Selasa, 17 Agustus 2010

Art-Living Sos 2010 (A-8 Burung Phoenix

Dear Allz....

Hallllowwwww....apakabar ??? Semoga semua teman dan sahabatku dalam keadaan sehat dan ceria yaaa...Dengan sehat, kita bisa melakukan apa saja. Bahkan untuk sekedar ngobrol...hehehehe....Wuuuppppsss...kayaknya cukup lama ya kita nggak ngobrol, kita seperti digulung oleh kesibukan...Iya niiih...menjelang akhir semester, biasanya banyak kesibukan yang terjadwal...baik kesibukan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari, maupun kesibukan yang mendadak...

Alhamdulillah kalau kita masih bisa sibuk atau paling tidak menyibukkan diri. Itu artinya, kita masih diberi kesempatan untuk mengisi hidup ini dengan berbagai aktivitas yang bermanfaat...paling tidak untuk diri kita sendiri. Iyalah...kalau kita tidak dapat memanfaatkan kesempatan untuk diri sendiri, bagaimana pula kita dapat bermanfaat bagi orang lain.

Hmmh...di hari-hari yang ceria ini...saya ingin berbagi sedikit cerita tentang perjalanan saya...oleh-oleh kecil dari sedikit perjalanan ke sebuah kota di negeri tetangga. Apa oleh-olehnya ? hhhmmm...hanya sebuah cerita...

Mau ya, kita ngobrol dan berbagi ? Berbeda dengan cerita lainnya, kali ini saya cerita sedikit tentang sebuah mitos atau legenda. Yaitu tentang burung Phoenix...hmmh...belum pernah dengar ? Okelah kalau begitu...kita mulai saja yaaaa....

Sipppp...sippp...duduk manis dulu dong...dan olalaaaaaaa.....
Selamat menikmati....

Salam hangat,


Ietje S. Guntur


♥♥♥









Art-Living Sos 2010 (A-6
Minggu, 13 Juni 2010
Start : 13/06/2010 19:32:37
Finish : 13/06/2010 21:42:22


BURUNG PHOENIX

Siang hari bolong. Di tengah Pasar Central atau nama lokalnya Phsar Thmey, di jantung kota Pnom Penh, Cambodia. Saya sedang berlibur bersama teman-teman jaman SMA dulu...hehehe...Jauh banget, yaaaa...Cambodia, atau ada yang menyebut Kampucha, negeri tetangga. Yang lebih kita kenal sebagai negara Norodom Sihanouk, sahabat negara kita.
Bukan tanpa alasan kami, saya dan teman-teman memilih Cambodia, khususnya Phnom Penh untuk tempat berlibur. Selain cenderamatanya yang unik dan menarik, harga di sana juga termasuk miring...alias murah meriah. Bukan emak-emak namanya kalau berlibur tanpa belanja. Apa pun itu bentuknya. Selain itu tentu ada cerita historis yang ingin dilihat dan dirasakan di sana. Dan seperti perjalanan lainnya, setiap kali selalu ada pengalaman batin yang dialami dan dihayati.
Kelenger kepanasan karena sengatan udara panas bulan Juni yang mencapai sekitar 36 derajat Celcius, saya pun duduk terengah di emperan kios. Dari tadi sudah mengubek-ubek pasar, mencari cendera mata untuk oleh-oleh. Dan sekarang saya duduk tenang, sambil memperhatikan orang yang lalu lalang dan belanja segala macam. Sahabat-sahabat saya masih banyak yang belum selesai bertransaksi, dan masih dua tiga putaran lagi berkeliling mondar mandir di depan hidung saya.
Entah bagaimana, tiba-tiba mata saya tertumbuk pada setumpukan cendera mata terbuat dari logam kuningan. Bentuk mungil dan unik. Dan mata saya terperangkap ketika melihat sebentuk hewan mirip ayam dan burung. Woooowww...ini dia yang saya cari. Burung Phoenix.
Akhirnya cenderamata itu pun berpindah tangan. Bersama dengan sebentuk kura-kura mungil dan gajah bertelinga lebar, ketiga cenderamata itu dihargai 2 dolar Amerika. Lumayan murah. Dan dengan hati-hati cenderamata itu saya masukkan ke dalam tas khusus leher yang tergantung di pundak saya. Ini adalah salah satu hewan dalam kisah mitologi, yang paling saya sukai.

Tiba di Jakarta, cendera mata burung Phoenix mungil itu saya tempatkan di atas meja kerja di rumah. Dan setiap kali memandangnya, saya teringat berbagai kisah inspiratif yang pernah saya dengar atau baca mengenai burung Phoenix ini.
Mungkin tidak banyak orang yang peduli dengan burung Phoenix. Apalagi konon, burung ini hanyalah mitos belaka. Tapi coba lihat...di banyak budaya burung phoenix ini menjadi contoh pembangkit spirit yang luar biasa.
Sebetulnya, siapakah burung Phoenix ini ?
Sebagai penggemar cerita silat (...hiiiyaaaaa...)...sejak jaman SMP dulu saya suka membaca dan menonton segala jenis film silat atau drama made in Hong Kong. Dan salah satu film yang berkesan bagi saya adalah kisah tentang burung Phoenix yang akan terbakar habis ketika tiba akhir hidupnya. Kemudian, dari abunya itu dia lahir kembali, dan menjadi muda lagi.
Bukan hanya di film silat Mandarin. Di dalam salah satu serial Harry Potter juga ada cerita tentang burung Phoenix. Menonton film tentang burung yang konon sangat cantik dan indah bulunya itu, saya jadi terkagum-kagum. Seandainya burung itu benar-benar ada, betapa dia akan menjadi raja atau ratu dari segala burung. Dia adalah primadona burung-burung. Namun, di tengah kejayaannya, di puncak kehidupannya, dia justru harus mati. Terbakar. Sebelum akhirnya dia muncul lagi...Begitu berulang-ulang...
Menurut legenda Cina kuno, konon burung Phoenix , dikenal juga dengan sebutan burung Hong atau Long Feng , dapat mencapai umur 500 – 1461 tahun...(wadduuh...siapa yang bisa mencapai umur segitu, untuk mencatatnya ya ?). Tak hanya dalam legenda Cina kuno. Di Mesir, burung Phoenix ini merupakan burung keramat berwarna merah dan emas, dan dipercaya sebagai representasi dewa Ra – Dewa Matahari, Penguasa tertinggi kehidupan ini. Juga di India, dalam kepercayaan Hindu burung Phoenix disebut juga sebagai burung garuda. Apakah dia bersaudara dengan burung garuda Indonesia ? Wallahu alam...

Melihat pajangan burung Phoenix di atas meja kerja , saya jadi merenung.
Sebetulnya banyak hal bisa kita pelajari dari kehidupannya. Lihatlah siklus hidupnya. Lahir...entah dari mana (telur atau kehidupan awal)...kemudian tumbuh dan berkembang. Selain cantik dan bermata jeli, burung Phoenix disebut-sebut juga sangat lincah bergerak dan terbang kian kemari. Benar-benar seekor burung ideal yang layak dikagumi di dunia perburungan.
Lalu...ketika dia sudah mencapai puncaknya, maka dengan segala kerendahan hati, ia pun mengundurkan diri dari dunia ini...dan pwsss...dalam sekejap terbakar habis oleh api suci yang muncul dari dirinya sendiri.
Lihatlah dalam kehidupan nyata sekarang. Saya suka mengamati banyak perusahaan-perusahaan dan organisasi yang besar dan berkembang indah seperti burung Phoenix. Begitu besarnya perusahaan itu, sehingga namanya dikagumi dan menjadi panutan bagi banyak organisasi dan perusahaan di seluruh dunia. Sebut saja beberapa nama di dunia komputer, dunia telekomunikasi, dan dunia otomotif.
Mereka adalah burung Phoenix yang pernah sangat jaya, namun kemudian di puncak kejayaannya mereka seakan-akan terbakar habis. Tapi tidak ! Tunggu beberapa saat. Mereka bangkit, dan dalam bentuk baru muncul kembali sebagai penguasa di bidangnya. Itulah...mereka tahu, kapan harus berkembang, kapan harus melakukan regenerasi dan reorganisasi di dalam bisnis dan perusahaannya.
Mengapa mereka dapat melakukan reinkarnasi dengan kemunculan yang lebih baik ?
Sama dengan burung Phoenix yang semakin tua, semakin bijaksana, mereka adalah organisasi-organisasi yang memiliki integritas. Mereka memiliki corporate culture yang sudah melekat dan mengalir di dalam setiap sel tubuhnya. Itu sebabnya, mereka tahu persis, apa yang terjadi dengan diri mereka. Dan sebelum pihak lain melakukan intervensi atau pun campur tangan di dalam kehidupannya, mereka dengan suka rela dan senang hati melakukan perubahan sendiri. Dari dalam dirinya...

Kembali kepada burung Phoenix, kembali kepada diri kita sendiri.
Sepanjang hidup dan karir saya, boleh dikatakan saya termasuk orang yang ‘berpengalaman’ masuk dan keluar berbagai perusahaan. Dimulai dari karir awal, ada yang terpaksa saya tinggalkan karena ada kepentingan lain yang harus saya dahulukan. Ada juga yang saya tinggalkan karena kontrak kerja sudah selesai. Bahkan, ada juga perusahaan yang terpaksa meminta saya mengundurkan diri dengan alasan kondisi organisasi yang labil . Semua itu membuat saya harus ‘membakar diri’, dan menjadikan diri saya orang yang baru setiap kali.
Belajar dari pengalaman masa lalu, belajar dari perjalanan hidup yang sangat beraneka, membuat saya bercermin pada burung Phoenix yang selalu legowo untuk terbakar pada saatnya. Burung Phoenix atau burung Hong tidak pernah takut untuk terbakar. Mereka tahu, bahwa dengan ketiadaan itu justru akan melahirkan pembaruan.
Hidup ini memang pilihan. Terbakar oleh kejadian atau kondisi di luar diri kita, atau membakar diri pada saatnya. Keduanya sama-sama terbakar, namun kesadaran membakar diri akan membuat kita lebih siap siaga dan siap sedia menerima segala resikonya. Berbeda dengan terbakar oleh keadaan lingkungan, sering membuat kita tidak siap untuk menerima keadaan.
Padahal bila kita bercermin pada siklus kehidupan...Kemarin, hari ini, dan besok...hidup akan selalu berganti. Sama seperti burung Phoenix yang cantik, suatu saat kita pun akan mengalami masa terbakar. 
Yang menjadi pertanyaan : siapkah kita untuk ‘membakar diri’ pada saat kejayaan kita, dan menjadi ‘orang baru’ dengan semangat baru di dalam kehidupan yang akan datang....
Semoga saja...

Jakarta, 13 Juni 2010
Salam hangat,

Ietje S. Guntur

Special note :
Terima kasih untuk semua teman, sahabat serta seluruh organisasi dan perusahaan tempat aku mengembangkan diri...Juga untuk rekan dan sahabatku di BCA Beautiful Life...thanks atas kebersamaan kita... Serta sahabat-sahabat seperjalananku...Artha, Ninin, Anum, Linda, Yuka dan seluruh team ...semua kesempatan emas itu telah membuat aku berani menjadi orang yang baru....

Tidak ada komentar: