Kamis, 14 Januari 2010

Art-Living Sos 2010 (A-1 Telor Dadar...

Dear Allz...

Apakabar ? Haiiiyaaaa....semoga kabar baik-baik dan sehat semua, yaaa...Sebelumnya, saya ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya...atas ucapan selamat dan doa yang disampaikan pada hari ini...hari peringatan kelahiran saya...kepada teman, sahabat, keluarga dan fans...termasuk ponakan-ponakan tercinta yang ngefans berat sama budhe dan uwaknya yang gaul ini...hihihi....

Bila kita runut ke belakang saya lahir ke dunia ini sekian puluh tahun lalu. Seharusnya, kepada ibu saya yang tercintalah ucapan ini disampaikan....karena beliau telah ikhlas mengandung saya selama 9 bulan lebih, melahirkan saya dengan susah payah...dan membimbing saya di dalam tumbuh kembang kehidupan ini...Hingga saya bisa bertahan di dalam dinamika kehidupan yang sangat beraneka...

Perjalanan hidup saya memang sudah cukup panjaaaaaannnggg dan lamaaaa....Dan semua itu membuat pengalaman saya juga cukup banyak...paling tidak untuk dibagikan dengan teman, sahabat dan keluarga saya...Tidak hanya pengalaman yang indah menurut standar umum, tetapi juga pengalaman yang pahit, asin, asam, dan pedas...seperti iklan permen...sejuta rasanya...

Memang...begitulah kehidupan kita...berawal dari benih...telur...kita tumbuh dan berkembang di dalam perjalanan. Barangkali orang bisa berasal dari awal yang sama, tumbuh di tempat yang sama, mengalami hal-hal yang sama...tetapi penyerapan, pemahaman dan interpretasi atas kehidupan itulah yang membuat orang berbeda. Itulah yang membuat setiap orang menjadi unik...dan barangkali aneh menurut ukuran orang lain....Itulah diri kita...

Di hari baik dan bulan baik ini saya ingin membagi renungan perjalanan hidup saya...yang mirip dengan telor dadar...hehehe...Mau khan ? 

Saya memang tidak bisa mengirim banyak-banyak...tetapi setiap orang bisa membuat telor dadar masing-masing...dan menikmati perjalanan hidup di dalamnya...

Selamat menikmati...dan selamat ulang tahun setiap hari...untuk setiap orang yang pernah hadir di dalam kehidupan saya....


Jakarta, 13 Januari 2010
Salam telor dadar special edition...

Ietje S. Guntur



Art-Living Sos 2010 (A-1
Serial : Food Psychology
Selasa, 12 Januari 2010
Start : 12/01/2010 9:48:37
Finish : 13/01/2010 12:47:24


TELOR DADAR....


Pagi-pagi. Hari Senin. Saya sedang bersiap-siap berangkat ke kantor. Setelah memeriksa isi tas dengan segala pernak-pernik yang berjubel di dalamnya (hahaha...sesuai kepribadian), saya mengecek tas perbekalan. Masih kosong. Hanya ada botol air minuman, yang wajib ada. Hmm...mau bawa sarapan apa, ya ?

Tiba-tiba saya kepengen makan telor dadar...ahaaa...nasi putih hangat dengan telor dadar diguyur kecap manis...hmmm...udah kebayang rasanya. Namanya perut kuli, kalo nggak ditendang sama nasi, kayaknya nggak semangat...hihi...apalagi nasi plus telor..waww... bisa bikin energi dan semangat naik seketika... 

Jadi deeh, saya langsung masuk ke dapur. Mempersiapkan ramuan untuk telor dadar kesukaan saya. Bawang merah, cabai merah, jamur champignon, merica....ahaaa...pasti sedap. Saya menghirup aroma yang menguar dari penggorengan...alamaaakkk...lezat nian...

Saya langsung mengepak kotak makanan, dan segera pamit berangkat ke kantor. Niatnya sih nasi plus telor buat sarapan di kantor, tapi kalau nanti di dalam perjalanan sudah kelaparan, ya apa boleh buat...pasti disantap juga..



Bukan hanya sekali itu saya berbekal telor dadar. Seringkali kalau sedang kehilangan inspirasi untuk masakan, saya akan kembali ke selera asal. Rumus telor dadar pun bisa berganti-ganti, sesuai dengan mood dan persediaan bahan baku di lemari.

Kadang saya membuat telor dadar dengan isian wortel yang diiris halus...tetap dengan campuran bawang merah. Bentuknya jadi tebal dan gemuk, dan tentunya lebih bergizi karena ada sayurannya. Walaupun sahabat saya yang ahli gizi menasehati agar menyantap wortel dalam keadaan segar, saya lebih suka bila wortel dicampur di dalam telor dadar atau sup...hmmm...

Saat yang lain, saya mengadon telor dadar dengan irisan kol dan jamur...hehehe...Memang jamur bisa menjadi pendamping di mana saja. Apalagi kalau ada di dalam adonan telor dadar...rasanya lebih kenyal-kenyil...tambah enak...malah bisa dimakan begitu saja, tanpa nasi...

Oya...kalau sedang kreatif, kadang saya membuat telor dadar yang diiris-iris...lalu dicemlungkan ke dalam kuah semur...Jadi deeeeh... serasa menyantap steak telor...heeem..heeemm...nyam...nyam...



Ngomong-ngomong soal telor dadar...eeeh, kok enakan ngomongnya telor dadar daripada telur dadar, ya...hahahaha...lebih bulat gitu rasanya...
Teloooooor...wakakakaka...padahal sih bentuknya sama aja yaaa... Banyak sekali pengalaman dan cerita tentangnya...Coba deh disimak.

Duluuuuu....ketika saya masih kecil, jamannya ayam masih ayam kampung peliharaan di rumah, telor ayam termasuk makanan yang mewah dan mahal. Maklum, ayam betina yang hanya bertelor sekitar 10-14 butir, biasanya lebih sering dierami agar menjadi ayam beneran...bukan ayam telor-teloran. Jadi bisa menyantap sebutir telor ayam seminggu sekali sudah luar biasa. Kalau mau beli di pasar harganya juga lumayan mahal.

Untung saja ibu saya yang kreatif itu punya banyak ayam peliharaan. Beberapa ekor di antaranya memang khusus untuk ayam petelur... (nah, kalau jadi ayam namanya petelur, bukan petelor...wkwkwkw..). Sehingga dalam seminggu kami punya kesempatan untuk menyantap telor dadar beberapa kali. Tetapiiiiiiii....mengingat jaman dulu itu memang jaman serba prihatin, jadi deeh...tuh telor dadar harus dibagi menjadi beberapa potong. Supaya kelihatan banyak, dua butir telor ayam dikocok sampai berbusa-busa...kadang dicampur air sedikit supaya cairannya banyak. Lalu setelah matang, akan dibagi 3 atau 4 potong...Rasanya memang nikmaaaaat banget...Serba sedikit, tapi rasanya lezat luar biasa...

Kayaknya bukan hanya keluarga kami saja yang berhemat-hemat dengan telor dadar. Tetangga kiri kanan, tetangga jauh dan dekat juga mengalami masa emas menyantap telor dadar yang dipotong kecil-kecil...hihi...Dan biasanya kami dengan bangga akan cerita ke teman bahwa pada hari itu menyantap lauk telor dadar...hahahaha...norak-norak bergembira banget...

Telor dadar ini pun tak hanya untuk lauk sehari-hari. Dalam sajian makanan ulang tahun, semisal nasi kuning atau nasi gurih, telor dadar juga wajib ada di dalamnya. Dan seperti telor lauk sebelumnya, untuk nasi ulang tahun ini pun diberi telor dadar yang dibuat tipiiiiiiiiiis banget...dicampur air dan sedikit tepung serta perasa tambahan, lalu diiris halus...mirip pita. Dan ditaburkan di atas nasi kuning... menambah semarak nasi dengan warna kuning emas yang ngejreng di antara lauk lainnya.



Cerita tentang telor dadar tak berhenti di rumah saja.

Saking ngetopnya urusan si Telor Dadar ini, di hotel-hotel dan restoran berbintang pun acap disajikan telor dadar dalam berbagai versi. Di hotel internasional atau resto bergaya western, telor dadar akrab disebut dengan omelette. Sedangkan di resto China, telor dadar ini tampil dengan nama Fuyunghai atau Puyunghae....(nih pasti resto China lokalan van Java...hehehe...). Sedangkan di resto Padang, telor dadar sudah begitu tebal dengan berbagai campuran sehingga mirip martabak...

Saking doyannya makan telor dadar, karena buat saya ini termasuk makanan yang ‘aman’, maka di mana pun saya berada, selalu memesan telor dadar alias omelette. Biasanya sih telor dadar ala hotel yang disebut omelette itu dimasak dengan cara khusus sehingga mirip guling, dengan isian bermacam-macam. Selain itu, walaupun sisi luarnya matang, dalamannya agak basah dan demek-demek...sehingga rasa isiannya masih terasa aslinya.

Nah, berkaitan dengan telor dadar ala hotel tadi, saya pernah punya pengalaman lucu dengan seorang sahabat saya. Dalam sebuah perjalanan ke Kendari, kami menginap di sebuah hotel yang baru diresmikan. Karena tiba di sana sudah malam, kami memesan makanan di dalam kamar saja. Saya bilang ,” Pesan omelette sama nasi putih saja, biar ada tenaga.”

Jadi deeh..setelah pesanan datang, kami pun menyantapnya. Tapi penampilan si Omelette jauh banget dari imajinasi kami yang sudah terbiasa dengan telor dadar ala hotel bintang. Lho...kok ini mirip telor dadar yang tipis kurus seperti kertas ?

Sambil duduk berselonjor kaki di lantai, menyantap nasi dan telor dadar ala lempengan kertas tadi, kami berbincang ,” Barangkali kokinya pikir, makan nasi ya cocoknya sama telor dadar rumahan...”, kata saya. “Hmm...barangkali ini yang memasaknya satpam, karena kokinya sudah pulang ....hehehe...” Sahut teman saya. Jadilah kami malah berdiskusi seru dan ketawa-ketawa di malam buta gara-gara urusan telor dadar.

Keesokan harinya, kami memesan omelette lagi untuk sarapan. Dengan harapan, kalau pagi hari telornya akan menjadi seperti di resto...Tapi apa daya...pagi harinya pun kami mendapat telor tipis lagi... hahahaha...Saya bilang ke teman saya ,”Ya, sudahlah...besok-besok kita buka kursus masak telor dadar saja di sini...”.

Sejak saat itu, kalau saya memesan omelette, saya harus meyakinkan betul, bahwa yang saya pesan adalah telor dadar yang dimasak dengan bentuk mirip guling...hehe... Iyalah...beda nama beda pengalaman...Jadi agar antara imajinasi bisa dekat dengan kenyataan , kitalah yang harus merumuskan harapan kita sesuai dengan realitas yang ada...



Melihat begitu banyaknya ragam telor dadar dan proses memasak serta penyajiannya, saya jadi merenung...

Telor dadar, asal usulnya kan dari telor ayam atau telor unggas lainnya...tetapi ketika bersentuhan dengan selera, maka isinya bisa bervariasi dan namanya pun bisa beraneka. Tampilan pun disesuaikan dengan namanya. Bahkan kelasnya pun bisa dari kelas rumahan, warungan, hingga resto dan hotel bintang lima.

Seperti kata pepatah, “ lain lubuk lain ikannya, lain padang lain belalangnya...” Jadi bisa juga lain telor lain dadarnya.... hahahahaha....

Tanpa kita sadari, telor sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Selain sebagai sumber pangan dan gizi yang unggul, pengolahan telor juga menunjukkan tingkat kebutuhan dan budaya makanan kita.

Pertanyaannya : Kenapa nasi ulang tahun harus pakai telor dadar ? 

Tidak lain, karena telor adalah sumber kehidupan...telor adalah benih untuk ditumbuhkembangkan...Dengan demikian, diharapkan dengan adanya telor dalam hidangan ulang tahun akan membuat kehidupan orang tersebut akan berlanjut dengan kebaikan...kesehatan...dan dinamika kehidupan yang penuh warna...

Telor dadar memang hanya makanan sederhana dari ‘telor’...eeeh, ‘telur’... tetapi kalau dimodifikasi, ia bisa tampil mewah dan sesuai dengan berbagai suasana . Ketika kita menelusuri berbagai kisah dan pengalaman di dalamnya maka akan banyak cerita yang beraneka. 

Sama dengan diri kita sendiri. Hidup kita pun demikian...dari hal-hal sederhana, dengan kreativitas dan kemampuan menyesuaikan diri..... maka perjalanan hidup kita pun akan menjadi kaya...

Suka telor dadar ? Mari kita coba....eheeeem....





Jakarta, 13 Januari 2010

Salam sayang,



Ietje S. Guntur

Special note :
Thanks buat Dewi Ika...dan inspirasi tentang telor dadar omelettenya ....hehehe.... kenangan yang lucu dan indah sekali...kapan kita menjelajah telor dadar lagi, ya ? Juga buat adikku, But...yang dulu selalu minta ‘telor dua’...walaupun hanya dua iris telor dadar...hi hi...so sweet memory...

Minggu, 10 Januari 2010

Art-Living Sos 2010 (A-1 The Toilet Gate...

Dear Allz....

Apakabaaaarrr ???? Hmhh....masih awal tahun 2010 niiiih...masih segar ya ? Lagi liburan khan ? Iyalah...hari Sabtu dan Minggu kan bisa disebut hari libur. Libur dari aktivitas rutin....dan menyelanya dengan kegiatan lain...hehehe...sama jugalah...

Kita memang perlu suasana lain dalam hidup ini, agar tidak jenuh. Agar hidup jadi seimbang . Ada saatnya kita bekerja rutin dalam sistem yang sudah mapan, tapi ada juga waktunya kita keluar dari sistem itu...dan out of the box. Termasuk pikiran-pikiran kita. Membebaskan pikiran memikirkan apa saja...termasuk yang ‘nakal-nakal’ sedikit.

Tidak ada salahnya sesekali berpikir ‘nakal’...seperti seorang anak kecil yang bebas berpikir apa saja. Yang bebas mengangankan apa saja. Sehingga tidak ada batas atau jarak yang membuatnya terpenjara. Seorang anak kecil yang merdeka adalah seorang anak yang kreatif...dan seringkali disebut ‘nakal’, karena mereka tidak sesuai dengan pakem lingkungannya.

Padahal belum tentu kenakalan itu betul-betul menghasilkan perbuatan yang salah. Banyak penemu dan visioner di dunia ini bermula dari pemikiran-pemikiran yang nakal. Bill Gates termasuk salah seorang ‘anak nakal’ yang tidak biasa.. Juga Mark Zuckerberg penemu Facebook, yang membuat kita bisa berkomunikasi di dunia maya dengan segala keleluasaan. Dia adalah seorang mahasiswa Harvard yang konon malah tidak menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi tempatnya menuntut ilmu.

Apa rahasia ‘pemikiran-pemikiran yang nakal’ itu ?

Tidak sulit...yaitu membiarkan inspirasi yang muncul seketika untuk tumbuh dan berkembang. Jangan pernah membunuh ide atau inspirasi apa pun...bahkan kalau dia terlalu nakal untuk diwujudkan. Toh, itu masih sebatas inspirasi. Dan inspirasi itu bisa menjadi karya yang luar biasa, bila kita dapat merumuskannya secara sistematis.

Banyak tempat untuk menemukan atau mencari inspirasi. Dan setiap orang punya tempat favorit untuk merenung dan mengeluarkan pemikiran-pemikiran yang out of the box. Saya sendiri punya tempat favorit...yaitu di toilet...hihihi...maaf...emang bener kok !

Mau ya, berbagi pengalaman sedikit tentang pengalaman di ruang tanpa batas itu ? Memang sih, selama ini toilet seperti sebuah ‘lokasi’ yang dipinggirkan...tapi lihat, betapa banyak pengalaman yang bisa kita peroleh dari sana...

Selamat menikmati...selamat berlibur...dan selamat berpikir nakal...hmm...

Jakarta, 10 Januari 2010

Salam sayang,


Ietje S. Guntur



Art-Living Sos 2010 (A-1
Senin, 04 Januari 2010
Start : 04/01/2010 23:49:20
Finish : 07/01/2010 15:22:04

THE TOILET GATE
Ada sebuah tempat
Yang terbelakang dan dianggap tidak penting
Tapi...apa jadinya kalau tidak ada dia ?
♥♥

Saya baru saja tiba di Bandara. Dalam sebuah rencana perjalanan ke luar kota. Selesai check-in di counter dan mengurus segala dokumen perjalanan , saya langsung lari terbirit-birit...mencari toilet...hihihi...

Maaf...udah dari tadi kebelet...nggak kuat lagi. Maklum kan, perjalanan dari rumah saya ke Bandara lumayan jauh. Jadi ya wajar saja kalau proses metabolisme sudah berlangsung dengan sempurna. Tidak ada hambatan untuk masuk dan keluar. Alhamdulillah...

Untung banget...kali itu toilet di bandara tidak penuh. Jadi saya langsung mendapat giliran. Biasanya sih, menjelang waktu keberangkatan banyak orang yang mengantri untuk menyalurkan kebutuhan pelepasannya. Iyalah...daripada nanti repot di pesawat. Apalagi kalau waktu tempuh perjalanannya cukup panjang dan lama...walaaah...

Tidak sekali ini saja saya kebelet di Bandara atau stasiun keretaapi. Dan bukan hanya di Bandara Jakarta. Dari mulai Aceh sampai Kupang, dari Jogyakarta sampai Makassar, juga di Bandara-bandara dan stasiun-staiun keretaapi di manca negara....yang saya kenal terlebih dahulu adalah toiletnya...hehehe...Bahkan, kalau hasrat sudah begitu melekat, saya tidak menunggu check in dan urusan imigrasi, yang penting lari ...ngibrit...ke toilet dulu...hmmm...



Hubungan saya dengan toilet ini boleh dikatakan cukup mesra. Sejak jaman kuliah di Bandung, saya telah dikenal sebagai fans of toilet... hahahaha...Bukan hanya pagi hari di kala temperatur memang dingin (Bandung tempo doeloe masih mengalami suhu sekitar 16-18 derajat C di pagi hari...hmm), tetapi juga siang, sore...dan kapan saja...Pokoknya kalau sudah 1-2 jam duduk di ruang kuliah...pasti deh kumat kebeletnya...hihi...

Tidak cukup menjadi fans sendirian...saya pun sering mengajak teman-teman untuk beramai-ramai ‘berkunjung’ ke toilet. Maklum saja, toilet di kampus kami jaman dulu agak gelap dan suram...jadi mirip suasana di film-film horor. Lampunya Cuma beberapa watt, dan lebih sering padam karena tidak ada aliran listrik. Jadi lebih nyaman dan lebih aman pergi ke toilet beramai-ramai. Seperti orang mau berdemo. Dan urusan ke toilet pun bisa sekalian...menyalurkan hasrat dan bertukar gosip...hiikksss...

Memang...terutama bagi wanita, urusan ke belakang ini tidak sekedar menyalurkan hasrat biologis. Tetapi juga mengandung unsur-unsur penyaluran psikologis juga...hehe...

Sejak mengalami masa-masa indah bergosip di toilet kampus, saya pun jadi ketagihan bertukar cerita dan bertukar informasi di toilet sampai saat saya bekerja di gedung-gedung perkantoran. Bener, lho...Apalagi kondisi toilet di gedung perkantoran masa kini luar biasa bersihnya. Selain untuk menyalurkan hasrat kebelet tadi, biasanya ruang toilet juga dilengkapi dengan wastafel yang airnya bersih, cermin dinding yang luas dan lebar, tempat duduk-duduk untuk istirahat, dan...aroma pewangi ruangan yang harum semerbak. 

Sering juga ruang toilet ini ditata dengan lampu-lampu yang terang dan hiasan dinding yang indah. Sehingga berada di toilet tidak hanya sekedar menyelesaikan tugas bermetabolisme, tetapi juga untuk merapikan dandanan, dan istirahat sejenak dari kepenatan di dalam ruangan kerja. Kadang, saya juga duduk diam-diam di dalam ruangan toilet, sambil melamun dan mendengarkan obrolan segala macam di sekitar saya. Geli juga sih...kok jadi seperti orang yang menguping pembicaraan orang lain...hmm...tapi kenapa juga mesti bergosip heboh di ruang publik seperti itu, ya ?

Belakangan, ruang toilet yang bersih dan wangi ini pun tak sekedar menjadi tempat pertemuan sambil lalu atau tempat bermenung dan escape from duty...hahaha...Sering juga terjadi, bagi karyawati yang berbeda unit dan berbeda lantai, memilih pertemuan sejenak di ruang toilet. Ngobrol sepotong dua potong, terkadang diseling dengan saling bertukar barang titipan, hingga dilanjut dengan menggelar barang dagangan...he he he....

Iya, lho...ini benar-benar kejadian. Ruang toilet yang bersih memang mirip kaki lima di pertokoan. Jadi, bagi yang kreatif dan memiliki jiwa bisnis, maka ruang ini pun dapat dimanfaatkan untuk menjajakan barang-barang yang dibutuhkan kaum wanita. Lihat saja. Mulai dari pakaian dalam, parfum, pakaian olahraga, sepatu, kosmetik, tas....hingga makanan-makanan kecil atau cemilan sah-sah saja digelar di ruangan toilet ini. Sungguh praktis. Tidak usah kuatir digusur petugas Tatib, tidak usah membayar pajak lokasi, urusan perdagangan bisa menjadi lancar.



Cerita tentang toilet ini tak sekedar di bandara dan gedung perkantoran saja. Di hotel, di pertokoan, bahkan kalau bertamu ke rumah orang. Di banyak tempat, kemana pun saya pergi, pasti yang saya incer duluan adalah toilet...wakakakaka....norak banget yaaakkk...!!! Ya, iyalah...itu kan termasuk kebutuhan pokok. Bukan sekedar makan dan minum saja, tetapi ini juga...termasuk kebutuhan lahir dan batin... Astagaaa...dibahas pula panjang-panjang...kkkrrrrrrrrrrr.....

Eeeeh, saya lanjutkan sedikit ya ? Gara-gara urusan toilet ini saya punya banyak pengalaman yang unik . 

Dalam sebuah perjalanan ke beberapa negara Eropa, penyakit saya kumat lagi. Begitu melihat toilet, saya buru-buru kebelet...hmh...kuatir kalau nanti pas kepengen nggak nemu toilet. Tapi...setelah menemukannya, beberapa kali juga saya sempat misuh-misuh, menggerutu...Hal ini terjadi gara-gara sekali melepaskan hasrat biayanya minimal 0,5 Eur, atau kalau dikonversi ke rupiah tidak kurang dari tujuh ribu rupiah...haaaahhh...??? Saya sempat membatin, “Orang lain pergi ke Eropa untuk tour of mal, tetapi saya malahan tour of toilet...Orang lain menghabiskan uangnya untuk berbelanja kebutuhan, saya malah menghabiskan uang untuk melepas kebutuhan..” heh heh...kacaawwww....

Saya lalu membandingkan dengan tarif toilet di Jakarta, yang paling mahal hanya Rp 2.000,- untuk hasrat yang paling besar. Kadang ditambah dengan acara mandi atau cuci muka segala. Dan kondisi toiletnya pun tidak jauh berbeda. Malahan toilet di Jakarta selalu ada air tambahan untuk membersihkan diri. Tidak seperti toilet-toilet di Eropa yang tidak ada shower atau penyemprot tubuh, apalagi gayung...Lebih mahal, tapi fasilitas lebih minim...uuuuuhhh....



Masih ada pengalaman lain tentang toilet...

Bagi wanita, toilet bisa juga jadi ‘properti gaul’. Hmmm...gak percaya ? Ini pengalaman saya sendiri. Ketika suatu hari saya diundang rapat di kantor Menko Kesra, sehubungan dengan aktivitas ‘jalanan’ saya. Dari semua peserta rapat, tidak ada satu pun utusan yang saya kenal. Dan semuanya duduk berjauh-jauhan, seperti orang bermusuhan. Mungkin karena masih saling sungkan, jadi tidak ada yang berani memulai perkenalan.

Saya mau mengeluarkan jurus gaul, tebar-tebar senyum, tapi kok para undangan yang sebagian besar bapak-bapak bergaya cuek saja, sambil pura-pura sibuk membaca brosur dan laporan entah apa. Jadi saya pun mulai mencari-cari akal untuk berkomunikasi. Masa sih jauh-jauh datang kemari tidak ada yang bisa diajak bicara ?

Lalu saya lihat seorang ibu, duduk sendirian dan tampak gelisah. Saya dekati beliau, sambil berbisik ,”Ibu, mau ke toilet nggak ? Saya mau ke belakang nih. Bareng yuk ?”

Si ibu menatap saya, wajahnya tampak sumringah. Lalu sambil berbisik dia menjawab ,”Waaah...dari tadi saya sudah kebelet, tapi saya tidak kenal siapa-siapa. Saya baru datang ke Jakarta .” Haaaa....??? Jadi dari tadi menunggu undangan ke toilet ? 

“Hmm...mau kemana ? Ke toilet ? Boleh ikutan ?” ibu yang di sudut lain melihat kami berjalan menuju ke luar ruangan , lalu ikut bergabung bersama.

Sambil berjalan beriringan, kami pun ngobrol. Ternyata beliau undangan dari wilayah Jawa Tengah dan dari Sumatra Utara . Hmm...jauh juga, ya...mau ke toilet saja mesti ke Jakarta dulu gitu loooh...hahahaha...Kami langsung akrab, dan bisa berbincang segala macam. Termasuk urusan-urusan kemanusiaan dan kewanitaan yang kami tangani dalam program kerja yang akan dibahas di dalam rapat itu nanti . 

Tak hanya sekali itu urusan toilet menjadi ajang pergaulan saya.

Dalam berbagai seminar atau pelatihan yang saya ikuti, termasuk bila saya yang menjadi pembicara, saya sering juga menggunakan toilet sebagai meeting point dan tempat saling berkenalan.

Sambil merapikan bedak dan lipstik di wajah, saya akan bertanya kepada peserta yang tadi kelihatan di dalam kelas. “Maaf, mbak...tadi ikut di kelas yang sama ya ?” atau hal yang umum ,” Hmm...dingin banget AC di ruangan, ya...jadi kebelet melulu deh !”

Biasanya, kaum wanita akan mudah bereaksi dengan hal-hal yang umum dan ringan seperti ini. Lalu, dari sekedar berkomentar, bisa dilanjutkan dengan pembicaraan lain yang lebih akrab. Tidak jarang, saling kenalan di toilet ini berlanjut menjadi sebuah jaringan pertemanan dan jaringan kerja.

Nah, siapa bilang urusan toilet hanya bermuara pada pelepasan kebutuhan saja. Dari toilet bisa berlanjut apa saja...




Lanjut...lanjut...lanjut cerita tentang toilet....

Barangkali....terinspirasi dari kebutuhan orang Indonesia akan pergaulan di toilet, ada sebuah restoran di Jakarta yang ruangan toiletnya sangat menarik. Tidak hanya desainnya saja yang artistik, tetapi di dalam ruang toiletnya pun dihias dengan pajangan foto-foto bintang film tempo dulu.

Saya sangat suka nongkrong di resto itu. Tidak hanya karena makanannya yang enak dan harganya kompetitif. Namun, duduk berlama-lama di toiletnya pun sangat menyenangkan dan sering mendatangkan inspirasi...hihihi...Tidak sia-sia rasanya mengisi perut dengan hidangannya yang enak lezat cita rasanya, tetapi kebutuhan lanjutannya pun tersedia dalam nuansa yang berbeda dari toilet biasa.



Kembali ke rumah....kembali ke urusan toilet...

Setelah seharian bekerja dan berkelana kemana-mana, saya menjadi seperti burung bangau. Setinggi-tinggi terbang bangau...baliknya ke pelimbahan juga.

Karena tahu persis kebutuhan saya akan toilet yang nyaman dan inspiratif, maka di rumah pun saya membuat suasana yang nyaman dengan kamar mandi dan toilet ini. Selain bisa untuk menyalurkan hasrat...maka toilet saya pun bisa menjadi ruang baca dan tempat bermenung mencari inspirasi...hihihi...

Jadi jangan heran...kalau banyak ide-ide atau gagasan saya yang sering out of topic dan tidak biasa...karena memperolehnya juga berkat renungan toilet yang nyaman dan aman. Dan kalau dipikir-pikir lagi...benar juga kata seorang sahabat saya, bahwa cerita-cerita saya tentang suasana toilet bisa menjadi sebuah berita...semacam toilet gate begitu...hmm...

Udah aaaah.....mau cari inspirasi lagi...Untunglah ada toilet...hehehehe...

♥♥♥

Jakarta, 7 Januari 2010
Salam hangat,


Ietje S. Guntur

Special note :
Thanks untuk sahabatku Ndaru, yang mencuatkan ide tentang Toilet Gate beberapa waktu lalu...hihi...juga sahabat-sahabat seperjalanan yang tahu persis kebutuhanku akan toilet...Neno, mb Nuki, Koko...Serta teman rombongan toilet tempo doeloe...Ari Pesut...(iiih...inget waktu di Bali ?? hiks hiks), Yuli, mb Tis, Titiek, Yenny...haha...tidak ada tempat ngobrol, ke toilet pun jadi...Dan sahabat-sahabat Toilet for friend...Nonce, Adith, Kun...(inget toilet di Sungai Batanghari ? hahaha...)...Oya, juga untuk resto & Cafe Batavia yang inspiratif...thanks buat semua properti yang meluberkan inspirasi luar biasa...