Rabu, 06 Oktober 2010

Art-Living Sos 2010 (A-6 Seragam...

Dear Allz....

Hellloww...heeelllloooow....lagi ngapain ? Menjelang week end niiih...sudah ada rencana-rencana untuk berlibur ?

Biasanya sih...kalau menjelang liburan, kita sudah bersiap-siap untuk membebaskan diri dari keterikatan selama seminggu...hehehe...Iya, Senin sampai Jum’at biasanya kan kita terikat pada prosedur dan hal-hal lain yang berkaitan dengan aktivitas kerja. Hari Sabtu dan Minggu adalah hari yang ditunggu-tunggu...untuk bebas sejenak dari rutinitas...

Rutinitas itu sebetulnya diperlukan juga, terutama dalam kegiatan yang membutuhkan keteraturan. Bahkan orang-orang kreatif sekalipun harus memiliki rutinitas tertentu, agar kreativitasnya terasah...hehehe...

Rutin, di satu sisi memang membuat kita terpasung. Tetapi kelepasan yang tidak terkendali membuat kita tidak nyaman. Entah kenapa, manusia kadang-kadang suka mencari rasa aman dengan sebuah kesamaan, dengan rutinitas, atau keseragaman...hmm....

Saya jadi ingat tentang seragam...Terutama pakaian seragam...Ahaaaa...Bila hari Senin sampai Jum’at kita sudah terikat dengan keseragaman, di hari libur seyogyanya kita membebaskan diri dari keseragaman itu...tapiiiiiii...kalau pas hari Minggu ada acara olahraga bareng lagi...dan kita merupakan sebuah team yang akan bertanding melawan team lainnya ? Dijamin...kita pun tetap menggunakan pakaian atau kaos seragam...hahahaha....

Oke deeeh...sambil menunggu saatnya akhir pekan...sambil menunggu waktu berlibur...kita bincang-bincang saja sedikit tentang ‘seragam’....Mau khaaan ??

Selamat menikmati...dan selamat berseragam....
Cheeeerrssssss......


Jakarta, 6 Oktober 2010
Salam hangat,


Ietje S. Guntur


Art-Living Sos 2010 (A-6
Selasa, 22 Juni 2010
Start : 22/06/2010 10:21:59
Finish : 22/06/2010 14:03:59


SERAGAM...OHH...SERAGAM


Saya dan sahabat-sahabat jaman SMA sedang merencanakan sebuah pertemuan dan perjalanan tahunan...hehehe...Begitulah. Setelah waktu bergulir, dan usia bertambah, ternyata urusan pertemuan dan reunian menjadi acara yang penting. Agar kerinduan itu terasa maksimal, jadinya pertemuan dilakukan setahun sekali saja. Padahal siiiiih...pengennya tiap bulan...hahahaha....

Tanpa perlu ditunjuk, para sahabat sudah membagi tugas masing-masing . Si A bagian tranportasi. Si B bagian akomodasi. Si C bagian konsumsi. Ada lagi bagian acara, bagian gedor-gedor pintu dan rayu merayu untuk sumbangan tambahan, bagian kordinasi dan kirim sms ke sana ke mari...hmmh...pokoknya lengkap deh. Tinggal urusan pelaksanaan dan susunan acara yang lebih detail. Tiba-tiba ada yang nyeletuk.

“ Eeeeh, nanti kita pakai baju apa, ya ?” tanya seorang sahabat.
“ Baju ? Ya, baju biasa ajalah .” Sahut yang lain. Beberapa pasang mata sama-sama melirik.
“ Kenapa kita nggak bikin seragam. Biar seru .” Usul yang lainnya.
“ Seragam ? Waaww...boleh juga. Biar kelihatan kalau ini acara tahunan.” Sambut yang lain dengan gembira.
“ Waddduuuh...belum apa-apa udah mikirin seragam. Dari jaman sekolah, kita sudah pakai baju seragam. Masa sekarang pakai baju seragam lagi ?” Yang satu mempertanyakan.
“ Oke...okeee...kereeen...Seragam kaos aja, ya...Biar bisa dipakai semua.” Dukungan bertambah.
“ Iya...yang warnanya ngejreng...jadi kita kelihatan muda lagi... hahahaha...”..
“ Jadiiiii...??? Seragam yaaa....seragam...Ayooo...hitung budgetnya...”

Urusan pertemuan dan pakaian seragam pun tuntas. Hanya perlu beberapa menit waktu untuk mengumpulkan suara. Ternyataaaaa... masih banyak yang suka berseragamria...hehehehehehe...



Tak hanya dalam acara tahunan sekolah urusan pakaian seragam ini menjadi topik yang menarik. Di balik pakaian seragam ini juga ada perwujudan nilai-nilai yang sama, yang direpresentasikan di dalam keseragaman. Entah sejak kapan, manusia ini suka sekali mengikat diri di dalam balutan pakaian yang sama model dan warnanya...hmm...

Saya ingat. Semasa masih SD dulu, sekolah kami adalah sekolah biasa. Boro-boro pakai baju seragam. Beberapa teman saya bahkan harus bergantian baju dengan saudara-saudaranya agar memiliki satu pakaian seragam putih di hari Senin. Itu sebabnya, pihak sekolah juga mengambil kebijaksanaan tidak memaksakan kehendak agar semua murid menggunakan seragam yang sama. Yang penting setiap anak bisa belajar dengan baik, walaupun bajunya beraneka bentuk dan warna.

Ketika masuk SMP, ketentuan sekolah saya lain lagi. Berhubung saya mendapat kelas di sore hari, jadinya kami tidak pernah upacara bendera di hari Senin. Kami pun bebas berpakaian apa saja kecuali hari Sabtu, kami harus memakai baju seragam berwarna putih. Modelnya sesuka hati. Yang penting warnanya sama. Mungkin saja, ada yang putih kinclong dan putih tua agak bluwek karena sudah lama. Tapi tidak apa. Secara umum namanya tetap seragam putih...hehe...

Tahun kedua, saya pindah sekolah. Di sekolah baru ini kami harus memakai pakaian seragam putih setiap hari. Bayangkan ! Setiap hari.

Sebetulnya ada enaknya berseragam putih setiap hari. Jadi sebagai pelajar, kami tidak usah pusing memikirkan pakaian yang akan dipakai. Atas bawah putih. Model boleh apa saja. Bagi wanita boleh pakai atasan blus dan padanan rok. Boleh juga baju terusan yang saat itu disebut sack dress. Sedangkan siswa yang laki-laki, ya terima nasib, atas bawah putih. Kemeja lengan pendek atau panjang, dan celana berkaki pendek. Hanya pada saat olahraga boleh pakai celana warna biru tua dari bahan drill atau keeper. Itu juga seragam...hmm...

Terbiasa memakai pakaian seragam putih setiap hari, membuat saya agak syok juga ketika masuk SMA. Hanya hari Senin dan Sabtu kami pakai seragam putih-putih. Hari lainnya bebas. Boleh pakai baju warna apa saja. Dan model apa saja. Jaman awal tahun tujuhpuluhan itu, sekolah kami kadang mirip panggung pagelaran mode di hari Selasa hingga Jum’at. Dari mulai rok mini yang memang sedang ngetrend saat itu, hingga rok yang panjang selutut bagi wanita. Saya sendiri mengikuti semua aliran...hihiiii...dan pernah juga rok saya termasuk yang paling panjang di sekolah...hehehe...Bukan apa-apa, saya selalu bergerak cepat kian kemari. Dengan ukuran rok yang mini, akan sulit berlarian. Jadi saya memilih rok panjang, dengan celana pendek di dalamnya...hahaaa..

Ketika saya menjadi pengurus OSIS di tahun kedua. Program saya yang pertama adalah mengusulkan pakaian seragam untuk sekolah. Alasannya sederhana saja. Agar kami tidak pusing memikirkan model baju setiap hari. Apalagi saya, dan beberapa teman yang terbiasa menggunakan baju seragam putih setiap hari, akan sangat tertolong kalau ada pakaian seragam sekolah. Sekaligus untuk menunjukkan identitas sekolah.

Akhirnya, setelah berembuk lama antara OSIS dan pihak sekolah, pada tahun kedua itu pun kami memiliki seragam sekolah yang baru. Atasan putih, dengan bawahan warna abu-abu. Belakangan hampir semua sekolah SMA di Medan menggunakan pakaian seragam sesuai dengan pilihan warna masing-masing. Ada yang putih-hijau, ada yang putih-coklat, ada yang putih-biru, dan lain-lain. Tanpa dapat dipungkiri, kami cukup bangga dengan warna seragam putih dan abu-abu yang menjadi identitas sekolah kami. Dan beberapa tahun kemudian, secara nasional pakaian seragam SMA ini ditetapkan berwarna putih dengan bawahan abu-abu....horeeeee...paling tidak kami sudah maju selangkah dalam bidang perseragaman...hahahahaha...



Ngomong-ngomong soal seragam, bukan hanya di sekolah saja kita melihat orang berpakain seragam.

Ada instansi atau lembaga pemerintah yang memang wajib berpakaian seragam. Misalnya ABRI dan polisi. Kan bisa lucu juga kalau tentara tidak pakai baju seragam, terutama dalam urusan-urusan formal. Apalagi di lingkungan ABRI, pakaian seragam dan atributnya itu menunjukkan kepangkatan atau jabatan tertentu. Dan untuk keseragaman itu ada aturan yang baku dan sangat ketat. Tidak sembarang orang boleh memakai baju seragam dengan atribut-atributnya.

Selain ABRI dan polisi, rupanya ibu-ibu atau isteri ABRI juga perlu diseragamkan. Ini tentunya untuk mengimbangi para bapak yang menjabat suatu jabatan tertentu di instansinya. Selain untuk meningkatkan rasa memiliki, juga untuk meningkatkan rasa kebanggaan karena mereka merupakan bagian dari korps angkatan bersenjata dan POLRI itu. Kadang menjadi pertanyaan saya ( yang agak nakal), kalau para isteri atau ibu-ibu berseragam mengikuti pekerjaan suami, bagaimana dengan para suami atau bapak yang isterinya menjadi ABRI ? Sampai sejauh ini saya belum pernah melihat barisan bapak-bapak berseragam sesuai dengan jabatan isterinya di lingkungan ABRI... hehehe...piiiiiisss....

Tak hanya ABRI dan polisi yang jelas kasat mata menggunakan seragam. Para dokter dan suster di rumahsakit juga wajib menggunakan seragam tertentu ketika akan berpraktek. Entah ini termasuk kode etik atau prosedur, tetapi melihat dokter dan suster berseragam ketika menjalankan tugas memang membuat hati pasien lebih tenang dan nyaman.

Sekarang banyak perusahaan yang membuat pakaian seragam untuk karyawannya. Ada yang untuk jabatan dan level tertentu saja, seperti seragam Customer Service di bank atau di jasa layanan lain. Ada juga yang menyeragamkan seluruh karyawan di perusahaan itu, agar mudah diidentifikasi dan dalam hitungan biaya juga menjadi lebih efisien.

Pakaian seragam pun ternyata tidak hanya berfungsi sebagai identitas korporasi atau organisasi. Beberapa jenis pakaian seragam memang dirancang untuk fungsi tertentu dengan mengutamakan kenyamanan dan keselamatan. Sebagai contoh, kita lihat, juru las kapal atau di pabrik pesawat terbang menggunakan pakaian khusus yang melindungi tubuh mereka dari kemungkinan percikan api ketika bekerja. Juga para pekerja laboratorium harus menggunakan seragam tertentu untuk mengurangi dampak radiasi ketika sedang melakukan penelitian.

Sssttt...jangan dikira hanya pekerjaan formal saja yang membutuhkan seragam sebagai identitas. Tukang sulap atau magician, membuat pakaian ‘seragam’ yang menunjukkan identitasnya. Warna dan bentuk serta atribut tambahan, dibuat sedemikian rupa berbeda dari yang lainnya . Mereka juga sering memakai pakaian berwarna hitam atau warna gelap lainnya, agar menimbulkan impresi atau kesan tertentu. Bayangkan kalau magician menggunakan baju warna pink atau oranye yang ngejreng dengan bunga-bunga atau bola-bola...bisa-bisa orang menduga mereka adalah badut atau clown...hehe...



Kembali pada seragam....terutama pakaian seragam...

Kadang manusia ini memang aneh...sekaligus lucu. Ketika manusia ini bebas merdeka, sendirian, sebetulnya dia juga bebas mau memakai pakaian apa saja. Tapi kemudian, karena adanya rasa ingin menjadi anggota sebuah kelompok, maka mereka pun bersepakat untuk membuat pakaian seragam.

Kenapa pakaian ? Tidak lain, karena pakaian adalah bagian dari diri seseorang yang mudah dilihat dan menjadi identitasnya.

Memakai pakaian yang sama, membuat orang merasa memiliki keterikatan dengan tata nilai dan cara pandang kelompoknya. Rasa memiliki ini secara tidak disadari juga membuat orang merasa kuat dan memiliki kekuasaan dibandingkan dengan kelompok yang lain. Keakraban, dukungan dan solidaritas karena kesamaan pakaian membuat orang menjadi pribadi yang berbeda dan lebih percaya diri bila kelompok itu kuat. Atau justru sebaliknya. Ketika kelompoknya terpuruk atau kalah, maka orang yang menggunakan seragam itu akan merasa terkucil serta ketakutan bila berada di lingkungan yang berbeda.

Melihat seragam yang beraneka....saya jadi merenung...

Saya sendiri kadang suka keseragaman. Terutama bila hal itu berdasarkan fungsi dan kepraktisan. Namun di lain kesempatan, saya lebih suka menjadi diri sendiri, dan memiliki warna dan bentuk yang berbeda.

Hidup memang pilihan. Berseragam atau tidak, semua memiliki konsekwensi masing-masing. Kenyamanan dan kesamaan nilai adalah hal yang utama. Tanpa rasa nyaman dan rasa memiliki, kita akan tersiksa karena memakai baju yang tidak kita suka.

Jadiiiiiii...masih mau berseragam-ria ? Hehehehe...sapa takuuuuuttt...



Jakarta, 22 Juni 2010
Salam hangat yang ceria....


Ietje S. Guntur

Special note :
Thanks untuk sahabat-sahabatku di SMANSA 74 yang menjadi inspirasi tulisan ini...Juga teman-teman di BCA yang suka sekali membuat seragam di dalam kedinamikaan...

Tidak ada komentar: