Minggu, 06 Desember 2009

Art-Living Sos 2009 (A-12 Kami bukan hebat...

Dear Allz...
Apakabar ? Hari Minggu niiih...hari pelepasan energi dan rutinitas selama seminggu. Iya...ada yang menyebut hari ini sebagai hari body, mind and soul...Apa pun namanya, kita memang perlu sekali-sekali lepas dari rutinitas. Sesuatu yang rutin kadang membosankan, dan membuat kita menjadi malas...halaaaah...
Dengan beristirahat sejenak, berhenti satu detik, dan melihat apa yang telah kita lakukan, akan memberi kita kesempatan untuk mengatur langkah lagi. Dan langkah berikutnya akan lebih fokus, lebih terarah...dan dengan semangat yang lebih segar.
Kesegaran semangat inilah yang perlu kita jaga dan kita pelihara...sehingga kita tetap memiliki arah dalam mencapai tujuan. Semangat ini sangat perlu, terutama dalam pengembangan diri. Tanpa semangat, kita seperti kerupuk yang melempem... tidak kriuk-kriuk lagi...
Semangat ini juga kita perlukan di dalam menghadapi hidup ini. Sebagaimana kita ketahui, hidup bukanlah sesuatu yang instan atau dadakan. Perlu latihan, yang terus menerus...agar kita mencapai sebuah performance....
Eeeh...saya mau berbagi cerita sedikit tentang latihan ini...mau, ya ? Semoga berkenan....
Selamat berlibur...selamat menikmati...

Jakarta, 6 Desember 2009
Salam sayang,

Ietje S. Guntur

Art-Living Sos 2009 (A-12
Bandung, Saturday, December 05, 2009
Start : 12/5/2009 5:26:24 PM
Finish : 06/12/2009 11:18:59


KAMI BUKAN HEBAT, TAPI TERLATIH

Pagi-pagi. Dalam perjalanan ke kantor. Seperti biasa, saya suka celamitan. Lihat kiri, lihat kanan. Memperhatikan pedagang makanan di sepanjang jalan. Dan kadang-kadang mampir untuk membelinya…hehehe…melengkapi buntelan bekal yang setiap hari saya bawa dari rumah. Jadi jangan heran, kalau setiap hari, saya seperti orang pergi camping…buntelannya satu tas penuh…sarapan pagi, makan siang, dan cemilan…hihi…Masih ditambah dengan kudapan dari pinggir jalan…alamaakk…
Seperti banyak pagi yang lain, kali itu pun saya tergoda untuk membeli sebungkus gorengan. Khususnya singkong goreng mekrok…singkong yang digoreng hingga pecah..dan rasanya empuk gurih. Banyak pedagang gorengan yang menjajakan singkong model mekrok alias mekar ini, tetapi hanya satu dua pedagang yang dapat menggorengnya dengan tingkat kemekaran dan rasa empuk yang enak. Salah satu di antaranya adalah pedagang gorengan langganan saya ini.
Lalu, setelah membuka jendela kaca mobil, sambil menjulurkan leher saya memesan beberapa macam gorengan.”Pisang goreng dua, ubi dua, tahu isi dua, sisanya singkong ya, Bang.” Saya memberikan selembar uang sepuluh ribuan.
“Tidak pakai tempe,Bu ? Atau cireng ?” Si Abang , yang sekarang punya asisten marketing, menawarkan. Cireng itu adalah aci goreng, yaitu tepung sagu yang dicampur dengan bumbu dan daun bawang, lalu digoreng. Warnanya putih, rasanya kenyal seperti karet goreng…hehehehe…tapi uenaaakkss…
“Nggak deh, Bang…tempenye tipis banget…kayak kertas. Jadi nggak rasa tempe.” Saya mengomentari. Ya, iyalah…tempe diiris setipis kertas…rasanya Cuma tepung sama minyak…duuuh…bisa hilang selera kalau begitu. Padahal saya kan penggemar tempe, bukan tepung goreng !
Usai membayar dan mendapatkan sebungkus gorengan yang panas, mata saya terpaku pada sebaris tulisan, yang tertera di gerobak si Abang Gorengan. Di situ tertulis dengan huruf-huruf yang sederhana,” Kami bukan hebat, tapi terlatih”. Woowww…

Seketika saya termenung.
Sebaris kata yang sederhana, tapi sangat menyentuh. Mereka , entah memungutnya dari mana, tapi membuktikan bahwa latihan memang lebih perlu dibandingkan kehebatan. Dengan latihan, barangkali latihan menggoreng singkong mekrok, membuat rasa singkong mereka berbeda dibandingkan singkong di pedagang gorengan lainnya. Hmm…
Saya lalu teringat kepada pekerjaan saya di kantor. Saya berlatar belakang non ekonomi, bahkan dari jaman dulu saya kurang suka bekerja dengan angka…(seperti saya selalu katakan, bahwa angka hanya berarti bagi saya pada saat tanggal gajian dan diskonan di toko…hihihi…). Namun, berkat latihan bertahun-tahun, sekarang saya jadi terbiasa bekerja dengan angka. Bahkan saya mampu membuat sistem manajemen keuangan dan nomor perkiraan yang sesuai kebutuhan pekerjaan saya…eheem…plok plok plok…
Bukan hanya saya. Anak buah saya, yang semula hanya berlatarbelakang pendidikan SMA, berdasarkan latihan bertahun-tahun, sekarang sudah mahir membaca segala peraturan, lengkap dengan analisis dan interpretasinya. Dibandingkan dengan seorang pegawai yang baru masuk, membutuhkan waktu lebih lama untuk mempelajari dan memahami beberapa segi dari peraturan pemerintah yang kadang agak njlimet dan penuh dengan bahasa-bahasa baku yang jarang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Masih ada lagi. Asisten Kitchen Cabinet saya dulu. Ketika pertama kali bekerja di rumah saya, dia hanya bisa memasak air. Sungguh ! Saya minta memasak sayur lodeh, dengan resep seadanya, jadinya seperti rebusan air cucian piring...hiiikss...!! Diminta membuat telor mata sapi, dia bingung...dan membuat telor berenang di dalam minyak goreng yang hampir memenuhi seperempat wajan. Tetapi dalam waktu kurang dari 2 tahun, dia menjadi kesayangan kami semua. Masakannya enak, bahkan untuk anak saya yang sangat rewel dalam soal selera makanan. Jadi dengan kemauan dan latihan yang berulang dan sistematis, seorang yang tadinya tidak bisa masak, bisa menjadi seorang juru masak yang handal.
Satu lagi. Supir saya sekarang. Semula dia adalah asisten rumahtangga. Tugasnya menyiram dan membereskan tanaman, memberi makan burung-burung peliharaan, kemudian meningkat mengumpulkan dan membuat file dokumen suami, mencatat appointment suami dengan relasinya, belanja kebutuhan barang-barang kantor, dan belakangan belajar menyetir mobil. Hasilnya...sekarang dia menjadi ajudan utama suami, merangkap supir yang sudah tahu kemana harus menuju tanpa perlu diberi tahu secara detail. Untuk urusan menyetir mobil, suami saya termasuk orang yang sangat cerewet, dan kali ini kami beruntung memiliki seseorang yang sangat paham bagaimana caranya membawa kendaraan dengan nyaman dan aman.

Itu baru sebagian cerita dan pengalaman saya dan orang-orang di sekitar saya. Masih banyak lagi pengalaman dari banyak orang yang bisa menjadi inspirasi. 
Salah satu yang saya ingat juga adalah para relawan medis dari berbagai negara, yang saya lihat membantu para korban bencana alam di Aceh dan Jogyakarta . Mereka begitu cepat dan cekatan. Membuat saya terkagum-kagum. Tapi setelah saya berbincang dengan mereka, sambil tersenyum mereka berkata ,”Kami terlatih !” Itu saja.
Masih ada lagi. Petugas pemadam kebakaran. Dengan peralatan yang rumit, dan kadang medan yang tidak kondusif, mereka tetap dapat bekerja dengan cepat dan efisien. Mampu mengelola air untuk memadamkan api. Mampu mengatasi situasi panik, sehingga dapat menguasai dan melokalisir agar bencana tidak menjadi lebih besar. Sungguh, mereka adalah orang yang telah terlatih dengan baik.
Oya satu lagi...orang-orang yang tak pernah lepas dari latihan. Olahragawan. Tanpa latihan, tidak ada seorang pun olahragawan yang mampu berlaga di medan pertarungan. Bahkan porsi latihan seorang olahragawan tidak main-main. Bukan hanya mengelola otot dan otak, tetapi mereka juga harus melatih porsi makan, porsi tidur, porsi disiplin...dan banyak lagi. Itu semua agar mereka memiliki tingkat reaksi yang cepat, dan berada di atas rata-rata orang lain. Untuk memiliki itu semualah mereka harus berlatih..berlatih...dan berlatih.
Berlatih. Terlatih. Berarti ada sebuah proses yang panjang sehingga mereka memiliki performance yang unggul dan berbeda dibandingkan dengan yang lain.
Hanya berkat latihan yang teratur dan disiplin. Serta fokus ke arah tujuan. Tidak mencla-mencle. Tidak mudah menyerah. Tidak pernah puas dengan kondisi yang ada sekarang.
Hebat, adalah salah satu hasil. Yang utama adalah performance. Bagaimana sebuah performance berkembang dari waktu ke waktu, dengan improvisasi dan kreativitas, dengan kekuatan penuh dan pengerahan konsentrasi. Sehingga suatu saat menjadi hebat !
Tanpa latihan, tidak ada kehebatan yang diperoleh. Sama seperti seorang penari, harus selalu latihan. Tidak ada penari handal yang instan. Perlu pengenalan lagu, perlu pengenalan komposisi, perlu mengetahui kelebihan dan kekurangan diri, dan perlu latihan untuk keserasian yang menyeluruh sehingga tarian itu menjadi hidup dibawakan oleh seorang penari yang hebat. Sama juga dengan seorang relawan medis yang selalu siap diterjunkan di lapangan. Atau seorang pemadam kebakaran yang memiliki sistematika kerja yang rapi dan efisien. Atau seorang olahragawan yang berprestasi. Itulah sebuah performance.
Latihan adalah bergerak. Latihan adalah disiplin. Latihan adalah kolaborasi dari semua kemampuan dan tuntutan yang ada di luar diri.

Kembali ke pedagang gorengan di pinggir jalan, saya belajar satu hal.
Kalau pedagang gorengan bisa menjadikan latihan sebagai performance yang terus berkembang, kenapa kita tidak ?
Kita bisa belajar dari mana saja. Bahkan dari sepotong singkong goreng mekrok di pinggir jalan.



Jakarta, 6 Desember 2009

Salam hangat, penuh semangat...

Ietje S. Guntur

Special note :
Terima kasih untuk bapak penjual singkong goreng...thanks juga untuk semua asisten-asisten di rumah yang telah menunjukkan kemampuannya untuk belajar dan berlatih...juga buat Na, Wal, Wes, Daud, BT, Kuri, Kenyot...yang memiliki semangat belajar seperti sepotong singkong mekrok...thanks untuk semua dukungan dan inspirasinya...I proud of you Allz...

Tidak ada komentar: