Sabtu, 09 Oktober 2010

Art-Living Sos 2010 (A-10 Akar Mengakar

Dear Allz...

Hmmmh...sudah seminggu lagi berlalu...cepat beneeeerrr....Waktu rasanya seperti bergulung-gulung...Baru beberapa hari lalu kita ngobrol soal lain, sekarang sudah muncul lagi hal baru yang bisa diramu menjadi hidangan yang lezat...hehe...

Ngobrol dan temu kangen memang bagian dari kehidupan kita...entah itu ngobrol di udara, maupun ngobrol di sebuah pojok warung langganan. Semuanya serba sedap dan nikmat, bila hati kita ringan dan ceria. Itulah...hidup memang perlu keseimbangan dan keceriaan. Saya berdoa dan berharap, semoga teman sahabatku juga dalam keadaan seimbang, lahir dan batin di akhir pekan dan hari libur ini...

Memang...hari ini adalah saatnya kita mengevaluasi beban pikiran dan emosi... beristirahat sejenak dua jenak...merenung-renung...Waah..asyik banget. Ini semua perlu kita lakukan, agar kita tahu kapasitas diri kita. Sudah sepenuh apa, atau sudah sekosong apa ? Bila ingin diisi, maka diisi dengan apa, dan kapan mengisinya ?

Sebetulnya banyak kesempatan di dalam hidup kita, untuk mengisi kembali tangki kehidupan. Sayangnya, entah kita lupa, entah kita merasa begitu sibuk, sehingga tangki itupun tidak sempat terisi. Tangki emosi, tangki energi, tangki spiritual...bisa kosong melompong kalau tidak diisi ulang.

Seperti pohon, selalu mengisi tangki kehidupannya melalui akar yang giat berkelana di dalam tanah. Kita pun bisa seperti pohon, yang selalu segar karena dukungan akar yang kuat.

Hmmh...mumpung hari ini adalah hari mengisi tangki mind, body and soul...boleh dong kita ngobrol sejenak tentang AKAR ...Mau khaaannn ?

Oke deeeh...selamat menikmati...semoga berkenan...


Pojok Bintaro, 9 Oktober 2010
Salam hangat, dimalam yang sejuk...


Ietje S. Guntur

♥♥
Art-Living Sos 2010 (A-10
Start : 09/10/2010 20:34:50
Finish : 09/10/2010 21:57:54

A.K.A.R

Saya sedang rajin...hmmh...biasanya juga rajin sih...tapi ini lagi rajin mengecek kondisi tanaman di halaman rumah...hehe..Beberapa tanaman sudah gondrong daunnya, sehingga perlu dipotong. Pohon di depan rumah juga sudah rimbun dan rantingnya sebagian sudah mengering, akan mudah rontok bila tertiup angin kencang. Jadi mesti dirapikan.

Bunga-bunga...walaaah...hanya satu dua yang menunjukkan keceriaannya. Rupanya musim hujan yang tidak menentu membuat bunga-bunga sulit berkembang. Banyak yang berguguran sebelum mekar sempurna...hikks...

Saya mulai celingukan lagi. Eeeh...ternyata ada tanaman yang terjungkal dari potnya. Akarnya yang sudah tebal tampak mencuat, tidak cukup lagi di tempat yang lama. Wadduuhhh...ini harus dipindahkan. Barangkali sama juga dengan pohon mangga di depan rumah, yang akarnya sudah menembus wadah tempatnya bertumbuh selama ini. Mau tidak mau, pohon mangga terpaksa menetap di situ. Akarnya pasti sudah tumbuh memanjang dan mencengkeram tanah dengan kuat. Padahal dulu ketika saya pertama kali membelinya di sebuah pameran tanaman, dia termasuk tanaman kecil Tambulampot...alias tanaman buah di dalam pot...hhmh..

Sambil berkeliling halaman dan sisi luar halaman, saya menarik-narik dan menggoyang batang pohon yang ada. Ada dua pohon yang tumbuh besar dan kuat, dan dua pohon lagi tinggal bonggol dan sisa akarnya. Pohon yang masih tumbuh dan membesar, saya perhatikan ujung akarnya yang mengintip sedikit dari dalam tanah . Masih cukup kuat untuk menopang kehidupan pohonnya. Bahkan saya perkirakan, bila angin bertiup kencang, dia tetap dapat bertahan. Hanya rantingnya saja nanti yang akan saya rapikan, agar beban batang dan akar tidak terlalu berat.

Sementara itu, pohon yang tinggal bonggol belum bisa dibongkar, karena akarnya sudah melekat kuat. Saya kuatir, bila dibongkar paksa, bekas akarnya akan menimbulkan lubang cukup besar yang berbahaya. Jadi biarlah, akar itu menetap di sana. Semoga masih bermanfaat untuk penyangga tanah dan tempat bermukim hewan kecil yang pernah tinggal di bawahnya .



Ngomong-ngomong soal akar. Sejak jaman SD sampai hari ini umumnya kita mengetahui ada dua macam akar, sesuai dengan jenis tanamannya. Akar serabut, yang berasal dari tanaman berbiji keping tunggal atau monokotil , dan akar tunjang atau akar tunggang dari tanaman berbiji keping dua atau dikotil . Dan dari pertumbuhan pengakarannya, akar tunggang akan tumbuh jauh sekali dari batangnya, dan memiliki percabangan di bawah tanah yang banyak sekali. Sementara akar serabut, seperti sebutannya, ya mirip dengan serabut. Pertumbuhan pengakarannya tidak terlalu jauh, tapi tetap mantap surantap...alias kuat sekali.

Boleh kita lihat jenis tanaman berkeping tunggal seperti kelapa. Pohon kelapa bisa menjulang kurus tinggi dengan daunnya melambai-lambai di tepi pantai, mengalahkan ketinggian pohon berkeping dua. Seharusnya pohon kelapa, di pantai maupun di gunung, tidak sekuat pohon yang akarnya merambat jauh kemana-mana. Tapi memang luar biasa...pohon kelapa tetap dapat berdiri kukuh walaupun angin kencang selalu menerpanya siang dan malam.

Sistem pengakaran akar serabut, walaupun hanya seperti jari-jari kecil, ternyata memiliki daya cengkeram yang hebat. Jarang sekali kita melihat pohon kelapa tumbang mendadak, apalagi di usia produktif. Bahkan ketika tsunami melanda sebagian besar pantai Aceh, kita menyaksikan bahwa masih banyak pohon kelapa yang berdiri dengan gagahnya walaupun batangnya sudah dihantam air bah dengan kekuatan yang mampu menyeret sebuah kapal ke darat.

Akan halnya pohon berkeping dua dengan akar tunggang yang menjalar jauh dari pohonnya, umumnya memang kuat dan kokoh. Kita bisa melihat contoh pohon di sekitar kita. Di depan rumah saya ada pohon kersen atau disebut juga pohon ceri, dan pohon tanjung. Pohon itu tumbuh tinggi dengan daun yang sangat lebat. Dan mereka, kita tahu memiliki akar tunjang yang kuat.

Tidak heran kalau daunnya begitu lebat dan batangnya begitu kokoh. Akar tunjang, umumnya rajin sekali berkelana di dalam tanah. Ujung-ujung akarnya yang halus dapat mencari tempat air yang tersembunyi jauh di dalam tanah, dan dengan sistem metabolisme yang luar biasa membawanya ke batang, untuk kemudian dipergunakan dalam proses masak memasak di daun yang jauh dari permukaan tanah.

Kita bisa menebang batang pohon, dan membiarkan akarnya di dalam tanah. Suatu saat, dengan kekuatan yang dimilikinya, maka akar akan mendorong tumbuhnya ranting muda, yang kemudian menjadi batang, dan akhirnya pohon tumbuh kembali. Yang penting, pasokan makanan untuk akar cukup tersedia. Maka tanaman pun dapat hidup dan berproses kembali seperti semula.

Apa pun, baik akar serabut maupun akar tunjang, memiliki fungsi yang sama. Mencari bahan makanan dan air, dan menyalurkannya kepada batang pohon. Mereka dalam diamnya terus bergerak, memberi makanan, menjadi tempat cadangan atau gudang logistik dan menghidupkan pohon secara keseluruhan. Mereka memang tinggal diam di dalam tanah, tetapi apa jadinya pohon tanpa akar ?

Tak hanya itu.

Akar, selain memberi kehidupan kepada pohon, juga memberi identitas. Kita selalu berkata ,” Cari akarnya dulu !” . Betul, dengan mengetahui akar pohon, maka kita pun dapat mengetahui asal muasal, dari mana pohon itu bertumbuh dan berkembang.



Menilik sebatang pohon dengan akarnya, saya lalu melihatnya dalam kehidupan manusia.
Sebagai mahluk sosial, manusia juga perlu akar . Perlu akar, dari mana dia berasal dan dari mana dia mendapat dukungan kehidupan. Manusia perlu memiliki keluarga. Perlu memiliki keluarga besar. Perlu memiliki tetangga. Perlu memiliki teman dan sahabat. Perlu memiliki lingkungan sosial.

Tanpa akar keluarga, manusia seperti alien, yang melayang-layang di angkasa luar. Tidak memiliki tempat berpijak, tidak memiliki lingkungan yang menjadikannya memiliki identitas.

Bila kita mengenal pohon kelapa dan pohon kersen dari akarnya, maka kita mengenal manusia dari keluarganya. Tidak ada orang yang dilahirkan tanpa keluarga dan tanpa budaya.

Sekarang, ada kecenderungan orang untuk melupakan akarnya. Melupakan keluarga dan asal usulnya. Apakah mungkin ? Secara fisik, kita sudah memiliki ciri dan identitas. Secara psikologis dan sosial, kita membawa budaya yang melekat pada perilaku kita.
Barangkali globalisasi telah menembus batas-batas negara. Barangkali globalisasi telah membuat percampuran budaya dari banyak bangsa. Barangkali, karena berasal dari tempat dan budaya tertentu, kita jadi malu pada asal usul kita. Tetapi tetap saja, setiap orang memiliki akar yang tidak bisa dicabut dari tanahnya. Kita tidak dapat mengingkari akar kita.

Bayangkan, sebuah pohon tanpa akar. Dia akan kering dan mati. Bayangkan seseorang tanpa identitas dan budaya, maka dia akan menjadi orang yang mengawang seakan-akan tanpa roh . Apa yang harus kita jawab bila ada orang yang bertanya : “ Kamu siapa ? “

Bila ada pepatah mengatakan : Jangan lupa kacang akan kulitnya. Maka untuk pohon, barangkali bisa ada pepatah : Jangan pohon lupa pada akarnya.

Sedangkan sebatang pohon tunduk pada hukum alam, dan menjaga akarnya agar dia tetap hidup. Apakah kita, manusia, tidak dapat belajar dari sebatang pohon ?



Jakarta, 9 Oktober 2010

Salam hangat,

Ietje S. Guntur

Special note :
Terima kasih buat Pa & Ma, yang tetap mengajarkan nilai-nilai budaya dan tradisi yang mengakar, dengan asimilasi terhadap lingkungan di mana pun berada...terima kasih atas bimbingan dan inspirasinya...I love U...forever.. Terima kasih juga untuk sahabat-sahabatku, yang tumbuh bersama dalam lingkungan akar-akar yang kuat...Terima kasih atas dukungan di dalam perjalanan hidup ini...

Tidak ada komentar: