gunung Salak, yang masih cukup sejuk segar hawanya. Tidak heran bila berpuluh tahun lalu orang Belanda membuat perkebunan teh di sini. Yang hasilnya masih dapat kita nikmati hingga saat ini.

Sambil menikmati pemandangan yang hijau royo-royo, menghirup udara yang-semoga-bebas polusi…mata saya dimanjakan oleh aneka pemandangan yang menyegarkan. Hijau di sana sini. Dan warna-warni pemetik teh yang bersiap untuk pulang dari tugasnya, setelah memetik pucuk teh sepanjang pagi.

Tiba-tiba mata saya terusik oleh pemandangan yang langka. Seekor elang tampak terbang tinggi di angkasa biru, dan sesekali berputar di dekat hamparan kebun teh yang menghijau. Elang itu kadang menukik, kadang mengepak sayap menyongsong angin. Sungguh indah. Seorang diri ia menguasai langit yang terbuka. Tanpa kuatir ada tangan iseng yang mengusik keasyikannya.

Saya terpana. Menikmati tarian elang yang indah. Menikmati kepakan sayapnya yang lembut. Memandang penuh kagum akan kemampuannya menguasai lingkungan sekitarnya.

Lama saya terpesona. Hingga akhirnya Si Elang perkasa terbang jauh. Dan menghilang di antara hutan lindung yang masih tersisa di puncak-puncak pegunungan sekitar kawasan Puncak. Hati saya pun seperti terbawa pergi. Entah kapan saya masih dapat melihat si Elang menari lagi…aachh…



Sepanjang sisa perjalanan berikutnya, saya masih terkenang akan si Elang.

Entah berapa banyak lagi elang gunung yang tersisa di kawasan itu. Mungkin suatu masa dulu, para elang ini sangat bahagia dan merdeka hidup di kawasan pegunungan di sekitar Puncak, Cisarua, dan Bogor. Namun belakangan, dengan semakin banyaknya pemukiman dan menjamurnya kawasan wisata, elang-elang ini pun semakin jarang menunjukkan pamornya di tengah kehijauan alam lingkungannya.

Saya jadi ingat masa kecil dahulu.

Ayah saya sering mengajak saya untuk melihat-lihat elang yang terbang di angkasa. Ayah saya selalu mengingatkan, untuk tidak pernah menangkap elang dengan cara apa pun. Karena elang adalah burung merdeka dan hanya bisa hidup di alam bebas. Hanya di alam luas, di antara pohon-pohon yang menjulang tinggi burung elang dapat bermanfaat bagi lingkungan.

Ketika ayah saya ditugaskan di kota-kota kecil di tengah rimba belantara Sumatra, kami masih bertempat tinggal tidak jauh dari hutan dan alam yang liar. Saat itu burung elang merupakan pemandangan sehari-hari. Di siang hari bolong, elang-elang ini dengan berani akan memasuki wilayah pemukiman. Bahkan tidak jarang, di depan mata kami ia turun dengan cepat, menukik di lapangan terbuka, dan menyambar anak ayam atau tikus yang lengah.

Saya dan teman-teman semasa kecil dulu, akan segera memasukkan induk ayam dan anak-anaknya ke kandang bila melihat elang berkeliling mencari mangsa. Kami akan saling mengingatkan, dan mengejar anak-anak ayam yang masih berkeliaran tanpa menyadari bahaya yang mengintai.

“ Cepat…cepaaaat..ada elang ! Masukkan ayam ke kandang !” begitu teriakan kami sambil buru-buru menghitung jumlah anak ayam yang berkeliaran di halaman . Teman yang tidak memiliki peliharaan ayam tetap saja ikut beramai-ramai…ikut berteriak-teriak…dan kadang ikut membunyikan segala perabotan seperti kaleng agar elang menjadi takut dan tidak jadi turun ke tanah…Waaah…seru juga.

Saya pernah berpikir, bagaimana elang yang terbang tinggi di langit sana, dapat memilih anak ayam yang akan menjadi santapannya. Pasti ia memiliki mata yang sangat tajam sehingga dapat melihat dari kejauahan. Tidak heran kalau kemudian ada ungkapan yang mengatakan, bahwa matanya tajam seperti mata elang…hehe…Dan memang, kalau kebetulan tidak dijaga, ada juga satu atau dua ekor anak ayam yang disambar dan menjadi mangsa elang. Yah…kalau sudah begitu mau diapakan lagi. Sudah nasib ayam menjadi santapan elang.

Ternyata elang tidak hanya doyan makan anak ayam. Ia pun gemar menyantap tupai dan tikus, terutama tikus berukuran jumbo yang agak besar. Itu sebabnya di areal persawahan yang luas pun kadang kita melihat burung elang berkeliling seperti sedang berpatroli. Dan kalau dilihat kecepatannya menukik, menyambar, dan membawa mangsanya, kita tidak akan menduga bahwa ia bisa secepat itu. Sungguh luar biasa.

Bagi petani, kedatangan elang untuk membersihkan tikus yang menjadi hama di sawah tentu menguntungkan. Memang, dibandingkan dengan menyantap anak ayam, kelihatannya elang lebih suka memangsa tikus. Entah dagingnya lebih gurih, entah karena perlawanan tikus terhadap elang tidak seperti perlawanan ayam. Betul, kadang-kadang induk ayam atau bapak ayam tidak rela kalau anaknya disambar begitu saja. Mereka masih akan berjuang dan mematuk kaki elang untuk mempertahankan anak-anaknya. Biasanya kalau sudah begitu, elang memilih untuk mengalah, karena dia lebih suka di angkasa daripada berjalan-jalan di tanah…Rupanya elang pun paham, kalau itu bukan teritorinya…!!



Ngomong-ngomong soal elang.

Barangkali di masa sekarang kita tidak terlalu peduli dengan kehadirannya. Mau ada, mau tidak ada , hidup sudah bergulir tanpa kehadiran elang. Tapi lihatlah, apa yang sudah diberikan elang kepada kehidupan kita dan lingkungan sekitar kita.

Kalau boleh membongkar harta karun kita nih…Indonesia memiliki beberapa jenis elang. Yang telah dikenal luas dan memiliki nama tersendiri adalah Elang Hitam, Elang Brontok, Elang Merah dan Elang Jawa. Urusan per-elang-an ini memang bukan sekedar urusan burung-burungan. Bagi peminat dan ahli burung atau disebut ornithologist, urusan keberadaan satu jenis burung seperti elang ini membutuhkan penelitian yang lama dan referensi dari berbagai jenis yang mirip. Dan satu hal lagi, harus didaftarkan dengan jenis dan nama tersendiri agar diakui oleh dunia. Naaah, urusan nama saja pun ternyata ada lika-likunya. Simak saja !

Salah satu jenis elang yang cukup legendaris dan membutuhkan perjalanan sangat panjang untuk diakui dunia adalah Elang Jawa. Elang Jawa ini termasuk elang gunung, dan tidak begitu saja diakui keberadaannya. Semula elang ini dianggap sebagai keluarga elang brontok. Tapi setelah diteliti sejak tahun 1820, yang melibatkan dua ahli burung bangsa Belanda yaitu Van Hasselt dan Kuhl, kemudian seorang ahli burung bangsa Jerman yaitu O.Fissh dan seorang kolektor dan ahli burung Max Bartels maka akhirnya pada tahun 1924 Prof. Stresemann memberi nama mereka sebagai Spizaetus nipalensis bartelsi. Bayangkan, hampir seratus tahun untuk mendapatkan sebuah nama !

Tapi ternyata urusan nama tidak segampang itu, karena pada saat itu ia masih dianggap sebagai keluarga nipalensis. Masih ikut keluarga elang lain. Dan akhirnya….* ini betul-betul terakhir * pada tahun 1953 atas usulan D. Amadon untuk menaikkan peringkatnya dan mendudukkannya ke dalam jenis yang tersendiri, maka si Elang Jawa yang digolongkan sebagai elang gunung mendapat nama sendiri, yaitu Spizaetus bartelsi. Nama akhir bartelsi itu adalah salah satu penghormatan kepada Max Bartels .

Begitulah …betapa panjangnya urusan nama untuk seekor elang…!!!



Cerita elang tidak berhenti sampai di situ.

Konon si Elang ini pun menginspirasi para cerdik cendekia dan para petinggi di berbagai belahan dunia . Keanggunannya di angkasa. Keberaniannya, kejeliannya, kecepatan dan kecekatannya tidak sekedar mempesona, tetapi juga menjadi semacam lambang keberanian dan kekuatan. Ungkapan seperti gagah seperti elang, menjadikan elang sebagai ikon kepemimpinan. Bahkan sejak lama kita ketahui, bahwa elang sering dijadikan simbol kekuatan dan kekuasaan. Raja-raja jaman dahulu banyak yang memelihara elang, tidak sekedar sebagai hiasan, namun sebagai petunjuk jalan bila mereka mengadakan perlawatan.

Walaupun elang bukan termasuk burung migrasi, tetapi kemampuannya untuk menguasai teritori yang luas membuatnya menjadi semacam indikator mengenai suatu wilayah tertentu. Ia juga termasuk golongan ‘pejabat tinggi’, karena selalu tinggal di puncak-puncak pohon yang tinggi di atas gunung – yang kalau bisa paling tinggi pula. Mereka memang termasuk kelompok eksklusif dan penyendiri, mirip pertapa yang mengamati situasi dari kejauhan. Namun di sisi lain, ia pun merupakan petarung yang hebat. Elang akan mempertahankan teritorinya bila ada musuh yang menyerang. Bahkan pada jaman dahulu, elang yang telah dilatih oleh kerajaan akan membela tuannya hingga titik darah penghabisan bila ia melihat tuannya terancam.

Barangkali, karena alasan-alasan fisik maupun filosofis itulah burung garuda yang menjadi simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia diambil dari perwujudan burung elang gunung atau elang jawa.

Memang benar. Burung garuda, yang selama ini menjadi simbol kemerdekaan dan kekuatan bangsa Indonesia adalah elang Jawa. Ia tidak sekedar menjadi mitos, tetapi telah menjadi lambang persatuan Negara dan bangsa Indonesia. Dan sekarang, karena kelangkaan elang yang tergusur habitatnya, maka sejak tahun 1992 elang jawa dimasukkan ke dalam kelompok satwa langka. Artinya elang jawa ini dilindungi oleh undang-undang, dan tidak diijinkan untuk dipelihara secara pribadi, kecuali untuk tujuan penelitian.



Mengenang elang yang terbang di kawasan Puncak , membuat saya termenung.

Hanya seekor elang . Tapi kehadirannya mampu mempersatukan sebuah bangsa dalam satu Negara. Dalam kesunyiannya, seekor elang jawa yang gagah telah menjadi garuda. Dan ia mampu menjadi sebuah simbol Negara yang merdeka, yang berdaulat dan diakui keberadaannya oleh dunia.

Seandainya kita dapat belajar dari seekor elang. Yang tidak hanya berani terbang melayang dan menyambar tikus serta anak ayam, tetapi juga mengusung angin dan menjaga lingkungan agar tetap terjaga eksistensinya…

Semoga….!!

Jakarta, 7 Oktober 2011
Salam hangat,

Ietje S. Guntur

Special note :
Terima kasih untuk Pa tersayang, yang telah mengajarkan kehidupan elang kepadaku…dan untuk teman-teman masa kecil yang telah bersama-sama menikmati hidup bersama elang…Terima kasih juga kepada my Pangeran Remote Control yang telah membawa aku dalam perjalanan menelusuri jejak elang…I love U allz…

♥♥
Ide :
1. Burung elang di daerah Puncak Pass…semakin langka.
2. Hari ini aku melihatnya berputar-putar di atas perkebunan teh Gunung Mas.
3. Apa fungsi elang bagi kehidupan kita dan ekologi ?

Selasa, 04 Oktober 2011

Art-Living Sos 2011 (A-9 Nyanyi Rindu Pohon Randu

Dear Allz….

Hehehe…belum menyapa, saya sudah nyengir duluan…Kebiasaan yang sulit dihilangkan niiih….Aaaah, mau Tanya-tanya dulu aja , ya : Apa kabar semua teman dan sahabatku ?

Semogaaaa…di hari baik dan bulan baik ini, semua teman dan sahabatku dalam keadaan yang sehat-sehat dan ceria. Sehat dan ceria itu kan artinya sehat lahir batin. Tidak hanya sehat di luar, sehat fisiknya, hatinya juga riang gembira….Kata para ahli, hati yang gembira membuat kita sehat dan awet muda. Percaya khaaan ? Jadi memang sebaiknya, kita berusaha untuk selalu gembira…paling tidak ya, tersenyumlah kepada saya…

Eeeeh, lama juga ya kita nggak ngobrol-ngobrol ? Seminggu…dua minggu…waaah, hampir sebulan saya tidak mengudara. Nggak usah pakai maklum-maklum deh…sudah ketahuan alasannya…hehehe. Alasan si kaki seribu yang suka pergi kemana saja…mengikuti arah angin…Hmmh…asalkan arah anginnya tetap terarah, tidak asal jalan dan asal terbang kian kemari…Seperti serat pohon randu yang diterbangkan angin…

Ahaaaa….mumpung ngomong tentang serat pohon…eh, maksud saya serat buah randu. Sudah pernah tahu ? Itu lhooo…si kapuk yang jadi teman tidur kita, pengisi bantal dan pengantar ke alam mimpi. Si kapuk randu ini punya banyak cerita, yang barangkali terlewatkan oleh kita. Kali ini, boleh saya sampaikan cerita tentang sebatang pohon randu ?

Kalau boleh….mariiiiiii…kita duduk-duduk dulu…santai dulu…sambil menunggu waktu bergulir. Sambil menunggu akhir pekan yang sudah di depan mata. Beginilah ceritanya….hehe…

Selamat menikmati…semoga berkenan….


Jakarta, 29 September 2011
Salam hangat,


Ietje S. Guntur



♥♥♥


Art-Living Sos 2011 (A-9
Thursday, September 29, 2011
Start : 9/29/2011 3:22:12 PM
Finish : 9/29/2011 4:57:39 PM


NYANYI RINDU POHON RANDU…


Saya sedang berlibur. Eeeh…tepatnya sedang bertugas, sambil menikmati suasana…Mirip liburan. Biasa begitu…sambil menyelam minum air…hehe… Menikmati kebersamaan dengan sahabat-sahabat saya. Sambil menjalankan tugas, kami pun dapat bersantai menikmati suasana dari atas bukit. Maklum tempatnya juga asyik untuk berlibur. Namanya Bukit Randu, di Lampung.

Sesuai dengan namanya, lokasi tempat saya dan sahabat-sahabat saya menginap memang merupakan kawasan yang banyak pohon randu. Pohon yang tinggi menjulang, dengan buah-buah yang bergantung seperti lampu hias berwarna kehijauan. Di bulan Agustus seperti ini, pohon randu atau dikenal juga dengan sebutan pohon kapuk, memang sedang musim buah. Tapi berbeda dengan pohon lain yang enak dimakan buahnya, justru pohon randu ini lebih bermanfaat serat buahnya untuk pengisi kasur dan bantal.

Entah kenapa, setiap kali melihat pohon randu, dengan buah-buahnya yang rapi berjejer di dahan dan rantingnya, saya selalu merasa terharu. Pohon yang tampak kokoh, tidak banyak berhias daun. Sekilas tampak gersang, namun selalu dipenuhi dengan buah yang bermanfaat. Angan saya pun melayang…melewati lembah dan bukit…melewati puncak bukit Randu yang temaram di dalam pelukan malam….




Ingat pohon randu, saya jadi ingat ketika pertama kali melihat buah randu pecah dan seratnya bertebaran seperti salju. Sebagai anak yang dibesarkan di Sumatra saya nyaris tidak pernah memperhatikan kehadiran pohon randu di sekitar saya. Maklum, di Sumatra terlalu sering musim hujan, sehingga buah kapuk selalu tampak hijau, tapi tidak menarik untuk dipetik. Bagi saya, dan sebagian besar anak-anak pada masa itu, pohon yang menarik adalah pohon yang bisa dipanjat dan dipetik buahnya. Pohon randu ? Apanya yang mau dipanjat ? Buah apanya yang mau dipetik ?

Ketika liburan sekolah saat masih SD, kami berkunjung ke kampung halaman ayah saya di Jawa . Saat itu bulan Agustus, dan sedang terik-teriknya cuaca di sebagian besar pulau Jawa. Saya melihat ada sebatang pohon yang tinggi sekali. Dan tiba-tiba ketika angin bertiup, buahnya seperti meledak…lalu serat kapuk itu bertaburan. “ Itu pohon randu. Pohon kapuk ! Yang isinya untuk bantal di rumah,” kata ibu saya menjelaskan, melihat saya terheran-heran.

Betul. Saat itu saya hanya terpana. Kagum. Belum pernah saya melihat pohon kapuk yang berbuah dan pecah seperti ini . Dalam hitungan detik, saya tersadar. Terbakar oleh kegembiraan. Lalu bersama dengan anak-anak kecil lainnya, kami berlarian mengejar serat-serat kapuk yang beterbangan kian kemari . Rasanya sangat senang ketika serat kapuk mendekat, lalu ketika hampir mencapai ketinggian yang terjangkau, ditiup lagi dengan sekuat tenaga….Serat kapuk akan terbang lagi semakin tinggi…dan kami tidak bosan mengejarnya sampai kelelahan sendiri…hehehe…

Begitulah…masa libur saya di Jawa, dan di sudut-sudut kota Jakarta yang kala itu masih mirip dengan kampung besar hampir setiap hari saya isi bersama teman-teman sebaya, sambil berkejar-kejaran dengan kapuk yang beterbangan. Saat itu juga saya baru tahu, bahwa kapuk yang setiap malam menemani saya tidur di dalam buntalan kasur dan bantal serta guling berasal dari buah pohon randu.



Memang kapuk, atau randu yang nama kerennya Ceiba pentandra adalah bahan utama pengisi kasur atau tilam untuk tidur. Kapuk ini memang tanaman tropis, dan berasal dari Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Karibia. Mungkin kedatangannya ke Indonesia juga berkat perjalanan para penjelajah samudra, yang kemudian mengembangkannya di Nusantara.

Seratnya yang empuk dan dapat menahan berat tubuh serta mengalirkan udara di antara tumpukan seratnya membuat kapuk menjadi pilihan utama yang cukup aman dan nyaman dibandingkan dengan bahan sintetis. Kapuk ini dapat bertahan cukup lama sebelum dia menjadi dingin atau mengeras. Biasanya, untuk membuat kasur dan bantal kapuk menjadi empuk dan gembur, maka kita harus sering menjemurnya di bawah sorotan panas matahari. Setelah kapuk di dalam buntalan atau sarung kasur menjadi kering, maka udara akan mengalir lagi di sela-selanya, dan kasur pun empuk kembali.

Jadi ingat juga niiiiih….duluuuu banget, jaman saya SMP dan SMA, tugas menjemur kasur setiap minggu adalah tugas saya. Kadang dibantu oleh salah seorang adik saya. Entah karena saya kelebihan tenaga, atau karena memang jatah anak sulung…( hahaha)…ayah saya selalu menyuruh saya mengangkut kasur kapuk itu untuk dijejer di halaman dan dijemur. Lalu…sambil menunggu kapuk mengering, maka kami akan memeriksa celah-celah jahitan buntelan atau sarung kasur. Biasanya di situ suka bersarang kepinding atau tumbila, yang mirip kutu, dan kadang iseng menggigiti manusia.

Sambil menjemur kami juga harus menebah-nebah kasur. Dipukuli dengan tebah terbuat dari jalinan rotan yang mirip dengan raket bulutangkis. Tujuannya agar debu yang melekat dan segala mahluk penghuni kasur akan pergi…hehe…Selain itu tentu agar kasur menjadi empuk. Memang…setelah dijemur dan dipukuli, malamnya saya akan tidur lebih nyenyak. Dengan kasur lembut dan hangat. Dan tentu saja…dengan mimpi yang lebih berwarna…hmh….

Dipikir-pikir, lucu juga yaaaa…rekreasi hari libur kok menjemur dan memukuli kasur kapuk…hahahaha…



Ngomong-ngomong tentang pohon randu , memang sekilas pohon ini biasa saja. Bukan pohon idaman produktif yang bisa diambil kayunya , semisal pohon jati atau kayu yang dapat dimanfaatkan untuk rumah dan perabotan lainnya . Atau seperti pohon beringin rindang yang sering menjadi tempat berteduh.

Pohon randu yang nyaris gersang, dan berdaun agak jarang, membuat dia hanya ditanam untuk dipanen sekali setahun. Sebagai pengisi kasur dan bahan pelapis lainnya. Baru belakangan, setelah diketahui manfaatnya, dia mulai ditanam secara komersial dan menjadi komoditi andalan untuk meningkatkan ekonomi. Di beberapa daerah di Jawa, kapuk merupakan salah satu penyumbang ekonomi bagi perkembangan daerah. Sehingga namanya pun dikenal sebagai kapuk Jawa.

Khusus di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, para petani sering memanfaatkan siklus pohon randu sebagai penanda musim. Yaitu musim tanam dan musim panen. Biasanya di bulan-bulan Januari-Maret pohon randu akan mulai berdaun hijau, karena dia banyak menyerap air dari musim hujan. Para petani yang mengamatinya akan mulai bercocok tanam, terutama padi mengikuti siklus daun pohon randu ini.

Dan ketika pohon randu mulai merontokkan daun-daunnya, saat buahnya mulai matang, maka pada saat itulah petani akan memanen hasil sawahnya. Musim panen biasanya dilakukan pada bulan Juli sampai September atau awal Oktober, pada saat kemarau, di mana matahari sedang memancar dengan teriknya .

Berabad-abad kebiasaan mengikuti siklus randu ini membuat para petani di Jawa juga menanam pohon randu di halaman rumahnya, atau di tegalan sawahnya. Bahkan hingga saat ini, ketika musim sudah berubah-ubah, dan jenis padi yang ditanam tidak membutuhkan waktu panjang, para petani masih bersahabat dengan pohon randu. Unik juga, ya…



Bertahun kemudian, selama tinggal di Jakarta, saya masih suka mengamati pohon randu. Memang sekarang jumlahnya tidak sebanyak bertahun-tahun lalu. Pohon randu dan banyak pohon lainnya harus berebut tempat dengan perumahan penduduk. Tapi seringkali, di sela-sela rumah yang berhimpitan, tampak sebatang pohon randu menjulang, dan sesekali melepaskan serat kapuknya yang mirip salju. Dan di antara ranting-rantingnya biasanya burung-burung akan berkicau riang, sambil mematuk ulat-ulat pohon randu yang konon cukup lezat cita rasanya…

Ahaaa…Barangkali juga, karena bentuknya yang gersang itu, pohon randu atau kapuk justru banyak member ilham bagi seniman. Banyak puisi dan lagu yang menceritakan tentang pohon randu ini. Kadang-kadang sisi jiwa seni saya pun tergerak melihat pohon randu. Entah mengapa, kegersangan pohon randu terkadang membuat hati tergelitik. Seperti melihat seseorang yang sedang kesepian di tengah keramaian. Aaachh…romantis sekali…

Itu sebabnya juga saya sering merasa sedih bila melihat pohon randu ditebang tanpa alasan yang jelas. Mungkin dia memang tidak produktif. Tapi saya yakin burung-burung masih suka bertengger dan bernyanyi di dahannya sambil mematuk-matuk ulat yang menjadi makanannya.

Seperti saat ini, ketika melihat sebatang pohon randu di Jakarta Selatan, yang ditebang dengan semena-mena. Hati saya rasanya teriris. Ingat burung-burung yang bernyanyi riang. Ingat petani yang mengandalkan siklus randu untuk penanda musim , ingat keceriaan masa kanak-kanak ketika berlarian mengejar serat-serat buahnya…oooh…

Menatap pohon randu yang telah rebah, hati saya pun tergugah. Usia perjalanannya memang telah usai. Tapi selama dia berdiri gagah di sana, dia telah memberikan kehidupan banyak sekali kepada mahluk lain di sekitarnya. Bahkan ketika dia telah menjadi potongan kayu-kayu kecil, ia masih kuat untuk dibuat pagar atau bahan bakar untuk masak.

Saya termenung. Sebatang pohon randu yang biasa-biasa saja telah memberi hidupnya dengan banyak manfaat. Sekarang…apa yang sudah kita berikan kepada kehidupan ini ? Apakah kita sudah memberikan kegembiraan kepada lingkungan kita ? Apakah kita sudah menjadi panutan bagi sekitar kita ? Apakah kita cukup kuat untuk menjadi pelindung dan pagar bagi orang yang kita sayangi dan kita cintai ???...

Aaaah…semoga saja…Ada ilmu yang dapat kita pelajari dari sebatang pohon randu yang bernyanyi rindu…


Jakarta, 29 September 2011

Salam hangat,


Ietje S. Guntur


Special note :
Terima kasih untuk sahabat perjalananku…mb Irma dan Mey…Ingat saat yang lucu di Bukit Randu, ya….hehehehe…sangat inspiratif……Terima kasih juga untuk sebatang pohon randu di Senayan, yang menjadi inspirasi tulisan ini…

Senin, 19 September 2011

Arti sebuah Blog...

Jakarta, 19 September 2011

Sudah lama saya tidak membuka-buka blog yang satu ini...Padahal dulu hampir setiap minggu saya posting satu atau dua artikel...Catatan perjalanan hidup yang saya alami setiap hari. Rasanya kalau tidak menulis sehari, seperti ada yang hilang.

Belakangan, karena adanya jejaring sosial yang lain, yang real time dapat dilihat dan dikomentari oleh teman-teman, saya pun agak mengabaikan blog yang satu ini. Padahal bila saya runut ke belakang, justru dengan adanya beberapa blog sebelumnya, saya jadi semangat menulis.

Blog tidak sekedar tempat mencurahkan isi hati dan pikiran saya. Blog juga tempat saya belajar, dan mencari informasi yang terkait dengan minat saya pada satu saat. Beruntung sekali, saya masih mengalami jaman blog-blog seperti sekarang, sehingga banyak buah pikiran saya yang bisa tertuang dan 'moga-moga' bermanfaat untuk orang lain.

Saya bayangkan, seandainya ibu saya yang luar biasa kreatif sudah mengenal blog. Barangkali beliau akan menulis semua resep masakan yang dikuasainya dan telah diujicobanya. Barangkali beliau juga akan menuliskan pengalamannya yang unik dan luar biasa setelah melewati banyak jaman semasa hidupnya. Pasti akan banyak sekali orang yang belajar dari pengalaman beliau, seperti saya.

Sekarang giliran saya yang menulis. Saya tidak terlalu bisa memasak. Tapi dengan pengalaman yang sedikit itu saya berhasil menulis di blog, My Lovely Kitchen...yang niatnya akan diisi dengan banyak resep karangan dan percobaan sendiri...

Pokoknya dengan blog, saya bisa menulis apa yang terlintas di kepala saya. Apa ide yang muncrat dari benak saya. Bahkan, saya juga bisa mempublikasikan beberapa foto hasil jepretan kamera saku saya...hehe..Bersyukur...saya masih punya kesempatan untuk itu.

Di malam hari Senin yang agak dingin ini saya duduk diam...membaca banyak tulisan saya di blog ini...Alhamdulillah...ada jejak yang barangkali akan saya tinggalkan untuk dinikmati oleh banyak orang. Eeeh, saya tidak mau kemana-mana...tapi mana tahu, suatu hari nanti toh semua orang akan pergi ke sana...Siapa yang duluan, dialah yang meninggalkan jejak...Dan jejak para blogger, ada di dalam blog yang akan 'abadi', selama provider dan sistemnya masih mendukung. Oya...dua blog saya terdahulu ada yang sempat lenyap ...yaitu 360 yahoo, yang merupakan blog pertama saya, yang memuat banyak sekali artikel saya. Dan yang satu lagi adalah friendster, yang sekarang sudah nyaris ditinggalkan oleh pengisinya...hiiikss...

Tidak apa. Ada musim, ada jaman. Dan semoga saja di lain kesempatan masih ada tulisan dan ide saya yang bisa mengalir di blog ini...

Salam hangaaattt,

Ietje

Sabtu, 27 Agustus 2011

Art-Living Sos 2011 (A-8 Sirsak...si Kantung Asam

Dear Allz…

Apa kabaaarrr…teman dan sahabat-sahabatku ??? Sehat-sehat khaaannn ? Menjelang akhir bulan Ramadhan ini memang semakin banyak godaan…Selain godaan kesehatan yang boleh jadi menurun, juga godaan belanja yang memajang diskon besar-besaran…hehe…

Apakah teman dan sahabatku saat ini sedang menikmati liburan ? Atau justru sedang jungkir balik menikmati rumah yang ditinggal mudik oleh asisten rumah ? Atau teman dan sahabatku juga sedang dalam perjalanan mudik ke kampung halaman ? Di mana pun sahabatku berada…saya hanya dapat berdoa, semoga selamat di perjalanan hingga tiba di tempat tujuan…

Yang penting, jaga kesehatan. Bagi yang menjalankan ibadah puasa, tetaplah jaga diri dengan makanan dan minuman yang bergizi. Jangan mudah tergoda dengan makanan yang justru dapat menurunkan daya tahan tubuh. Salah satu yang paling penting adalah tetap mengkonsumsi buah-buahan segar, agar tubuh kita tetap fit pada saat merayakan hari kemenangan beberapa saat lagi.

Naaaah, mumpung kita ngobrol tentang kesehatan dan buah-buahan…saya mau cerita sedikit tentang si Kantung Asam yang hebat…Haaa ??? Kantung asam ? Apalagi itu ? Ayooo tebaaaakkkkk…!!! Buah apakah itu gerangan ??? hihiiiii….

Daripada penasaran…saya sajikan saja buah ini kehadapan teman dan sahabatku. Mana tahu, nanti juga menjadi inspirasi untuk menu berbuka puasa….Silakaaaan…selamat menikmati…..

Semoga berkenan…


Pojok Bintaro, 27 Agustus 2011
Salam hangat,


Ietje S. Guntur


♥♥♥
Art-Living Sos 2011 (A-8
Rabu, 24 Agustus 2011
Start : 8/24/2011 11:52:18 AM
Finish : 8/27/2011 9:58:41 AM



SIRSAK …SI KANTUNG ASAM…

Hari libur. Hari bersantai. Setelah beberes rumah, termasuk menata ulang koleksi buku yang semakin merambah setiap sudut kamar, saya pun berleha-leha. Selonjoran di sofa, yang sudah semakin kehilangan keempukan bantalannya….tapi tetap nikmat untuk merebahkan diri dan mencari inspirasi.
Tiba-tiba Pangeran Remote Control mengajak saya ke luar. “ Jalan-jalan, yuk…Bosan nih di rumah .”
“ Adduuuhh…lagi pengen selonjoran !” sambut saya , kurang antusias. Begini niiih…giliran kita pengen selonjor, beliau pengen mengukur jalan…hiikss…
“ Lihat-lihat toko bangunan. Ada yang mau dibeli.” Bujuknya lagi. Waah, toko bangunan ? Mau beli apa, ya ? Otak saya langsung berputar cepat. Mengidentifikasi keperluan di rumah.
“ Oke deeeh…kayaknya ember cucian juga mesti ditambah. Yang lama sudah ada yang pecah. Sama mau nambah stok lampu. Yang di luar sudah mulai pudar cahayanya.” Sambut saya. Sekali ini dengan antusias. Begitulah…kalau urusan keperluan rumah, semangat saya langsung bangkit... Dan dalam sekejap saya melompat. Bersiap-siap…lalu dengan gesit mengikuti Sang Pangeran…hihiii…



Puas belanja, kami pun mampir di sebuah restoran yang terdapat di lingkungan pertokoan itu. Tanpa terasa, tadi lebih dari dua jam berkeliling , pegang ini itu…dan akhirnya menyisakan kaki yang pegal dan tenggorokan yang terasa haus.
“ Mau pesan minum dulu, ach…!” usul Pangeran sambil mengambil daftar menu. “ Aku pesan jus sirsak !”
“ Hmh…aku jus apa, ya ?” saya masih berpikir-pikir. Jus sirsak atau jus semangka ?
“ Udah, samakan saja,” bujuk Pangeran lagi. Saya menggeleng. Di siang hari bolong dengan rasa haus yang menyengat ini saya butuh sesuatu yang lebih kuat. Dan akhirnya saya memilih jus campur-campur…terdiri dari 3 jenis buah-buahan…termasuk si Sirsak tadi…hehe…yang konon katanya dapat mengembalikan stamina seketika.
Tidak lama pesanan pun datang. Pangeran menyeruput jus sirsak kegemarannya, dan saya menikmati jus 3 rasa yang segar dan nikmat… hmmh…nyam-nyam…Masing-masing tenggelam di dalam pilihannya. Dan sejenak melupakan kelelahan kaki yang pegal setelah menyusuri toko begitu lama.



Ngomong-ngomong soal jus sirsak, sebetulnya duluuuuu sekali itu adalah kegemaran saya. Bukan hanya jus, tapi buah sirsak yang dipetik langsung dari pohon, bisa saya makan dengan santai. Hanya dengan merobek kulitnya yang menggerutul dan tidak mulus dengan hiasan duri-duri halus yang lunak. Lalu menarik isinya yang putih dan berasa asam manis segar. Buah itu dimakan begitu saja, dengan sedikit rasa getah yang masih melekat.
Saya ingat, semasa masih tinggal di Medan, di halaman rumah kami ada beberapa batang pohon sirsak yang buahnya sangat lebat. Tidak pernah berhenti berbuah sepanjang tahun. Bahkan saking lebatnya, buah itu sampai hampir menyentuh tanah. Begitu mudahnya berbuah, sehingga kami selalu panen buah sirsak hampir setiap hari. Dan ibu saya yang kreatif pun sering mengolahnya menjadi minuman yang segar dan lezat cita rasanya.
Setiap tamu yang datang, bila ada buah yang matang, akan disuguhi jus sirsak. Mereka biasanya sangat senang, karena rasa dan aromanya sangat menyegarkan. Tidak jarang mereka meminta tambahan…karena mereka tahu di pohon masih banyak yang bergantungan.
Tak hanya untuk tamu di rumah. Ketika saya merayakan ulangtahun di sekolah TK , ibu saya membawakan sirup sirsak buatan sendiri. Pada saat itu saya merasa sangat aneh, karena biasanya sirup yang terkenal di Medan adalah sirup buah markisa. Tetapi teman-teman saya sekelas, yang belum pernah merasakan sirup sirsak berebutan dengan hebohnya… Olalaaa…..Ternyata sirup sirsak buatan ibu saya memang luar biasa…
Kadang-kadang…bila sedang rajin dan ada waktu, ibu saya juga membuat selai dan dodol dari buah sirsak ini. Kata ibu saya, dari pada ngemil permen yang hanya berisi gula, lebih baik makan dodol sirsak…Padahal sih, saat itu saya kurang doyan dengan dodol yang berasa asam manis itu. Lebih enak permen gula kelapa yang manis gurih…hahaha…dasar anak-anak…
Ketika saya melanjutkan kuliah ke Bandung, ada saat-saat saya merindukan buah sirsak yang segar dan harum, langsung dipetik dari pohonnya. Tapi apa boleh buat, di sini tidak ada tetangga yang memiliki pohon sirsak seperti di rumah kami . Saya ingat, pernah bilang begini ke Budhe saya ,” Di mana ya, bisa minta buah sirsak ?”
Budhe saya, kala itu melihat wajah saya dengan heran. “ Minta buah sirsak ? Mana ada. Ya, beli saja di pasar .”
Saya sempat heran. Kok buah sirsak dijual di pasar ? Dulu, begitu berlimpah buah sirsak di halaman rumah saya atau rumah tetangga , sehingga siapa pun yang menginginkannya boleh memetiknya sendiri. Sesuai dengan keperluannya. Sekarang saya harus membeli di pasar ? Alamaaakk… sedihnya… Bukan hanya soal membeli, tapi juga kondisi buahnya kadang sudah layu dan tidak segar lagi…uuuh…



Berbicara mengenai buah sirsak ini , sebetulnya buah ini bukan asli Indonesia. Dia berasal dari Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Buah sirsak yang berasal dari kata zuurzak alias kantung asam – dalam bahasa Belanda, diimport oleh pemerintah Hindia Belanda ke Nusantara sekitar abad 19. Itu juga sebabnya buah sirsak ini atau nama latinnya Annona muricata L dikenal masyarakat dengan sebutan buah nangka Belanda atau durian Belanda.
Kecocokan lahan dan cuaca membuat tanaman import ini mudah disebarkan di seluruh Nusantara. Sehingga di berbagai daerah pun buah ini beradaptasi dengan nama-nama seperti nangka sebrang, nangka landa (Jawa), nangka walanda , sirsak (Sunda), nangka buris (Madura), srikaya jawa (Bali), deureuyan belanda (Aceh), durio ulondro (Nias), durian betawi (Minangkabau), serta jambu landa (di Lampung).
Selain di tanam di halaman rumah, buah sirsak ini juga dapat ditanam secara komersil untuk diambil buahnya. Tinggi pohonnya yang dapat menjulang hingga 7-9 meter membuat tanaman ini juga cocok sebagai tanaman pelindung. Konon pohon sirsak bisa berbuah cukup lama hingga 15-20 tahun. Dan ternyata, dari pembentukannya buah sirsak bukan buah sebenarnya, alias kumpulan buah-buah ( buah agregat) dengan biji tunggal yang saling berhimpitan dan kehilangan batas antar buah. Dalam bahasa modern sekarang barangkali bisa juga disebut buah apartemen…alias satu gedung banyak kamar…huehehe...* Mengarang Mode On *..
Karena rasanya memang segar dan maknyus, dan belakangan juga diyakini memiliki banyak khasiat untuk kesehatan, maka buah yang tadinya terhampar begitu saja di halaman rumah saya sudah naik kasta menjadi minuman yang bergengsi. Tidak hanya di warung dan restoran, tetapi sudah tersedia juga di hotel-hotel berbintang dengan nama keren Soursop Juice.
Sssttt…bukan hanya rasa segar saja yang membuat si Kantung Asam ini naik kelas… Buah sirsak mengandung banyak karbohidrat, terutama fruktosa. Kandungan gizi lainnya adalah vitamin C, vitamin B1 dan vitamin B2 yang cukup banyak. Bahkan bijinya yang beracun dapat digunakan sebagai insektisida alami, sebagaimana biji srikaya. Naah…hebat khan ?
Daunnya ? Itu pun sangat bermanfaat. Akhir-akhir ini cukup santer diberitakan bahwa daun sirsak dapat menjadi obat anti kanker. Dan secara empiris sudah cukup banyak bukti yang akurat…Wooww…!! Pantesan saja, sekarang si Soursop alias Kantung Asam ini jadi inceran. Dia pun tidak lagi dipandang sebelah mata. Tidak bisa lagi bisa diminta dengan suka rela ke rumah tetangga…hmmh…



Melihat sisa jus sirsak di gelas Pangeran Remote Control , saya merenung.
Si Kantung Asam alias buah Sirsak hanya buah sederhana yang bisa tumbuh di mana saja di Indonesia. Dia tidak manja dan tidak butuh perlakuan khusus. Dia pun tidak repot-repot menunggu musim seperti banyak saudaranya yang menjadi buah musiman. Tapi khasiat yang dibawanya sangat luar biasa…dan sangat banyak manfaatnya…
Barangkali kita bisa belajar dari guru kehidupan ini. Si Kantung Asam asal mancanegara yang membumi dengan selera Nusantara. Tak hanya itu, dia pun memberi harapan bagi banyak penderita penyakit mematikan semacam kanker.
Dia luar biasa…tapi toh tetap sederhana. Tetap buah sirsak yang kulitnya tidak mulus. Tetap buah sirsak yang rajin berbuah dan tak putus memberi hasil sepanjang tahun.
Seandainya saja…kita memiliki ilmu seperti ilmu sirsak, ilmu si Kantung Asam…yang dapat bermanfaat setiap hari, setiap saat, dari segenap tubuh dan intisarinya…Yang rela memberikan tanpa pamrih dan berharap untuk kembali lagi…
Semoga saja…

Jakarta, 27 Agustus 2011
Salam hangaaat,

Ietje S. Guntur

Special note :
Terima kasih untuk Ma tercinta…ilmu sirsak yang dulu Mama berikan ternyata mengalir hingga saat ini…Maafkan aku, karena pernah marah-marah disuruh minum jus sirsak setiap kali kena pilek atau flu…hehe…* Dulu bosaaan banget !*…Terima kasih juga untuk sahabat-sahabat kecilku di Medan dulu…Anton, Tiar, Donty, Pendi, Agus, Len, Ana, Yul…yang menyantap sirsak seperti menyantap kue…Pantesan kita dulu tahan bantingan, ya…ternyata kita sudah dilindungi oleh vitamin dari buah yang luar biasa..:D

Rabu, 24 Agustus 2011

Art-Quote Wall 2011 ( Inspirasi harian - 24 Ags 2011

Sumber : FB Wall – Ietje S. Guntur


Wednesday, August 24, 2011
...MULUT manusia hanya SATU...melaluinya MASUK makanan dan minuman, dan melaluinya pula KELUAR kata-kata....Oleh sebab itu pilihlah MAKANAN dan MINUMAN yang akan menghasilkan KATA-KATA yang BAIK dan BERMANFAAT...* ...inspirasi sahur mode on ...untuk kajian Food Psychology *

Wednesday, August 24, 2011
...tidak ada satu ilmu, ajaran, atau faham yang dapat MELURUSKAN atau MENYESATKAN kita...KECUALI...hati, pikiran, dan iman kita MENGHENDAKI dan MENYETUJUINYA....* Kiat belajar-mengajar Dotcom *

Wednesday, August 24, 2011
...ketika kita membuka JENDELA HATI dan PIKIRAN maka dunia ini akan tampak LUAS dari berbagai sudut pandang...Siapa yang berani beralih dari zona nyaman ( comfort zone) ke dunia yang penuh dinamika , dialah yang memperoleh KEHIDUPAN yang sebenarnya...:)....* Jangan takut memiliki pendapat sendiri, jangan kuatir mengekspresikan diri...*


Wednesday, August 24, 2011
...ANAK-ANAK lebih suka MELIHAT daripada MENDENGAR !!...karena dengan MELIHAT mereka lebih MUDAH MENIRU dan BELAJAR...:)...Jadi jangan sering-sering mengomeli anak...lebih baik berikan contoh perilaku yang diharapkan...*...belajar dari si Cantiq tersayang...*

Sabtu, 06 Agustus 2011

Art-Living Sos 2011 (A-7 Cangkir Kehidupan

Dear Allz....

Apa kabaaaarrr , teman dan sahabatku semua ??? Hmhh...menjelang akhir pekan niiih...semoga semua sehat-sehat dan ceria yaaa...Saya sendiri, alhamdulillah juga sehat-sehat dan ceria...Maklum...kalau sudah manggung sejenak, rasanya energi naik lagi...Begitulah...Kalau sebagian orang mengalami demam panggung karena naik ke panggung, sebaliknya saya mengalami demam panggung kalau tidak naik ke panggung...hihiiiii....narsis abis deechh...

Beberapa hari meninggalkan Jakarta, ya demi memuaskan hasrat manggung itu, saya jadi kangen dengan suasana ibukota yang nyaris tidak pernah tidak macet. Nyaris tidak pernah tidak heboh. Memang bagi sebagian orang menyebalkan dan membuat stres...tapi bagi sebagian orang lain justru stres ini diperlukan untuk meraih sukses...hehe...

Banyak hal yang bisa dinikmati di tengah kemacetan...banyak hal pula bisa direnungkann di tengah keheningan. Seperti saya saat ini, ketika dengan tenang dapat menikmati aliran sungai Batanghari yang mengalir pelan sambil menyesap secangkir kopi Jambi....accchhh...

Mumpung saya sedang menikmati secangkir kopi...mumpung inspirasi sedang mengalir tenang...saya jadi ingin berbagi cerita tentang cangkir. Mau khaaann...???

Oke deeeh....menjelang akhir pekan ini saya kirimkan Cangkir-cangkir Kehidupan untuk teman dan sahabatku di mana pun berada....Semoga berkenan...

Jambi, 21 Juli 2011

Salam sayang,


Ietje S. Guntur

- Dari tepian Sungai Batanghari....



♥♥♥


Art-Living Sos 2011 (A-7
Start : 20 Juli 2011-07-20
Start : 20/07/2011 10:09:2
Finish : 20/07/2011 11:49:44
Jambi, Rabu, 20 Juli 2011



CANGKIR-CANGKIR KEHIDUPAN...


Hari Jum’at. Akhir pekan. Hari macet luar biasaaaaaa....di Jakarta. Hehe...malahan kalau tidak macet, orang-orang akan bertanya ,” Ada apa nih ? Kok lancar ? Kok nggak macet ?”...halaaah...

Ini dia niiiih...kebiasaan yang terjadi di lingkungan, akhirnya dianggap sebagai suatu kelaziman. Kemacetan adalah suatu kebiasaan yang diterima dengan ‘tangan terbuka’, walaupun dalam hati mengomel juga...hehe... Kemacetan diterima dengan keterpaksaan, tetapi akhirnya dianggap sebagai suatu nilai tambah. Tambah kesal, tambah repot...dan ujung-ujungnya....tambah sabaaar...Semogaaaa....

Eeeh, kenapa saya jadi cerita tentang macet, ya ? Uuuuhh...jadi curcol niiih...curhat colongan...mencurahkan isi hati...Abiiiiis...dari tadi sudah terjebak macet, dan berkubang di antara kendaraan-kendaraan yang sama-sama tekun dalam barisan yang berderet panjang. Dan akhirnyaa...saya pun memutuskan untuk berhenti. Mampir di sebuah pusat perbelanjaan, yang ada warung kopinya...eheeemm... Untung tadi sempat mengirim SMS kepada seorang sahabat yang juga terjebak macet di jalan. Jadi saat ini kami pun sama-sama memilih untuk berhenti sejenak, sambil meluruskan kaki.

Duduk di warung kopi, yang nama kerennya sekarang adalah kafe, membuat saya merasa nyaman dan sejenak melupakan detik-detik kemacetan yang tadi saya alami. Konon katanya, secangkir teh atau kopi bisa menggelontor emosi yang tadi agak meluap. Jadi deeeh...sebagai penggemar dan penikmat kopi, saya memilih secangkir kopi panaaaass....dengan aroma hazelnut yang haruuum...Sebetulnya sih lebih asyik minum kopi tubruk ala warung kopi kampung...tapi untuk menghibur hati dan sosialisasi, secangkir kopi hazelnut cukup oke jugalah...

Sambil memegang kuping cangkir yang lebar, saya menghirup aroma kopi yang menyeruak dari permukaan cangkir....hmmh....membuang emosi negatif yang tadi sempat bercokol di sudut hati. Aaccch...sedapnya....



Di lain kesempatan. Saya sedang menikmati hari libur di rumah. Tidak ada yang lebih nikmat daripada duduk selonjor di depan pintu...* yang katanya pantang, tapi kok enak dilanggar, ya *..Dan sebagai teman...secangkir teh manis panas beserta cemilannya merupakan hidangan yang paling nikmat sedunia...hehe...

Begitulah...ritual pagi itu saya lakukan sambil menikmati cuaca pagi yang segar. Saya memegang cangkir teh yang berisi teh seduhan dengan aromanya yang asli...rasa pegunungan...woow...Ini adalah cangkir mug kesayangan saya. Terbuat dari keramik dengan bibir cangkir yang tebal, membuat saya dapat menyeruput teh panas dengan aman dan nyaman. Sungguh nikmat, menghirup aroma dan membiarkan lidah saya menari-nari...



Ngomong-ngomong soal cangkir, peranti saji untuk minuman. Saya punya beberapa jenis cangkir dan mug dengan fungsi penggunaan yang berbeda-beda. Ada cangkir khusus untuk minum teh panas, ada cangkir untuk minum jamu...* haaa...saya masih doyan jejamuan asli Indonesia...*, ada cangkir khusus untuk minum kopi...dan...hmhh...ada cangkir khusus untuk minum sekoteng hangat dan satu lagi cangkir bermulut lebar untuk minum es campur dingin...* ya, iyalah...es campur mesti dingin...hihiiii...*.

Hmmh...pasti teman dan sahabat akan berpikir, kok saya ini ribet banget ya dengan urusan cangkir. Kenapa tidak satu cangkir untuk semua ?

Ohooooo....jangan salah. Justru setiap cangkir itu dibuat dan didesain berbeda-beda karena fungsinya berbeda-beda. Ada cangkir yang terbuat dari beling atau keramik yang tipis, agar minuman di dalamnya cepat dingin dan mudah diminum. Ada cangkir yang terbuat dari keramik tebal dan bibir yang lebar dan tebal. Ada cangkir alumunium yang anti pecah, sehingga aman untuk dibawa bepergian, buat camping atau untuk minum minuman yang dingin.

Model dan corak cangkir juga beraneka rupa. Lihat saja. Ada cangkir yang permukaan mulutnya bergelombang, dan dinding cangkirnya berbunga-bunga indah. Ada juga cangkir keramik dengan desain dan corak ala Eropa yang elegan, kadang-kadang diberi garis pembatas berwarna keemasan, sehingga tampak mewah dan mahal. Biasanya cangkir-cangkir seperti itu juga dipergunakan dalam perjamuan khusus untuk menyambut tamu istimewa. Uniknya, cangkir dengan bentuk yang mewah dan corak yang indah terkadang menjadi status simbol dan status sosial juga. Bahkan karena sayang dipergunakan dalam perjamuan sehari-hari, cangkir-cangkir indah ini hanya menjadi penghuni lemari pajangan, dan cukup dipandang dengan penuh kekaguman.

Memang, seperti kata pepatah : Lain padang, lain belalangnya. Lain lubuk, lain ikannya. Jadi untuk cangkir juga ada pepatah : Lain bentuk, lain fungsinya...hehehe...

Saya jadi ingat, jaman saya SD dulu, saya dan adik-adik punya cangkir terbuat dari bahan kaleng atau metal yang berwarna-warni. Semula, cangkir kaleng itu hanya terbuat dari alumunium polos berwarna putih berwarna mirip kaleng. Belakangan, ada cangkir kaleng dengan warna warni beraneka rupa. Dan kami masing-masing mendapat satu buah cangkir untuk aneka keperluan. Terutama untuk minum air pada saat makan. Maklum namanya anak-anak...kadang gelas beling biasa mudah pecah. Jadi agar tidak sering membeli gelas, dan demi keamanan, maka ibu saya membelikan cangkir dengan cat melamin yang merupakan milik pribadi masing-masing anak.

Cangkir yang dilengkapi tutup rapat ini selalu kami pergunakan untuk minum segala keperluan. Saking cintanya kepada sang cangkir, akhirnya kami merasa bahwa itu merupakan identitas diri. Kemana pun pergi, cangkir itu harus dibawa....hehehe...mirip dengan harta karun tak ternilai. Selain minum teh , air putih, atau es campur, cangkir yang fungsinya mirip cangkir keramat itu juga menjadi tempat menyimpan minuman kegemaran. Adik saya yang doyan minum coklat susu, akan menyimpan minumannya di dalam cangkir dan ditempatkan di lemari es, sehingga menjadi es krim coklat susu yang sedap...mirip dengan es krim betulan dari toko...hmh..



Kembali ke cangkir keramik di tangan yang masih menebarkan aroma kopi, saya merenung.

Kita barangkali pernah minum dari sebuah cangkir atau mug. Kita barangkali pernah memiliki sebuah atau dua buah cangkir atau lebih.

Apa fungsi cangkir itu bagi diri kita ? Cangkir memang hanyalah sebuah wadah. Tetapi bentuk, bahan, dan warnanya bisa menunjukkan siapa diri kita. Bukan hanya itu, isi cangkir juga dapat menentukan selera dan siapa kita. Bahkan demi isi cangkir, entah teh, kopi, es campur, jamu, atau sekedar air putih biasa kita rela pergi ke berbagai tempat. Mencari dan memuaskan keinginan untuk memenuhi cangkir kita.

Seandainya....seandainya hidup kita seperti sebuah cangkir atau mug. Kita ingin menjadi cangkir seperti apa ? Cangkir mewah yang hanya tampil sesekali di perjamuan minum, dan setelahnya hanya dipajang di lemari ? Atauuuuu....kita mau menjadi cangkir berbibir tebal yang selalu ada menemani di setiap kesempatan, atau mau menjadi cangkir kaleng berbunga yang dicintai dan selalu dibawa kemana-mana ?

Sama seperti cangkir atau mug...hidup ini adalah pilihan. Kita bisa memilih menjadi cangkir seperti apa, dan mau mengisinya dengan apa saja. Cangkir kehidupan, kita masing-masing memilikinya, tapi hanya kita yang tahu , apa yang akan diisikan ke dalamnya.

Manfaat dan khasiat merupakan tujuan akhir kehidupan kita. Dan itu bisa kita mulai dengan menentukan cangkir kehidupan kita...

Bagaimana ? Sudahkah kita memilih cangkir masing-masing dan mengisinya dengan sesuatu yang bermanfaat bagi kita dan lingkungan sekitar kita ???


Jambi, 20 Juli 2011

Salam hangat,


Ietje S. Guntur


Special note :

Terima kasih untuk Ma tercinta...yang sudah memberikan cangkir-cangkir pribadi untuk kami isi dengan berbagai ragam rasa kehidupan...Terima kasih juga untuk kedai kopi di pojok jalan dekat rumah dan kedai di mal yang menjadi inspirasi tulisan ini...dan sahabat kopiku yang tidak bosan-bosannya menikmati secangkir kopi dan teh aneka rasa di setiap kesempatan...The Domers ( Danny, Melia, Sigit, Cipta, Irene, en lain-lain), The Malls ( Irma-Adith-Tyo-Bear) , The Arisan ( yang tak pernah dikocok : Neno, Ndaru, Mb Nuki, Koko, Nuke, mb Yus)...dan Centilers...( Kuri, Kenyot, Tek-tek, Lik)...thanks untuk kebersamaan dan persahabatan kita...



Ide :
1. Sebuah cangkir atau mug adalah tempat minuman kita.
2. Sering orang menyukai bentuk cangkir atau mug tertentu, yang memiliki pegangan untuk menggenggam sehingga nyaman.
3. Cangkir bisa menjadi identitas seseorang.
4. Cangkir ada yang tranparan, sehingga orang lain dengan mudah dapat melihat isinya. Ada yang terbuat dari bahan tebal, sehingga hanya kita yang dapat melihat isinya.
5. Cangkir kehidupan, kita masing-masing memilikinya, tapi hanya kita yang tahu , apa yang akan diisikan ke dalamnya.

Art-Living Sos 2011 (A-8 Si Hitam Manggis

Dear Allz…

Apakabar teman dan sahabatku semua ? Ini adalah minggu pertama bulan Ramadhan tahun 1432 H…ahaaa…tentunya ada perubahan di dalam aktivitas kita sehari-hari, ya ? Bagi yang menjalankan ibadah puasa, saya sampaikan selamat menjalankan ibadah puasa…semoga keikhalasan kita mendapat imbalan dari Allah SWT…dan bagi yang tidak berpuasa…saya sampaikan terima kasih telah bertoleransi terhadap sahabat-sahabat yang menjalankan ibadahnya…

Hmmh…alangkah indahnya toleransi. Alangkah indahnya perbedaan . Justru karena berbeda itulah kita menjadi kaya. Kita menjadi semakin matang dan luas pengalaman. Coba saja, kalau dunia ini hanya satu warna…apakah tidak membosankan ? Pasti bosaaaan bangeeet !! Sungguh Allah telah menciptakan dunia yang berwarna-warni…dari hitam, merah, hijau, biru, kuning, orange, abu-abu, coklat, nila, ungu…hingga putih…sehingga kita dapat memilih, dapat belajar…tentang warna dan maknanya…

Naaaah…mumpung di hari baik dan bulan baik ini kita sedang berbincang tentang warna, saya pun jadi ingin ikut berbicara tentang warna…Hitam ungu bluwek dan putih…yang ada di dalam sebuah manggis. Hmmmh…pernah mengenal manggis ? Pernah menyantapnya ?

Kalau sudah pernah, mari siniiiiii….kita berbagi cerita…Dan bagi yang belum pernah melihat atau menyantapnya…siniiiii…saya kirimi sebuah manggis yang lezat dan eksotis rasanya….

Selamat menikmati…semoga berkenan….

Jakarta, 6 Agustus 2011

Salam hangat,


Ietje S. Guntur

- Di siang hari yang sejuk lembut…

♥♥♥




Art-Living Sos 2011 (A-8
Rabu, 03 Agustus 2011
Start : 03/08/2011 9:42:43
Finish : 06/08/2011 13:11:25


Si HITAM MANGGIS

Saya sedang berlibur, di Padang. Kota di pantai barat Sumatra ini sudah seperti kampung halaman kedua buat saya, setelah Medan...hehe...Begini nih kalau anak Puja Kesuma...Putera Jawa Kelahiran Sumatra...Kampung halamannya ada di mana-mana...
Kepulangan saya sekali ini, sekalian melihat rumah dan ziarah ke makam ayah saya yang wafat beberapa tahun lalu. Berziarah bagi saya seperti setetes air sejuk di tengah kegersangan. Ada nuansa rindu, dan biasanya setelah kunjungan itu saya akan bersemangat lagi. Seakan semangat ayah saya terbawa ke dalam sanubari....hmmmh...kenapa jadi mellow ya...??

Naaah, biasanya...kalau sudah mudik seperti ini, saya dan adik saya akan melakukan aktivitas dan ritual yang nyaris sama dengan saat kedua orangtua kami masih ada. Salah satunya adalah belanja ke Pasar Tanah Kongsi, di daerah Pondok. Ini merupakan daerah lama, yang dulu dibangun oleh Belanda. Salah satu bangunan yang masih utuh di sana bertahun 1909. Padahal belum lama ini Padang diguncang gempa yang cukup dahsyat, dan nyaris meluluhlantakkan sebagian besar bangunan di kota ini. Tapi untunglah...masih banyak bangunan lama, atau bangunan yang dibangun dengan konstruksi kuat dapat bertahan.

Saya dan adik saya, menyusuri pasar, dan mencari-cari pedagang lama yang menjadi langganan ibu saya. Ada penjaja kue basah, penjaja bihun dan kwetiaw goreng, pedagang sayuran, pedagang bumbu dapur, toko pecah belah, dan toko P & D yang sudah lama sekali menjadi langganan kami.

Tiba-tiba saya melihat pedagang buah tradisional yang menjajakan dagangannya di atas lapak kayu dengan tenda plastik seadanya. Saya katakan buah tradisional, karena dia memang hanya menjual buah-buahan lokal, yang barangkali dipetik dari kebun sendiri. Ada jambu air, duku, bengkuang, sirsak, pepaya, dan setumpuk buah manggis. Saya tertarik melihat jambu air yang segar dan manggis, yang sayangnya tidak terlalu segar lagi.

“ Pak, kenapa manggisnya kecil-kecil dan warnanya kusam begini ?” tanya saya. Sambil memegang sebuah manggis yang agak layu.
“ Iya, Bu...sekarang sulit mendapat manggis yang bagus. Sudah diborong sama tengkulak buah, katanya diekspor ke negeri sebelah. Saya hanya dapat segini, harganya pun mahal.”
“Ohh...padahal saya kepingin juga nih. Sudah lama tidak makan si Hitam Manis ini..,” sahut saya sambil memilih beberapa buah manggis. Apa boleh buat, tidak ada yang bagus mulus. Sebagian besar agak layu dan kusam. Akhirnya setelah pilih-pilih, manggis yang warna kulitnya hitam bluwek dan jambu air pun ditimbang, dibungkus, dan dibawa pulang. Demi memuaskan rasa rindu dan penasaran.



Buah manggis, atau punya nama bagus mangosteen adalah buah tropis, yang banyak tumbuh liar di hutan dan di kebun-kebun . Ia merupakan tanaman yang banyak tumbuh di kawasan Asia Tenggara. Pohonnya tinggi, dapat mencapai antara 10-20 meter dan buahnya berkulit ungu kehitaman, sebesar bola tennis. Berbeda dengan kulitnya yang hitam dan kadang agak bluwek, di bagian dalam manggis, buahnya berwarna putih seperti kapas, dalam potongan pasi atau tampuk. Pada umumnya satu buah manggis terdiri dari 5 atau 6 pasi, dan katanya bisa ditebak dari tampuk manggis di kulitnya...hehe...

Saya jadi ingat, jaman masih kecil dulu, buah manggis termasuk buah yang sangat mudah diperoleh di pasar. Harganya pun murah meriah. Anak-anak sangat suka memakan buah yang manis agak berair ini. Dan seperti tadi, sebelum menyantap buahnya, kami sering main tebak-tebakan dulu. Yang tebakannya benar, boleh memakan manggisnya. Yang tebakannya salah, harus menyerahkan manggis itu kepada temannya. Mula-mula tebakan itu hanya iseng, tapi lama kelamaan kami belajar, bagaimana menebak yang benar. Bila putik tampuknya masih lengkap, agak mudah menebak isinya. Tapi kalau sudah digunduli hingga mirip dengan bola tennis polos, maka kami akan mengalami kesulitan. Hal itu menyebabkan tebakannya ngawur...asal-asalan....hehehe...Tidak penting benar atau salah. Yang paling mengasyikkan adalah menyantap manggis bersama-sama...dan setelah itu dilanjutkan dengan main perang-perangan...lempar-lemparan kulit manggis...hahaha...Iseng amaaatt...!!



Selain di pasar, manggis juga mudah tumbuh di halaman rumah. Tetapi karena pohonnya tinggi menjulang, hanya rumah dengan halaman besar dapat memelihara manggis. Saya ingat, di halaman rumah kami di Padang Sidempuan, di daerah Tapanuli Selatan ( masuk propinsi Sumatra Utara) ada sebatang pohon manggis di halaman belakang, yang tumbuh berhimpitan dengan pohon mangga kwini, pohon buah kecapi (ada yang bilang buah sentul ) , pohon langsat, dan entah pohon apa lagi. Pohon ini sudah ada ketika kami pindah ke rumah itu. Berdiri tegak di pinggir pagar, berbatasan dengan tanah kosong yang tak jelas siapa pemiliknya.

Kami sering mengalami kesulitan untuk memetik buah manggis ini, karena di bawahnya penuh dengan semak belukar. Sebentar dibersihkan, tidak lama belukar itu tumbuh lagi. Jadi kami hanya bisa menjolok dan menyinggat buahnya dengan tongkat panjang yang memiliki pengait di ujungnya. Ada juga beberapa teman yang nekad memanjat, dengan resiko dirubung dan digigit oleh semut-semut yang banyak mencari penghidupan di pohon manggis itu.

Belakangan, karena lahan kebun semakin sempit, dan juga masa tanam pohon manggis ini sangat lama – hampir sepuluh tahun baru menghasilkan buah, maka pohon manggis juga semakin langka. Sementara itu, dari banyak penelitian yang telah dilakukan , buah manggis, terutama kulit buahnya sangat bermanfaat untuk obat. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menemukan bahwa ada zat tertentu di dalam kulit manggis memiliki khasiat untuk meningkatkan kesehatan. Dan lebih hebat lagi, dapat digunakan sebagai pengobatan penyakit kanker dan HIV AIDS...woooww....

Pantas saja negeri jiran di sebelah begitu bernafsu untuk berburu manggis. Mengingat kegunaan buah manggis yang luar biasa, sementara lahan kebun mereka terbatas, maka jalan paling cepat adalah mengimpornya dari negeri kita. Tidak heran juga, kalau sekarang buah manggis juga semakin langka di pasar buah tradisional kita. Kalau mau mendapat buah manggis yang kualitasnya bagus, maka kita harus mencarinya di toko buah khusus, berdampingan dengan buah impor yang berkelas dunia...hmmh...



Ngomong-ngomong tentang manggis. Si hitam bluwek ini juga memiliki nama lain, yaitu The Queen of Fruit. Konon menurut sejarahnya, dahulu Ratu Victoria dari Kerajaan Inggris Raya sangat menyukai buah ini. Di sekitar tahun 1800-an beliau pernah menyelenggarakan semacam sayembara yang berhadiah sejumlah uang, bila ada orang yang dapat membawakan buah manggis kepadanya. Untuk membuktikan bahwa buah yang lezat ini benar-benar ada, dan bukan sekedar legenda.

Di Indonesia sendiri, dan di beberapa Negara Asia Tenggara, buah manggis telah dikenal sejak ratusan tahun lalu. Bahkan kulitnya telah dibuat menjadi obat sakit perut, dan sebagai bahan pewarna kain. Ada beberapa jenis manggis yang semuanya masuk dalam keluarga besar Garnicia Mangostana, dan masing-masing memiliki rasa yang lezat dan agak eksotis…hmmh…Buah rasa eksotis…pasti wooow banget , ya ?

Sambil menimang-nimang si Buah Manggis ini saya merenung. Sungguh berbeda antara kulit luarnya yang berwarna ungu kehitaman dan agak bluwek dengan bagian dalamnya yang putih dan manis. Orang tidak mudah jatuh hati pada tampilan luarnya yang tidak menarik. Tetapi sekali mencoba mencicipi manggis, bahkan seorang ratu Victoria yang telah memiliki segalanya pun langsung jatuh hati dan tergila-gila…ahaa…

Saya jadi bercermin dengan kehidupan kita sendiri. Kita, dengan keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang kita miliki, seringkali menilai orang dan lingkungan hanya dari tampilan luarnya. Kita hanya melihat sisi luar yang hitam bluwek, dan tidak terkesan untuk mengetahui lebih dalam tentang isinya. Kita cenderung berprasangka , bila melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan kita.

Padahal kalau kita mau belajar dari sebuah manggis…justru di dalam kulit hitam ungu bluweknya itu terkandung khasiat dan manfaat bagi orang banyak. Seandainya sajaaaaa….kita mau belajar sedikit dari guru kehidupan yang sederhana ini…

Jakarta, 6 Agustus 2011

Salam hangat,

Ietje S. Guntur

Special note :
Terima kasih atas persahabatan sahabat-sahabat manggisku…sepintas kalian memang agak aneh, unik, bahkan mungkin dianggap gila…Tapi perjalanan dan waktu telah membuktikan, bahwa kalian adalah sahabat-sahabat terbaik yang pernah aku miliki…terima kasih Kuri, Kenyot, Tektek, Kilil, Nonce, Irma, Rius, mb Tari-Jogya, Adith-Kun-Tyo-mas Dwi-mas Hamid Ho, Nia, Indra and the SDM Global family…sahabat-sahabat SMANSAku…Vera-Ninin-Ully-Tiur-Ellina-Erina-Linda-Douglas-Kunek-Manal-Todo-Iwan-Jonner-Zul…sahabat TK dan SD… Erna-Dahlia-Tuti-Lolly…sahabat Arisan yang tak pernah ditarik…Neno-Koko-Eyang Nuki-Mb Nuke-Ndaru-Mas Bugo-Apin-RI 1…Juga…sahabat-sahabat kecilku di Padang Sidempuan… Hamdan, Anwar, Tuti..dan geng belakang rumah yang mengajari aku cara menyinggat buah manggis…Pokoknya semua-mua dech…yang mewarnai hidupku seperti kulit manggis yang bluwek..hehehe…I love U Allz…

♥♥

Ide :
1. Manggis adalah buah hutan yang kulitnya berwarna ungu tua kehitaman, dengan isi yang putih dan berasa manis.
2. Dulu manggis tumbuh liar di kebun, dan di hutan-hutan. Pohonnya tinggi, buahnya sebesar bola tennis atau agak kecil sedikit.
3. Semasa aku masih kecil, ada pohon manggis di halaman belakang rumah, berhimpitan dengan pohon buah lain, seperti langsat dan kwini. Buah manggis selain dimakan buahnya, juga sering dipakai sebagai mainan tebak-tebakan. Tampuk manggis konon menunjukkan jumlah pasi di dalam buahnya.
4. Dulu kulit manggis suka direbus untuk obat sakit perut tradisional. Ternyata belakangan, kulit manggis ini diyakini dan telah diteliti, sebagai anti oksidan yang luar biasa. Malah penderita kanker dan HIV AID dapat disembuhkan dengan jus kulit manggis ini.
5. Nyatalah...bahwa buahh yang hitam legam dan tidak indah dipandang memiliki manfaat yang luar biasa.
6. Apa yang bisa kita pelajari dari buah manggis ini ?
7. ...( Istirahat dulu aach...di FX niiih...03/08/2011 11:05:46)

Minggu, 24 April 2011

Art-Living Sos 2011 (A-4 Susahnya Ngomong...

Dear Allz…

Met pagiiii….Apakabaaarrr…??? Hari Sabtu ini, yaaa…hari libur bagi sebagian besar kita. Bahkan liburan panjang sejak kemarin…hehehe…asyiiiik, yaaa…

Liburan begini, enaknya ngapain ? Jalan-jalan ? Temu kangen dengan teman-teman dan sahabat ? Istirahat di rumah ? Atau kumpul keluarga ? Haaa…itu semua asyiiikk…Asalkan kita bisa menikmatinya.

Di hari Sabtu yang cerah ceria ini, dibuka dengan sapaan sinar matahari yang kinclong. Menerangi langit yang biru. Dan membuat hati kita pun ikut cerah ceria.

Keceriaan itu membuat saya, di pagi hari tadi sudah sempat melakukan banyak aktivitas, termasuk membaca buku yang menarik. Lalu…criiiiingg…muncullah ide ini. Mengenai ‘omong-omong’. Saya ingat teman dan sahabat-sahabat saya yang sering curhat * saya juga sih…hehehe..gantian…*. Dan kuncinya semua adalah komunikasi. Ada hambatan atau ketidaklancaran di dalam proses komunikasi, sehingga kita susah ngomong.

Sementara itu, di pihak lain…ada orang yang lancaaaaar banget kalau berbicara. Seakan-akan setelan bibir dan otaknya terkoneksi dengan baik dan tepat. Nah, ini dia nih yang kita perlu sharing di sini. Mau khaaaan ??

Iyalah…mumpung hari libur…kita ngobrol yang ringan-ringan saja dulu. Bukankah berkomunikasi dan ngomong itu adalah aktivitas rutin kita sehari-hari ? Mari kita lihat sejenak, apakah kita sudah berkomunikasi dengan nikmat dan bermanfaat.

Selamat menikmati…semoga berkenan…

Jakarta, 23 April 2011
Salam hangat,


Ietje S. Guntur

♥♥♥


Art-Living Sos 2011 (A-4
Sabtu , 23 April 2011
Start : 4/23/2011 7:26:46 AM
Finish : 4/23/2011 8:32:08 AM



SUSAHNYA NGOMONG…

Saya sedang ngobrol dengan seorang teman. Tepatnya dia sedang curhat…mencurahkan isi hati ( dan pikirannya) kepada saya. Sambil menyeruput teh hangat, dan sesekali mencomot pisang goreng di hadapan kami, saya pun mendengarkan dengan seksama.
Intinya dia bilang begini ,” Susah banget ngomong sama suamiku. Maunya dia kemana, maunya aku kemana. Belum lagi anak-anak…bahasanya tidak bisa dimengerti !”

Halaaahh…kalau nggak bisa ngomong. Kalau bahasanya tidak bisa dimengerti. Lhaaa…selama ini ngapain aja ? Begitu batin saya…hehehe…

Keluhan teman saya, barangkali juga suatu ketika pernah kita alami. Entah sekali, entah dua kali, entah berkali-kali. Dan biasanya kita akan menjatuhkan vonis : “Mereka memang tidak bisa dimengerti. Tidak bisa diajak ngomong !”
Sssttt…tunggu dulu…Sabaaaarrr…



Kita, keluarga kita, suami atau isteri, pasangan mesra atau kekasih, orangtua dan anak, pembantu rumahtangga, supir, tetangga, penjual ketoprak keliling, tukang sayur, tukang ojeg, satpam di lingkungan perumahan, ketua RT dan RW…dan sebagainya pastilah memiliki kemampuan berbahasa yang ‘sama’. Artinya, bisa mendengarkan, bisa mengucapkan, dan bisa berbicara satu dengan lainnya.

Nah, kenapa suami atau isteri kita bisa berbicara enak dan asyik dengan orang lain, sementara dengan kita seperti kucing dan tikus…Mau saling mengejar dan menyakiti ?
Atau, anak-anak kita. Ketika masih kecil, balita – di bawah umur lima tahun, mereka adalah anak-anak yang manis dan ‘mudah diajak ngomong’. Sementara sekarang, ketika mereka masuk ke usia remaja, kita merasa bahwa mereka seakan-akan mahluk aneh dari luar angkasa. Menjadi alien.

Lalu, pembantu, supir, dan segenap orang lain di sekitar kita, kadang menjadi orang-orang tidak dikenal yang tiba-tiba muncul dengan bahasa yang tidak kita pahami. Yang tidak bisa menerima dan menjalankan perintah kita sesuai dengan kehendak kita. Yang suka sok kreatif dan sok tahu, padahal salah melulu.

Ohlalaaaaaaa…kalau begini kehidupan kita, bagaimana kita berkomunikasi dengan dunia ? Apakah kita mau ngomong-ngomong sendiri saja, dan melakukan segalanya sendirian, tanpa interaksi dan bantuan orang lain ? Okeeee…selamat jalan kalau begitu. Pergilah ke laut…* memancing ikan maksudnya…hehe*

ADA APA DENGAN KOMUNIKASI KITA ?

Ini dia yang harus kita pertanyakan kepada diri sendiri. Ada apa dengan komunikasi kita ?

Banyak teori mengenai komunikasi. Namun intinya adalah, bagaimana kita menggunakan simbol bahasa, baik yang lisan maupun tertulis, baik yang berupa kata-kata maupun gerak tubuh, yang dipahami kedua belah pihak, untuk menyampaikan maksud dan menjalankan apa yang kita inginkan.

Sekarang coba kita cek diri sendiri. Seberapa jauh kita menggunakan simbol bahasa, termasuk gaya bahasa, dialek dan informasi, yang sama dengan orang lain ? Ambil contoh misalnya dengan suami atau isteri. Ketika kita akan berbicara dengan mereka, apakah kita sudah menyamakan simbol bahasa yang biasa digunakan oleh pasangan kita, untuk memulai suatu komunikasi ?

Kadang-kadang, entah kenapa, kita suka ‘malas’ untuk mempelajari simbol bahasa yang digunakan pasangan kita. Menurut kita, kalau bahasa atau kata-katanya sama, pastilah artinya sama. Padahal kadang-kadang ada orang yang berbicara atau berkomunikasi dengan bahasa hati dan pikirannya sendiri, dengan menggunakan perlambang. Ada orang yang mudah dan terbuka, ada orang yang hanya memiliki kosa kata terbatas atau istilah yang berbeda.

Kemalasan inilah yang pada awalnya kita abaikan, dan semakin lama akan membuat jurang komunikasi semakin lebar dan semakin dalam. Kita sering berpikir sendiri, bahwa apa yang diucapkan itulah yang menjadi arti sebenarnya. Namun sering terjadi, apa yang diucapkan mengandung arti ganda atau arti berbeda. Karena interpretasi kita sendiri, kita malas bertanya ulang atau mengecek maksud dan tujuan, akhirnya komunikasi yang kita harapkan tidak tersambung lagi.

PERBEDAAN GENERASI, PERBEDAAN PENGALAMAN

Hal yang sekarang semakin sering kita dengar, atau kita alami sendiri, adalah perbedaan bahasa antara orangtua dan anak.

Tidak jarang saya mendengar keluhan ,” Waaah…anak saya sekarang sulit dimengerti.” Sementara dari pihak anak, terutama remaja yang sedang tumbuh kembang ada juga keluhan seperti ini , “Mama sih payah. Nggak mau mengerti maunya kita. Apalagi Papa,
kalau ngomong maunya menang sendiri. Males deh ngomong sama mereka !”

Lha…kalau kedua belah pihak sudah merasa ada yang tidak beres dengan komunikasi antar mereka, kenapa salah satu pihak tidak mau mengerti ?

Orangtua sering tidak mau disalahkan, karena menurut mereka, mereka lebih berpengalaman. Dengan demikian, mereka berhak mengatur anak-anak mereka, dengan bahasa mereka.

Okeeee…berpengalaman ! Itu sebuah modal yang menarik. Kalau sudah berpengalaman, lalu apa ? Kita, sebagai orangtua, memang berpengalaman. Kita sudah melewati banyak tahun, di masa lalu. Kita sudah pernah menjadi remaja, sebelum kita tumbuh menjadi orang dewasa yang beranjak tua. Tapiiii…itu DULU ! Ingat ini.

Bahasa yang kita pakai dulu, berbeda dengan bahasa anak-anak dan remaja sekarang.
Oke, kita berbahasa atau berkata-kata dalam bahasa yang sama. Tapi seringkali maknanya berbeda. Contoh satu kata ,’ KENTANG ‘. Sebagai orangtua, dari generasi sebelumnya, barangkali kita memaknai kentang sebagai sebuah umbi, atau makanan yang enak digoreng. Namun, bagi sebagian besar remaja gaul, istilah kentang berbeda maknanya. Coba tanya pada mereka, apa arti kentang menurut bahasa remaja ? Anda, saya, kita pasti akan tercengang, karena maknanya sangat berbeda dan jauh dari makanan !

Itu baru urusan kentang. Belum lagi urusan kebutuhan remaja sekarang. Menurut kamus jaman kita , orangtua generasi sebelumnya, anak yang manis adalah anak yang duduk diam-diam di meja belajar sambil mengulang pelajarannya. Namun ternyata sekarang, anak yang duduk diam-diam di kamarnya, bisa jadi memiliki peluang untuk merambah dunia maya yang sarat dengan godaan. Dan ketika dia terjerumus ke dalam godaan itu, kita – orangtua, lagi-lagi dibuat tercengang, dan heran, bahwa anak kita sudah begitu jauh melangkah tanpa kita ketahui.

PERBEDAAN KEBUTUHAN, PERBEDAAN PERSEPSI

Dunia ini bergerak. Sangat dinamis dalam waktu beberapa dekade terakhir ini. Dan itu mempengaruhi bentuk komunikasi, penggunaan simbol bahasa dan kebutuhan interaksi lainnya.

Dulu…kita hanya bisa berinteraksi bila kita bertatap muka, atau paling jauh adalah berkirim surat dan menatap foto yang dikirim oleh orang lain. Lihat sekarang ! Dalam detik yang sama, kita bisa ngobrol dengan seseorang, menatap wajahnya, melihatnya bergerak ke sana ke mari, padahal dia jauh dari jangkauan kita.

Apa yang terjadi di belahan dunia lain, pada detik yang sama dapat kita lihat dan kita dengar di tempat kita berada sekarang. Dan itu semua berpengaruh terhadap pola komunikasi kita. Di dalam keluarga, di dalam organisasi dan pekerjaan, di lingkungan sosial, dan di mana pun kita berada.

Suami yang melek teknologi, akan menggunakan simbol bahasa teknologi tinggi dalam komunikasi dan pembicaraannya sehari-hari. Mereka, boleh jadi akan menganggap pasangannya sebagai mahluk aneh yang ketinggalan jaman, bila tidak memahami bahasanya. Begitu pula para isteri, yang memiliki dunia di rumah maupun di komunitasnya, punya bahasa sendiri yang eksklusif dan kadang tidak dipahami oleh pasangannya.

Ketika kedua orang ini berbicara, kadang-kadang timbul kesenjangan bahasa dan perbedaan persepsi. Lalu, daripada menimbulkan konflik lebih dalam, kedua belah pihak akhirnya menutup mulut, diam, dan menghentikan komunikasi. Tidak ada lagi curah pendapat, sharing, berbagi perasaan dan pemikiran, karena symbol bahasanya sudah berbeda. Kebutuhannya berbeda. Kepentingannya berbeda.

MEMAHAMI DUNIA ORANG LAIN

Lalu…apakah komunikasi itu ?

Komunikasi adalah interaksi antara dua orang atau lebih, dengan menggunakan ‘simbol bahasa’ yang dipahami kedua belah pihak, dan dilaksanakan dengan nyaman untuk perkembangan diri masing-masing. Dalam hal ini ada saling pengaruh-mempengaruhi yang membuat kedua belah pihak memiliki kesamaan pandangan.

Jadi kalau satu pihak hanya berbicara, atau berbunyi-bunyi, atau bergerak-gerak, sedangkan pihak yang diajak berkomunikasi tidak memahami maknanya, maka komunikasi itu tidak berjalan dengan lancar. Komunikasi tidak lancar, membuat kedua belah pihak tidak nyaman. Bisa jadi, salah satu pihak lantas menutup diri, dan enggan melanjutkan interaksi.

Belajar berkomunikasi adalah belajar memahami dunia orang lain. Bukan sekedar berbicara atau berkata-kata. Tetapi memaknai apa yang ada di dalam ‘dunia’ orang lain. Di dalam pikiran dan perasaannya.

Memahami dunia orang lain, dalam bahasa komunikasi adalah menyamakan pandangan.
Untuk menyamakan pandangan kita harus memahami posisi orang tersebut, informasi apa yang dimilikinya, kebutuhan apa yang hendak dipenuhinya, dan bagaimana dia menyampaikan kebutuhannya. Setelah kesamaan pandangan ini timbul, barulah kita secara bersama-sama memutuskan, siapa yang hendak memandu komunikasi. Siapa yang mendengarkan, dan siapa yang didengarkan. Saling mendengarkan, saling memahami, saling melengkapi informasi adalah bagian dari komunikasi.

Mudah ? Bisa ya, bisa tidak. Tergantung dari keinginan Anda, saya, kita…

Mau berkomunikasi dengan lancar ? Mau ngomong lancar ? Marilah buka hati…buka pikiran…tingkatkan kualitas hidup kita…dan terimalah dunia sekitar kita dengan cara pandang yang baru…

Semoga bermanfaat.

Jakarta, 23 April 2011

Salam hangat,

Ietje S. Guntur

Special note :

Terima kasih untuk anakku si Cantik, yang mengajarkan aku untuk mendengarkan sebelum berbicara…terima kasih juga untuk Pangeran Remote Control yang sering menggunakan simbol bahasa berbeda, sehingga aku harus terus belajar dan beradaptasi…Dan juga..semua teman, sahabat, asisten-asisten di rumah…yang membuat aku semakin banyak belajar cara ngomong yang bisa dipahami…hehehe…

Art-Living Sos 2011 (A-4 Kue Pancong

Dear Allz…

Selamat siaaaaannggg…selamat hari Minggu…selamat liburaaan…Hmmh…gembira sekali rasanya…Setelah libur dua hari berturut-turut…masih ada hari ini…untuk melanjutkan refreshing yang masih tertunda…hehehe..

Saya sendiri, cukup istirahat dan beraktivitas…dan Alhamdulillah…bisa menikmati saat-saat yang saya miliki. Ada jadwal yang bisa dipenuhi. Ada jadwal yang terpaksa ditunda atau disingkirkan dulu. Yeaaaah…hidup ini kan sebuah pilihan. Tidak bisa kita ambil semua. Yang penting bukan sekedar jumlahnya. Tetapi bagaimana waktu itu memiliki makna dan berarti untuk kita. Begitu khaaan ?

Hmmmh…di hari Minggu yang mendung-mendung empuk ini, saya sudah mengisi sebagian hari dengan kegiatan domestik…belanja dan memasak. Dan akhirnya…seperti biasaaa…saya jadi ingin berbagi cerita. Masih cerita sederhana, seputar kehidupan kita. Kali ini…saya ingin cerita tentang kue pancong.

Iya…barangkali kue pancong cukup akrab dengan kita. Bagi saya, kue pancong tidak sekedar jajan pasar. Tapi ada cerita lucu di baliknya. Dan banyak kenangan sepanjang jalan dengan si Kue Pancong ini.

Oke deeeh…tak berpanjang kata…saya langsung saja ya ? Oya…karena ini cerita kue pancong, tidak ada salahnya juga kita menikmatinya sembari menyeruput secangkir teh atau kopi. Bagaimana ? Sudah siaaaaapppp ???

Selamat menikmati…semoga berkenan…nyaaaam…nyaaaam….


Jakarta, 24 April 2011

Salam hangat di hari minggu…


Ietje S. Guntur

♥♥♥

Art-Living Sos 2011 (A-4
Minggu , 24 April 2011
Start : 24/4/2011 10:25:05
Finish : 24/4/2011 11:26:14 AM


KUE PANCONG…

Hari libur. Saya sedang menikmati waktu sendiri…’Me time’ gitu deeeh… Setelah hari-hari yang penuh dengan aktivitas yang menguras waktu dan pikiran…naaah, ini saatnya memanjakan diri. Termasuk di dalamnya merusak diet…hehehehe…dan memanjakan lidah dengan makan apa sajaaaaaa…sepanjang halal dan masih bisa diterima oleh tubuh…hmh…

Iyalah…kata seorang teman saya, kita – maksudnya emak-emak, yang sudah banting tulang bekerja setiap hari, kadang tidak sempat menikmati hasil kerjanya sendiri. Jalan-jalan…belanja…biasanya pasti ingat orang di rumah. Oleh-oleh…untuk orang lain biasanya lebih banyak daripada untuk diri sendiri. Bahkan makanan atau cemilan, mesti ingat orang di rumah, baru ingat diri sendiri. Sudah kebiasaan barangkali, ya ? Emak-emak cenderung mendahulukan orang di rumah, keluarga atau sahabatnya, daripada diri sendiri…eheeem…* sambil melihat ke diri sendiri…benar gak siiich ?...*

Begitulah. Hari libur yang lumayan cerah itu saya gunakan untuk merawat diri. Ahaaa…bukan mobil atau motor saja yang perlu masuk bengkel. Manusia juga. Perlu perawatan, dan barangkali membetulkan sekrup dan otot yang longgar…hehehe…Saya memilih pijat refleksi di dekat rumah. Langganan yang sudah terasa manjur pijatannya. Asyiiiikkk…Sembilan puluh menit berlalu. Dan saya ke luar dari tempat pijat dengan badan ringan, kepala segar…dan perut lapar…hahahaha…

Sambil berjalan terhuyung-huyung menuju tempat perawatan berikut di salon sebelahnya, saya melihat ada seorang penjual kue pancong. Gerobaknya mangkal di depan salon yang saya tuju. Halaaah…ini dia. Pucuk dicinta, ulam tiba…eeeh, lapar dicinta…kue pancong nongol…hehe…

Ini adalah salah satu kue tradisional kesukaan saya. Kue pancong kelapa, yang rasanya gurih karena adonan campuran kelapa dengan tepung . Saya membeli dua lonjor, yang masing-masing berisi lima potong kue berbentuk setengah lingkaran. Harganya murah meriah. Hanya lima ribu rupiah, untuk sepuluh potong. Dan sambil menunggu giliran rambut dipermak, saya pun mencicipi sepotong dua potong kue pancong kelapa itu…hmh…nyem…nyem…


Tidak hanya di depan salon langganan dekat rumah ada penjual kue pancong, yang bagi orang Bandung disebut kue bandros. Penjaja kue pancong, ada yang memikul dagangannya keliling kampung atau kompleks perumahan , dan kadang mangkal di sekitar sekolah-sekolah SD . Menjadi cemilan atau pengganjal lapar yang cukup mengenyangkan.
Belakangan, penjaja kue pancong juga mulai melebarkan sayapnya, ke daerah perkantoran.

Di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, ada beberapa penjaja kue pancong yang menggelar dagangannya dekat pusat perkantoran di pagi hari. Ada yang dipikul, ada yang didorong dengan gerobak. Kadang, selain kue pancong kelapa yang klasik ini, mereka juga menambah dagangannya dengan kue pukis yang terbuat dari adonan tepung terigu. Tapi tetaaaaaap…kue pancong kelapa menjadi primadona. Terutama buat saya…hehe…

Iya…perjalanan hidup saya, mau tidak mau diwarnai dengan kehadiran kue pancong kelapa ini. Sejak saya masih kanak-kanak di Medan, hingga kuliah di Bandung, dan mencari nafkah di Jakarta, saya sering mengisi waktu luang dengan ngemil kue pancong.

Saya ingat, di Medan dulu kue pancong ini sering berkeliling kompleks perumahan. Anak-anak tetangga saya dengan heboh dan gegap gempita selalu jajan kue ini. Biasanya mereka membeli satu lonjor berisi lima potong, lalu dibagi-bagi dengan saudara-saudaranya. Saya, yang jarang mendapat uang jajan hanya bisa gigit jari melihat kemeriahan itu. Dan sesekali, kalau ibu saya sedang berbaik hati, maka saya akan dibelikan satu lonjor…dibagi sekeluarga…hiks hiks hiks…

Suatu ketika, saat tukang jual kue pancong lewat di depan rumah, ibu saya sedang tidak di rumah. Padahal saya kepengeeeeen banget kue pancong itu. Mau minta kepada teman, mereka pun dapat jatah pas-pasan. Saat itu, satu lonjor kue harganya satu rupiah (..hmm..satu rupiah beneran !). Tapi kalau mau beli sepotong, harganya setalen atau dua puluh lima sen.

Mendengar penjelasan tukang jual kue pancong, saya langsung lari , pulang ke rumah. Mencari-cari di dapur, barangkali ada uang setalen sisa belanja yang tergeletak di sembarang tempat ( biasa khan, emak-emak suka lupa dengan uang kembalian belanja..). Untunglah…ada sekeping uang setalen, yang tersembunyi di dekat tempat bumbu dapur.

Secepat kilat uang setalen itu saya ambil, saya cuci bersih dulu biar kinclong, dan dalam sekejap bertukar dengan sepotong kue pancong yang wangi dan gurih…Saya menerima kue itu dengan hati berdebar-debar…dan pelan-pelan mengecapnya dengan ujung lidah, sebelum akhirnya saya kunyah selembut mungkin… Aaachh..sedaaaap ! Barangkali, dari semua kue pancong yang pernah saya makan, kue pancong yang setalen itu adalah kue pancong paling enak sedunia…hahahaha…


Ngomong-ngomong soal kue pancong. Kue yang terbuat dari adonan sederhana, tepung beras, air dan parutan kelapa, serta tambahan sedikit garam adalah jajanan yang sehat dan lezat cita rasanya. Adonan ini kemudian dimasak di dalam cetakan yang berbentuk lobang-lobang setengah lingkaran, lalu dipanggang di atas bara api atau arang. Cetakan kue ini, ada yang terbuat dari logam berwarna putih dan ada yang terbuat dari kuningan. Setelah matang, yang ditandai dengan aroma yang menguar dan keringnya bagian bawah kue, maka kue pancong siap disantap.

Ada orang yang suka menambahkan gula pasir pada saat masih panas, sehingga gulanya meleleh sedikit. Tapi ada juga yang tidak menambahkan apa-apa.

Saya sendiri suka menyantap kue pancong dengan serundeng kelapa atau abon daging. Kue pancong adalah kue dasar. Artinya bisa dimakan begitu saja, atau dibuat tambahan variasi yang lain. Mau manis, atau mau asin, atau bahkan rasa pedas juga tidak menjadi masalah. Kalau sedang dalam kondisi lapar, kue pancong ini sebetulnya bisa menjadi pengganti nasi, karena bahan bakunya tepung beras. Ditambah dengan parutan kelapa, maka sebetulnya sudah mencukupi untuk kebutuhan karbohidrat seketika.

Saya tidak tahu, dari mana asal usul kue pancong ini. Pun namanya ‘pancong’, apakah berasal dari kata ‘pancung ‘? Memancung ujung kue dengan sodetan, agar bisa keluar dari cetakannya…Kalau begitu, ..waaah..serem juga. Yang jelas, penyebaran kue pancong ini bisa ditemukan di kota-kota di Sumatra, di Jawa dan barangkali di pulau-pulau lainnya di wilayah Nusantara. Barangkali karena kemudahan proses pemasakannya, maka kue ini juga cepat menyebar ke seantero daerah. Apalagi bila dibandingkan antara modal bahan baku dan harga jual yang cukup menjanjikan, maka kue pancong ini tetap bertahan dari jaman ke jaman. Tidak minder atau rendah diri menghadapi berbagai kue import dengan segala variasinya.

Yang unik adalah satu hal…Kue ini jarang menjadi kue rumahan yang dimasak sendiri. Kue pancong ini khas menjadi kue jajan pasar yang dijual oleh pedagang khusus. Mungkin karena bentuknya yang seperti sol sepatu, atau karena lebih enak disantap saat panas, jadinya kue pancong ini lebih cocok untuk makanan pribadi. Jarang tampil di dalam jajaran kue jajan pasar di pesta-pesta atau acara keluarga. Yang pasti…dia selalu dirindukan, dan dinanti untuk sarapan pagi, cemilan atau makanan sela antara jam makan siang dengan sore hari.


Melihat kue pancong yang tersisa di piring, di atas meja makan di rumah saya, membuat saya merenung.

Apa sih kue pancong ? Siapa sih kue pancong ? Tapi coba tanyakan, berapa banyak orang yang kenal dan pernah mencicipi kue pancong ? Dan tanyakan juga, apakah mereka pernah bosan makan kue pancong ?

Sungguh…kue pancong hanyalah kue jajan pasar yang sederhana, yang bahkan belum naik kasta untuk menjadi hidangan pesta. Tapi apa yang sudah dilakukan oleh sepotong kue pancong dalam keseharian hidup kita ?

Barangkali, kue pancong juga sama dengan sebagian besar kita. Yang merasa diri ‘ hanya begini’ saja. Yang merasa belum cukup derajat untuk naik ke kasta lebih tinggi. Tapiiiii…seperti kue pancong sederhana yang punya makna dan selalu dirindukan, kenapa kita tidak belajar dari kehadiran kue pancong di dalam kehidupan kita ?

Biar saja kita jadi orang sederhana. Biar saja kita jadi orang yang ‘belum layak’ untuk bergaul di lingkungan atas atau sosialita kota. Tapi…dalam kebersahajaan, dalam kesederhanaan…kita tetap punya arti bagi dunia…

Begitu khaaaannn ???

Mau menikmati sepotong kue pancong kelapa ? Mau belajar tentang kesederhanaan yang bisa membaur dengan segala suasana ? Mareeee…kita icip-icip dulu….hhmmhhh…

Jakarta, 24 April 2011
Salam hangat,

Ietje S. Guntur

Special note :
Terima kasih kepada segenap jajaran penjual kue pancong kelapa…terutama kue pancong kelapa di Medan, yang memberi kesempatan untuk aku menikmati sepotong dunia kecil yang nikmaaaat…Aku belajar banyak dari kue pancong…tengkyuuuuuu…. Kue pancong juga kue persahabatan...yang mengingatkan aku pada hari-hari indah bersama sahabat-sahabat BCA...Uhuuyyy...sudah menjadi kue pancong-ku...hehe...