Minggu, 24 April 2011

Art-Living Sos 2011 (A-4 Susahnya Ngomong...

Dear Allz…

Met pagiiii….Apakabaaarrr…??? Hari Sabtu ini, yaaa…hari libur bagi sebagian besar kita. Bahkan liburan panjang sejak kemarin…hehehe…asyiiiik, yaaa…

Liburan begini, enaknya ngapain ? Jalan-jalan ? Temu kangen dengan teman-teman dan sahabat ? Istirahat di rumah ? Atau kumpul keluarga ? Haaa…itu semua asyiiikk…Asalkan kita bisa menikmatinya.

Di hari Sabtu yang cerah ceria ini, dibuka dengan sapaan sinar matahari yang kinclong. Menerangi langit yang biru. Dan membuat hati kita pun ikut cerah ceria.

Keceriaan itu membuat saya, di pagi hari tadi sudah sempat melakukan banyak aktivitas, termasuk membaca buku yang menarik. Lalu…criiiiingg…muncullah ide ini. Mengenai ‘omong-omong’. Saya ingat teman dan sahabat-sahabat saya yang sering curhat * saya juga sih…hehehe..gantian…*. Dan kuncinya semua adalah komunikasi. Ada hambatan atau ketidaklancaran di dalam proses komunikasi, sehingga kita susah ngomong.

Sementara itu, di pihak lain…ada orang yang lancaaaaar banget kalau berbicara. Seakan-akan setelan bibir dan otaknya terkoneksi dengan baik dan tepat. Nah, ini dia nih yang kita perlu sharing di sini. Mau khaaaan ??

Iyalah…mumpung hari libur…kita ngobrol yang ringan-ringan saja dulu. Bukankah berkomunikasi dan ngomong itu adalah aktivitas rutin kita sehari-hari ? Mari kita lihat sejenak, apakah kita sudah berkomunikasi dengan nikmat dan bermanfaat.

Selamat menikmati…semoga berkenan…

Jakarta, 23 April 2011
Salam hangat,


Ietje S. Guntur

♥♥♥


Art-Living Sos 2011 (A-4
Sabtu , 23 April 2011
Start : 4/23/2011 7:26:46 AM
Finish : 4/23/2011 8:32:08 AM



SUSAHNYA NGOMONG…

Saya sedang ngobrol dengan seorang teman. Tepatnya dia sedang curhat…mencurahkan isi hati ( dan pikirannya) kepada saya. Sambil menyeruput teh hangat, dan sesekali mencomot pisang goreng di hadapan kami, saya pun mendengarkan dengan seksama.
Intinya dia bilang begini ,” Susah banget ngomong sama suamiku. Maunya dia kemana, maunya aku kemana. Belum lagi anak-anak…bahasanya tidak bisa dimengerti !”

Halaaahh…kalau nggak bisa ngomong. Kalau bahasanya tidak bisa dimengerti. Lhaaa…selama ini ngapain aja ? Begitu batin saya…hehehe…

Keluhan teman saya, barangkali juga suatu ketika pernah kita alami. Entah sekali, entah dua kali, entah berkali-kali. Dan biasanya kita akan menjatuhkan vonis : “Mereka memang tidak bisa dimengerti. Tidak bisa diajak ngomong !”
Sssttt…tunggu dulu…Sabaaaarrr…



Kita, keluarga kita, suami atau isteri, pasangan mesra atau kekasih, orangtua dan anak, pembantu rumahtangga, supir, tetangga, penjual ketoprak keliling, tukang sayur, tukang ojeg, satpam di lingkungan perumahan, ketua RT dan RW…dan sebagainya pastilah memiliki kemampuan berbahasa yang ‘sama’. Artinya, bisa mendengarkan, bisa mengucapkan, dan bisa berbicara satu dengan lainnya.

Nah, kenapa suami atau isteri kita bisa berbicara enak dan asyik dengan orang lain, sementara dengan kita seperti kucing dan tikus…Mau saling mengejar dan menyakiti ?
Atau, anak-anak kita. Ketika masih kecil, balita – di bawah umur lima tahun, mereka adalah anak-anak yang manis dan ‘mudah diajak ngomong’. Sementara sekarang, ketika mereka masuk ke usia remaja, kita merasa bahwa mereka seakan-akan mahluk aneh dari luar angkasa. Menjadi alien.

Lalu, pembantu, supir, dan segenap orang lain di sekitar kita, kadang menjadi orang-orang tidak dikenal yang tiba-tiba muncul dengan bahasa yang tidak kita pahami. Yang tidak bisa menerima dan menjalankan perintah kita sesuai dengan kehendak kita. Yang suka sok kreatif dan sok tahu, padahal salah melulu.

Ohlalaaaaaaa…kalau begini kehidupan kita, bagaimana kita berkomunikasi dengan dunia ? Apakah kita mau ngomong-ngomong sendiri saja, dan melakukan segalanya sendirian, tanpa interaksi dan bantuan orang lain ? Okeeee…selamat jalan kalau begitu. Pergilah ke laut…* memancing ikan maksudnya…hehe*

ADA APA DENGAN KOMUNIKASI KITA ?

Ini dia yang harus kita pertanyakan kepada diri sendiri. Ada apa dengan komunikasi kita ?

Banyak teori mengenai komunikasi. Namun intinya adalah, bagaimana kita menggunakan simbol bahasa, baik yang lisan maupun tertulis, baik yang berupa kata-kata maupun gerak tubuh, yang dipahami kedua belah pihak, untuk menyampaikan maksud dan menjalankan apa yang kita inginkan.

Sekarang coba kita cek diri sendiri. Seberapa jauh kita menggunakan simbol bahasa, termasuk gaya bahasa, dialek dan informasi, yang sama dengan orang lain ? Ambil contoh misalnya dengan suami atau isteri. Ketika kita akan berbicara dengan mereka, apakah kita sudah menyamakan simbol bahasa yang biasa digunakan oleh pasangan kita, untuk memulai suatu komunikasi ?

Kadang-kadang, entah kenapa, kita suka ‘malas’ untuk mempelajari simbol bahasa yang digunakan pasangan kita. Menurut kita, kalau bahasa atau kata-katanya sama, pastilah artinya sama. Padahal kadang-kadang ada orang yang berbicara atau berkomunikasi dengan bahasa hati dan pikirannya sendiri, dengan menggunakan perlambang. Ada orang yang mudah dan terbuka, ada orang yang hanya memiliki kosa kata terbatas atau istilah yang berbeda.

Kemalasan inilah yang pada awalnya kita abaikan, dan semakin lama akan membuat jurang komunikasi semakin lebar dan semakin dalam. Kita sering berpikir sendiri, bahwa apa yang diucapkan itulah yang menjadi arti sebenarnya. Namun sering terjadi, apa yang diucapkan mengandung arti ganda atau arti berbeda. Karena interpretasi kita sendiri, kita malas bertanya ulang atau mengecek maksud dan tujuan, akhirnya komunikasi yang kita harapkan tidak tersambung lagi.

PERBEDAAN GENERASI, PERBEDAAN PENGALAMAN

Hal yang sekarang semakin sering kita dengar, atau kita alami sendiri, adalah perbedaan bahasa antara orangtua dan anak.

Tidak jarang saya mendengar keluhan ,” Waaah…anak saya sekarang sulit dimengerti.” Sementara dari pihak anak, terutama remaja yang sedang tumbuh kembang ada juga keluhan seperti ini , “Mama sih payah. Nggak mau mengerti maunya kita. Apalagi Papa,
kalau ngomong maunya menang sendiri. Males deh ngomong sama mereka !”

Lha…kalau kedua belah pihak sudah merasa ada yang tidak beres dengan komunikasi antar mereka, kenapa salah satu pihak tidak mau mengerti ?

Orangtua sering tidak mau disalahkan, karena menurut mereka, mereka lebih berpengalaman. Dengan demikian, mereka berhak mengatur anak-anak mereka, dengan bahasa mereka.

Okeeee…berpengalaman ! Itu sebuah modal yang menarik. Kalau sudah berpengalaman, lalu apa ? Kita, sebagai orangtua, memang berpengalaman. Kita sudah melewati banyak tahun, di masa lalu. Kita sudah pernah menjadi remaja, sebelum kita tumbuh menjadi orang dewasa yang beranjak tua. Tapiiii…itu DULU ! Ingat ini.

Bahasa yang kita pakai dulu, berbeda dengan bahasa anak-anak dan remaja sekarang.
Oke, kita berbahasa atau berkata-kata dalam bahasa yang sama. Tapi seringkali maknanya berbeda. Contoh satu kata ,’ KENTANG ‘. Sebagai orangtua, dari generasi sebelumnya, barangkali kita memaknai kentang sebagai sebuah umbi, atau makanan yang enak digoreng. Namun, bagi sebagian besar remaja gaul, istilah kentang berbeda maknanya. Coba tanya pada mereka, apa arti kentang menurut bahasa remaja ? Anda, saya, kita pasti akan tercengang, karena maknanya sangat berbeda dan jauh dari makanan !

Itu baru urusan kentang. Belum lagi urusan kebutuhan remaja sekarang. Menurut kamus jaman kita , orangtua generasi sebelumnya, anak yang manis adalah anak yang duduk diam-diam di meja belajar sambil mengulang pelajarannya. Namun ternyata sekarang, anak yang duduk diam-diam di kamarnya, bisa jadi memiliki peluang untuk merambah dunia maya yang sarat dengan godaan. Dan ketika dia terjerumus ke dalam godaan itu, kita – orangtua, lagi-lagi dibuat tercengang, dan heran, bahwa anak kita sudah begitu jauh melangkah tanpa kita ketahui.

PERBEDAAN KEBUTUHAN, PERBEDAAN PERSEPSI

Dunia ini bergerak. Sangat dinamis dalam waktu beberapa dekade terakhir ini. Dan itu mempengaruhi bentuk komunikasi, penggunaan simbol bahasa dan kebutuhan interaksi lainnya.

Dulu…kita hanya bisa berinteraksi bila kita bertatap muka, atau paling jauh adalah berkirim surat dan menatap foto yang dikirim oleh orang lain. Lihat sekarang ! Dalam detik yang sama, kita bisa ngobrol dengan seseorang, menatap wajahnya, melihatnya bergerak ke sana ke mari, padahal dia jauh dari jangkauan kita.

Apa yang terjadi di belahan dunia lain, pada detik yang sama dapat kita lihat dan kita dengar di tempat kita berada sekarang. Dan itu semua berpengaruh terhadap pola komunikasi kita. Di dalam keluarga, di dalam organisasi dan pekerjaan, di lingkungan sosial, dan di mana pun kita berada.

Suami yang melek teknologi, akan menggunakan simbol bahasa teknologi tinggi dalam komunikasi dan pembicaraannya sehari-hari. Mereka, boleh jadi akan menganggap pasangannya sebagai mahluk aneh yang ketinggalan jaman, bila tidak memahami bahasanya. Begitu pula para isteri, yang memiliki dunia di rumah maupun di komunitasnya, punya bahasa sendiri yang eksklusif dan kadang tidak dipahami oleh pasangannya.

Ketika kedua orang ini berbicara, kadang-kadang timbul kesenjangan bahasa dan perbedaan persepsi. Lalu, daripada menimbulkan konflik lebih dalam, kedua belah pihak akhirnya menutup mulut, diam, dan menghentikan komunikasi. Tidak ada lagi curah pendapat, sharing, berbagi perasaan dan pemikiran, karena symbol bahasanya sudah berbeda. Kebutuhannya berbeda. Kepentingannya berbeda.

MEMAHAMI DUNIA ORANG LAIN

Lalu…apakah komunikasi itu ?

Komunikasi adalah interaksi antara dua orang atau lebih, dengan menggunakan ‘simbol bahasa’ yang dipahami kedua belah pihak, dan dilaksanakan dengan nyaman untuk perkembangan diri masing-masing. Dalam hal ini ada saling pengaruh-mempengaruhi yang membuat kedua belah pihak memiliki kesamaan pandangan.

Jadi kalau satu pihak hanya berbicara, atau berbunyi-bunyi, atau bergerak-gerak, sedangkan pihak yang diajak berkomunikasi tidak memahami maknanya, maka komunikasi itu tidak berjalan dengan lancar. Komunikasi tidak lancar, membuat kedua belah pihak tidak nyaman. Bisa jadi, salah satu pihak lantas menutup diri, dan enggan melanjutkan interaksi.

Belajar berkomunikasi adalah belajar memahami dunia orang lain. Bukan sekedar berbicara atau berkata-kata. Tetapi memaknai apa yang ada di dalam ‘dunia’ orang lain. Di dalam pikiran dan perasaannya.

Memahami dunia orang lain, dalam bahasa komunikasi adalah menyamakan pandangan.
Untuk menyamakan pandangan kita harus memahami posisi orang tersebut, informasi apa yang dimilikinya, kebutuhan apa yang hendak dipenuhinya, dan bagaimana dia menyampaikan kebutuhannya. Setelah kesamaan pandangan ini timbul, barulah kita secara bersama-sama memutuskan, siapa yang hendak memandu komunikasi. Siapa yang mendengarkan, dan siapa yang didengarkan. Saling mendengarkan, saling memahami, saling melengkapi informasi adalah bagian dari komunikasi.

Mudah ? Bisa ya, bisa tidak. Tergantung dari keinginan Anda, saya, kita…

Mau berkomunikasi dengan lancar ? Mau ngomong lancar ? Marilah buka hati…buka pikiran…tingkatkan kualitas hidup kita…dan terimalah dunia sekitar kita dengan cara pandang yang baru…

Semoga bermanfaat.

Jakarta, 23 April 2011

Salam hangat,

Ietje S. Guntur

Special note :

Terima kasih untuk anakku si Cantik, yang mengajarkan aku untuk mendengarkan sebelum berbicara…terima kasih juga untuk Pangeran Remote Control yang sering menggunakan simbol bahasa berbeda, sehingga aku harus terus belajar dan beradaptasi…Dan juga..semua teman, sahabat, asisten-asisten di rumah…yang membuat aku semakin banyak belajar cara ngomong yang bisa dipahami…hehehe…

Tidak ada komentar: