Minggu, 27 Desember 2009

Art-Living Sos 2009 (A-12 Gereget Sambal...

Dear Allz...

Alllowwww....hellloww...heloouuu....lagi ngapain ? Hari-hari libur niiiih...loooong holiday, bagi yang holiday...uenaknya, yaa....hmmm...

Ya, buat yang sudah liburan akhir tahun, ya met liburan deeh. Yang belum libur, kan masih ada hari esok...hehehe...menyenangkan hati sendiri dong. Masing-masing ada jatahnya. Istirahat dari kerutinan. Bahkan yang hampir sepanjang tahun libur, seyongyanya perlu juga aktivitas selingan...entah apalah itu...agar hidup ini nggak membosankan. Memang kadang aneh juga, ya. Yang kerja, pengennya libur. Yang nggak kerja, pengennya aktivitas melulu...

Apa pun...selingan memang dibutuhkan. Kalau hidup maniiiiiiis saja, akan bosan juga. Cuma satu rasa. Aman tentram itu kadang berbahaya juga, karena kita jadi tidak waspada. Kita jadi terlena. Perlu sekali-sekali ada gejolak. Ada kejutan. Ada yang menggigit. Agar hidup ini jadi dinamis. Ada geregetnya gitu...

Ya, hidup seperti menyantap hidangan juga kan ? Perlu aneka rasa, yang seimbang. Agar panca indera kita terolah semua. Termasuk rasa pedas yang menggigit-gigit. Kita bisa memperoleh rasa pedas dari banyak sumber. Tapi paling enak, yaaaa...dari sambal.

Ahaaaaa....saya jadi kepengen cerita tentang sambal juga niiih...Waaah, kayaknya hot banget yaaa...semangat seperti berlimpah-ruah...hahahaha...Barangkali itu juga disebabkan oleh sambal-sambal yang menggugah selera dan semangat saya.

Mau menikmati sambal saya ? Okeeeeeh...met menikmati saja, yaaa....

Jakarta, 27 Desember 2009
Salam hangat,



Ietje S. Guntur



Art-Living Sos 2009 (A-12
Serial : Food Psychology
Minggu, 27 Desember 2009
Start : 27/12/2009 8:26:08
Finish : 27/12/2009 13:38:56


 GEREGET SAMBAL

Hari libur. Nggak jauh-jauh deeeeh...kalau lagi mood masak, ya saya masak. Seperti kali ini, dan banyak hari libur lainnya, saya kepengen masak kwetiaw goreng...hahahaha...Kayaknya ini sudah jadi pakem liburan. Kwetiaw goreng. Maklum deeeh...doyannya memang kwetiaw...jadi mau nggak mau umat serumah juga harus terbawa arus menikmati kwetiaw hasil olahan saya...heheeh....

Selesai masak kwetiaw...saya celingak-celinguk lagi. Sambalnya mana ? Ohoooo...lupa. Kalau kwetiaw goreng ala saya ini harus pakai sambal khusus. Kalau mau males sih bisa saja pakai sambal botolan, tapi sesuai dengan resep dari ibu saya, kalau kwetiaw goreng ala Medan, harus pakai sambal khusus. Bahannya adalah cabe rawit, bawang putih digerus agak kasar, ditambahi cuka, gula pasir dan kecap ikan. Rasanya pedas, asem kecut dan ada aroma ikannya. Ini akan memperkuat rasa bumbu kwetiaw goreng buatan saya...hmmm...

Bukan hanya kwetiaw goreng saya ini saja yang butuh sambal khusus. Saya punya beberapa resep sambal, yang khusus dipadukan dengan makanan atau hidangan tertentu.

Ada lagi sambal kesukaan saya. Yang pas dimakan dengan tempe goreng. Namanya sambal atau sambel penyet. Bahannya cabe merah keriting beberapa buah dan bawang merah dengan kulitnya. Langsung digoreng sebentar di dalam minyak panas, sampai cabe dan bawang agak layu. Kemudian dipenyet, sampai kulit bawang mengelupas. Cabe dan bawang diulek kasar, ditambahi garam secukupnya dan terasi udang kalau suka. Boleh juga ditambahi tomat merah potongan. Lalu...hmm..tempe goreng panas-panas langsung digeprek dan diulek bareng sambalnya... Rasanya...aaacchh...sedaaap....

Ini adalah salah satu makanan kegemaran saya . Disantap dengan nasi putih yang panas dan pulen. Kalau mau ditambahi, boleh dengan ikan pindang cuek atau kembung banjar yang kecil-kecil, atau kalau di Medan disebut ikan kembung rebus. Ditambah lagi dengan lalap timun dan daun kemangi...wwwooww...bisa bikin lupa diri deeeh...hahahaha...



Urusan sambal dan hidangan memang sangat akrab dengan lidah orang Indonesia. Tidak hanya wanita, yang katanya gemar makan yang pedas-pedas. Para pria tampan pun, termasuk suami saya, Pangeran Remote Control bisa dibilang rajanya sambal. Malahan dalam urusan pertandingan pedas-pedasan sambal, saya kalah jauh dibandingkan dengan beliau.

Kalau saya, sekarang paling kuat hanya makan sambal dari ulegan tiga buah cabe merah, atau dua cabe rawit merah. Itu pun sudah membuat lidah seperti digigit semut dan airmata bercucuran. Tapi Pangeran saya, kalau bikin sambel minimal sepuluh cabe rawit merah ditambah lima cabe merah keriting yang puedeeesss, hanya dengan tambahan garam dan sedikit terasi udang. Itu baru mantap, katanya.

Kadang mencium aroma sambalnya saja saya sudah mabok, apalagi kalau berani mencoba mencicipi. Alamat lidah saya jadi seperti terbakar rasanya. Boro-boro menambah selera, yang ada malahan dunia jadi banjir airmata saking pedasnya...haaahh...

Lain Pangeran saya, lain lagi ibu saya, yang ahli membuat sambal dengan gorengan udang. Cabe merah ditambah garam dan jeruk sambal, diadon dengan udang goreng besar...hmm...rasanya bikin air liur menetes dan tanpa sadar kita pun terus menambah porsi nasi lagi...hehehe...Sambal ini, walaupun resepnya sudah diwariskan kepada saya, tapi entah kenapa kalau saya yang membuatnya rasanya kurang mantap. Ada ‘roh’ yang tidak terbawa. Maklum sajalah...sebagai penikmat, ya lebih enak kalau ibu yang mengolah dan menyajikannya...hiks hiks..

Sementara itu, ayah saya, kurang suka sambal yang pedas-pedas. Sambal beliau dulu hanya cabe merah, garam, gula jawa sedikit, terasi sedikit. Kadang ditambahi tomat matang. Jadi sambalnya itu agak manis gurih rasanya. Dan sambal ini biasanya dipadu dengan sayur lodeh dan tempe bacem ala Jogya, yang moaaaniiiisss citarasanya...(ini hebatnya ayah saya, walau sudah puluhan tahun di Sumatera, tapi urusan tempe bacem tetap rasa Jogya asli...heh hehe...).

Jadi boleh dibayangkan, kalau kami berempat makan bareng, akan ada empat macam sambal. Setiap orang punya sambal favorit. Dan masing-masing sudah nikmat dengan sambal kesukaannya untuk menemani hidangan yang disantap dengan lauk-pauk lainnya. Itu bisa lebih ramai lagi kalau kami sekeluarga makan bersama...Bisa-bisa lebih banyak sambalnya daripada lauk-pauknya...hmm...



Ngomong-ngomong soal sambal, di Indonesia ini memang terkenal dengan aneka sambal sebagai padanan hidangan. Setiap daerah memiliki satu atau dua jenis sambal untuk hidangan yang berbeda. Dari mulai sambal uleg sederhana yang terdiri dari cabe merah atau cabe rawit plus garam saja, sampai sambal yang rumit dengan tambahan terasi, petis, tomat, atau buah-buah semacam gandaria, mangga, buah buni, buah ceremai, daun jeruk purut, jeruk nipis dan sebagainya.

Itu belum termasuk aneka sambal kecap, dengan berbagai merek kecap pula. Kecap asin, kecap manis, kecap ikan. Lihat saja, untuk makanan ikan bakar ala Manado , Makassar atau Kendari, ada sambal kecap yang khusus. Ikan bakar yang polos itu baru nikmat kalau dibaluri dengan sambal cabe rawit yang pedasnya menggigit-gigit lidah. 

Cerita soal sambal kecap untuk hidangan ikan ini , saya punya satu pengalaman tak terlupakan ketika diundang makan di sebuah kunjungan kerja di Kendari. Melihat ikan sejenis cakalang yang besarnya kurang lebih 50 cm terbujur di atas piring saji , saya sudah kelenger. Nyaris hilang selera. Jadi sayapun hanya mengambil sedikit saja. Tetapi ketika saya sudah mencicipi ikan dengan sambalnya... eeeh...mendadak nafsu makan saya meningkat. Dan jadilah saya mengambil lagi ikannya... tambah lagi...tambah lagi...sedikit lagi...sampai akhirnya saya sakaw ikan...hihihi... memalukan !

Ada lagi sambal yang khusus, yaitu sambal dadak untuk ayam goreng tradisional. Di kantin kantor saya dulu, ada pedagang nasi pecel ayam yang sambalnya luar biasa enak. Sambal segar yang diramu dari cabe merah plus tomat dan terasi udang, dimakan begitu saja dengan nasi panas, tempe goreng dan tahu sudah nikmat luar biasa. Apalagi kalau ditambah dengan ayam goreng atau ikan goreng yang warnanya agak kehitam-hitaman...aachhh...lupa deh sama urusan minyak goreng bekas dan karsinogen. Sambal pecel itu bener-bener bikin selera meningkat dua tiga kali lipat...hahahaha...



Bila dilihat betapa orang Indonesia sudah menyatu dengan sambal, tidak heran kalau ke mana pun kita pergi, kita selalu mencari cabe dan sambal untuk menemani hidangan makanan. Masih beruntung kalau perjalanan kita berada di wilayah Indonesia. Seminimalnya fasilitas penyediaan makanan, masih ada pasar yang menjual cabe segar atau warung yang menjual cabe dalam kemasan botolan atau sachet. Tapiiiii...kalau kita berkesempatan ke luar negeri, apalagi negara-negara Eropa, maka urusan cabe dan sambal ini bisa menjadi urusan yang krusial dan tidak bisa tersedia seketika. Padahal kita tahu, hampir semua makanan mereka kurang tajam citarasanya. Rasa asinnya kurang, rasa manisnya kurang, rasa asamnya kurang...Apalagi untuk rasa pedas. Mustahil banget...

Jadi untuk memanjakan lidah sendiri, dan untuk tetap bisa bertahan hidup di dunia tanpa rasa pedas itu, kitalah yang harus kreatif. Sedia payung sebelum hujan. Sedia sambal sebelum makan...hmmm...Saya pernah punya pengalaman, ketika berkesempatan jalan-jalan ke luar negeri. Sesuai dengan pesan-pesan sahabat pecinta sambal, yang pertama saya ingat adalah membawa sambal yang sudah dimasukkan ke dalam sachet. Ini agak lebih mudah packingnya, dan untuk menghindari pemeriksaan imigrasi di bandara luar negeri. Agar aman, sambal cocol dalam kemasan sachet itu saya sebar di antara baju-baju, dan diselipkan juga diantara buku-buku yang dibawa...hihihi...

Maklum, namanya selera lidah orang Indonesia ini, mana bisa makan ayam goreng atau kentang french fries tanpa sambel cocol. Bahkan ketika kita sudah go internasional dan menyantap hidangan beef atau chicken steak, pizza, spaghetti dan lasagna di resto berskala internasional pun tetap saja jimat sambal itu harus menemani...Ibaratnya, nggak rame kalau nggak ada sambalnya... hehehehe...



Menyimak pentingnya sambal dalam jajaran kuliner dan selera orang Indonesia saya jadi merenung.

Sambal atau sambel memang hanya gerusan atau sekedar berupa potongan-potongan aneka cabe. Tapi tanpa kehadirannya, makanan yang lezat cita rasanya pun akan kurang ‘nendang’ dan kurang gereget .

Sambal sederhana itu seperti menggigit lidah, namun membuat semangat kita jadi melimpah. Di balik rasa yang ngos-ngosan itu, ada gairah yang muncul dan menambah kenikmatan makan.

Hidup kita pun membutuhkan sambal juga. Sedikit pedas yang menggigit dan menyengat, membuat kita agak tersentak. Dan hasilnya, kita menjadi lebih bersemangat. Kalau hidup biasa-biasa saja, lama-lama kita akan bosan. Kehadiran sambal, yang sedikit, akan memberi warna, dan membuat kita bisa menikmati rasa yang lebih kaya. Sambal, ibaratnya adalah variasi dalam hidup. Asalkan kita bisa mengendalikan diri, kehadiran sambal tidak akan membuat kita mules atau sakit perut. 

Kita memang perlu warna. Kita perlu sentakan. Kita perlu gereget. Sehingga jadi penasaran dan penuh semangat. Kita perlu sambal. Agar hidup lebih semarak dan penuh dinamika. Setujukah ?

Horeeee...Hidup sambal...uhuuuyyy.....




Jakarta, 27 Desember 2009-12-27
Salam hangat yang menyengat,



Ietje S. Guntur

Special note :
Thanks untuk my Pangeran Remote Control yang menjadi inspirasi tulisan ini...juga Budhe Iskandar di Bandung, yang memperkenalkan sambel penyet tempe yang jadi favorit hingga sekarang, juga sahabatku dulu Pedagang Cabe yang suka banget sambel picit...hiii...Thanks juga buat sahabat-sahabat sambal kehidupanku...walaupun pedas menggigit, kalian membuat hidup ini menjadi meriah dan penuh warna...





Tidak ada komentar: