Selasa, 17 Agustus 2010

Art-Living Sos 2010 (A-8 Keran...

Dear Allz...

Apakabaaaaaaarrrrr....hehe...lama ya, gak ketemu ? Lama juga ya kita nggak saling berkabar. Iya niiih...saya lagi berhibernasi...hehe...seperti beruang kutub di dalam goa es...Moga-moga, walaupun kita lama tidak saling bersapa, semua teman dan sahabatku dalam keadaan sehat dan gembira yaaa...

Betuuulll...hidup ini walaupun Cuma sebentar, seyogyanya kita nikmati dengan gembira. Alangkah sayangnya hidup bila hanya diisi dengan kemuraman. Padahal kata orang pintar, kemuraman dan kesedihan itu adalah persepsi kita sendiri. Orang yang mengalami hal sama, tapi karena pengalaman dan persepsi yang berbeda, akan menilai peristiwa itu dengan hasil berbeda....hehehe...

Sama juga dengan kehidupan kita ini secara keseluruhan...kadang gembira, kadang sedih...ya nikmati saja...Kitalah yang harus mengganti posisi dan memutar keran persepsi itu agar kita dapat menikmati saat terbaik yang kita miliki....

Haaaaa...keran ? Kenapa keran, ya ? Ngomong-ngomong soal keran, saya jadi ingin ngobrol soal keran...hihiiiii...sederhana banget ya ?

Nggak apa-apa sederhana. Mumpung lagi bulan puasa nih, jadi kita ngobrol yang sederhana dan ringan-ringan saja.

Okeee...sambil menunggu waktu berbuka dan waktu sahur....mari kita mulai...satu...dua...tigaaaa...siaaaaappp......

Selamat menikmati....semoga berkenan....


Jakarta, 16 Agustus 2010
Salam hangat full kangen,


Ietje S. Guntur

- Sambil menunggu saat perayaan hari Kemerdekaan RI ke 65..


♥♥♥




Art-Living Sos 2010 (A-8
Start : 04/08/2010 15:29:04
Finish : 16/08/2010 17:13:31


KERAN....


Di kantor. Sehabis jam makan siang. Seperti biasa saya akan membersihkan diri, mencuci tangan, dan dilanjutkan dengan menyikat gigi serta membasuh wajah dengan air. Masih dilanjutkan lagi dengan berwudhu, agar dapat langsung menunaikan ibadah sholat.

Ritual menyikat gigi baru dimulai, ketika air yang mengalir dari keran tiba-tiba berhenti. Walaaah...kenapa nih ? Padahal ini keran otomatis, yang menggunakan sensor untuk mengalirkan dan menghentikan air.

“ Kenapa kerannya, ya ?” tanya saya kepada petugas cleaning service yang sedang berdiri di dekat saya. Ia sedang asyik dengan tugasnya. Sejenak ia menoleh sambil tersenyum.
“ Mungkin baterainya habis lagi, bu. Padahal kemaren sudah dilaporkan kepada petugas, “ sahutnya. Menjelaskan. Ohoooo...ternyata ada masalah dengan baterai.
“ Oh...jadi ini kerannya pakai baterai, ya ?”
“ Iya, bu...biar aliran airnya terkontrol.”
“ Hmmh...kalau baterainya habis, dan mati begini, airnya nggak bisa mengalir dong ?” tanya saya setengah protes. Odol yang sudah berbusa terpaksa ditunda penggunaannya. Halaaah...Saya pun berpindah ke wastafel yang di sebelahnya. Setelah menempelkan ujung jari di bawah keran, air pun mengalir...tersendat-sendat...seperlunya.

Selesai urusan sikat menyikat gigi, dengan rasa penasaran ( dan sedikit sok tahu...hehe), saya mengintip ke bawah keran. Memang, keran ini beda modelnya dengan keran di rumah saya. Model keran di rumah saya sih biasa saja, model diputar dengan tombol logam berlapis plastik. Dan itu sudah cukup untuk mengatur pengaliran air.



Ngomong-ngomong soal keran air. Semasa saya masih kecil dulu, keran di rumah saya ukurannya cukup besar. Diameter mulutnya hampir 1 inci. Tekanan airnya juga besar, karena air mengalir dari sumber di pegunungan yang tidak terlalu jauh dari kompleks perumahan tempat tinggal saya . Perusahaan air minum jaman dulu memang mengutamakan kualitas air, termasuk kecepatan air mengalir. Jadi sebagai konsumen, saya suka banget main air dari keran. 

Repotnya keran air model lama ini kadang kalah kuat dari tekanan airnya. Jadi sebentar-sebentar jebol dan harus diganti penahan drat di dalamnya. Ayah saya dulu sering mengganti dalamnya dengan kulit sapi yang diambil dari sisa sandal...hehehe...konon katanya sih cukup kuat menahan tekanan air.

Selain keran-keran di rumah yang modelnya Cuma diputar kiri kanan, dulu di Medan ada juga keran air umum yang ditempatkan di pinggir jalan. Model kerannya ada yang mirip dengan setir mobil yang harus diputar searah jarum jam. Keran ini ditempatkan di lokasi umum, terutama di perumahan rakyat yang belum memiliki sumber air bersih yang memadai. 

Saya dan teman-teman sepulang sekolah sering juga mampir di keran umum seperti ini. Mencuci muka, kaki, tangan, dan kadang kami juga minum air mentah langsung di bawah keran...hhmmm...segaaarrr...!!! Herannya saya dan teman-teman belum pernah sakit perut. Mungkin karena kualitas airnya memang bersih dan layak minum. Tapi kalau di rumah, saya tidak berani menyorongkan mulut ke bawah keran....karena pasti akan diomeli oleh ibu saya...hiks hiks...

Yang paling saya sukai di rumah adalah keran untuk penyiram tanaman. Selain ukurannya lebih besar, ujungnya juga disambung dengan selang yang ada keran dengan pengatur kekuatan air. Bentuk kerannya juga macam-macam. Ada yang mirip pistol dengan pelatuk, ada juga yang diberi lobang-lobang kecil untuk pengatur air agar tidak terlalu deras menyemprot ke atas daun dan bunga-bunga. Soalnya kalau air terlalu keras, tidak jarang tanamannya justru kebanjiran dan bunganya rontok.

Bagi saya, tugas menyiram tanaman menjadi sangat menyenangkan. Selain bisa berbasah-basahan, saya pun bisa main perang-perangan air dengan anak tetangga....Dan jadilah semua basah kuyup. Tanaman, baju, bahkan jalanan di depan rumah...huehehehe...



Ingat keran di masa kecil, jadi ingat juga keran di desa-desa yang memiliki sumber air dari mata air yang mengalir deras. Karena tidak ada keran logam yang cukup besar untuk mengalirkan air, biasanya penduduk jadi kreatif. Mereka membuat keran-keran kecil dari bambu atau kayu yang dilobangi di tengahnya. Untuk mengatur airnya, cukup disumbat dengan potongan kayu atau bambu, kadang-kadang dengan ijuk enau yang digulung rapat.

Saya suka memperhatikan model keran-keran di desa-desa ini. Walaupun tidak ada fasilitas yang memadai, tapi mereka dapat memanfaatkan bahan-bahan yang ada untuk mengatur penggunaan air. Jadi kadang ada aliran air yang besar, yang sedang, dan yang kecil sesuai dengan keperluannya.

Kalau pergi ke desa-desa, kadang saya suka iseng . Saya memainkan lobang-lobang pengaturan air ini, dan mencipratkan air kemana-mana. Bukan hanya tangan dan kaki yang basah, tapi sering juga seluruh baju menjadi basah kuyup...Kayaknya sih saya kalau melihat air, langsung bersemangat...ciprat sana ciprat sini...yuhuuiii...



Belakangan, seiring dengan kemajuan jaman dan keterbatasan sumber air bersih, model keran pun semakin beragam. Fungsinya pun bermacam-macam. Keran kamar mandi untuk mengisi bak mandi, keran mandi untuk mengguyur tubuh, keran untuk mencuci tangan, keran untuk membasuh bila buang air...berbeda-beda bentuk dan ukurannya. Itu belum termasuk keran dapur untuk mencuci piring. Modelnya sering sangat unik dan sesuai ukuran bak cuci yang ada di dapur masing-masing rumah tangga.

Sekarang pun banyak botol penyimpan air atau yang biasa kita sebut dispenser mempergunakan keran untuk pengaturan pengambilan airnya.

Oya...cerita tentang keran pun tidak hanya ada di rumah tangga atau di kantor. Di dalam industri, di dalam bidang irigasi dan pertanian, di dalam pengendalian air sungai dan danau, fungsi dan peran si Keran tidak bisa dipandang sebelah mata. Coba perhatikan, apakah ada bendungan yang tidak mempergunakan keran untuk mengatur pengaliran airnya ?



Mencuci tangan di bawah keran, membuat saya merenung.

Keran di satu sisi hanyalah sebuah alat untuk mengatur pengeluaran air. Tapi coba perhatikan, apa yang terjadi bila tidak ada keran ?

Sumber air di gunung yang telah dialirkan melalui pipa dan tabung-tabung penampung akan mengucur begitu saja tanpa kendali. Bahkan bila kita sudah memiliki keran, dan kerannya jebol, maka bisa-bisa rumah kita kebanjiran karena air mengalir tidak tertahan lagi.

Bahkan di dalam industri minyak dan gas, kita juga tahu bahwa fungsi keran tidak sekedar mengatur pengeluaran bahan atau material cair, tapi juga gas. Keran berfungsi untuk mengatur volume dan tekanan. Bayangkan kalau keran itu tidak kuat dan jebol. Bukan sekedar kebanjiran air, tapi juga kebanjiran uap dan gas yang sangat berbahaya bagi keselamatan manusia...wuuuiiiihhhh.....

Barangkali salah satu teknologi kemajuan manusia, setelah penemuan api dan roda adalah penemuan keran ini...hmmm...



Melihat keran...saya melihat kehidupan yang mengalir di sekitar saya.

Sama seperti keran yang mengalirkan air, kita pun bisa belajar mengenai fungsi keran kehidupan. Seperti kata bijak jaman dulu, keran itu adalah rejeki manusia. Artinya, kalau kerannya besar, maka rejekinya lancar. Kalau kerannya kecil, barangkali rejeki yang mengalir juga menjadi kecil.

Kitalah yang harus bijaksana, walau sumbernya besar, tetapi kalau kita tidak bisa mengatur kelancaran rejeki dengan keran nafsu, maka sumber itu pun akan mudah mengering. Sebaliknya, keterbatasan rejeki tetapi dapat kita siasati dengan pengaturan keran nafsu yang sebaik-baiknya, maka kita dapat memanfaatkan rejeki itu dengan optimal...

Oya, kalau kita juga mau memanfaatkan keran ini di bulan Ramadhan juga bisa. Selain keran nafsu, bisa juga memakai keran maaf. Semoga kita bisa membuka keran maaf sebesar-besarnya, agar kita lebih legowo atau besar hati di dalam menjalani hidup ini...

Hmmmh...mau mulai belajar mengatur keran kehidupan kita masing-masing ? Ahaaaa.....semoga lancar dan sukses yaaaa....


Jakarta, 16 Agustus 2010

Salam hangat di sore hari yang mendung....


Ietje S. Guntur


Special note :
Terima kasih untuk Ibeth dan Lucy yang menjadi inspirasi tulisan ini...ketika saya sibuk dengan keran dan digelitik untuk menulis....hehehe...Terima kasih juga untuk keran-keran kehidupanku yang membuat hidupku semakin kaya makna...


Tidak ada komentar: