Minggu, 24 April 2011

Art-Living Sos 2011 (A-4 Kue Pancong

Dear Allz…

Selamat siaaaaannggg…selamat hari Minggu…selamat liburaaan…Hmmh…gembira sekali rasanya…Setelah libur dua hari berturut-turut…masih ada hari ini…untuk melanjutkan refreshing yang masih tertunda…hehehe..

Saya sendiri, cukup istirahat dan beraktivitas…dan Alhamdulillah…bisa menikmati saat-saat yang saya miliki. Ada jadwal yang bisa dipenuhi. Ada jadwal yang terpaksa ditunda atau disingkirkan dulu. Yeaaaah…hidup ini kan sebuah pilihan. Tidak bisa kita ambil semua. Yang penting bukan sekedar jumlahnya. Tetapi bagaimana waktu itu memiliki makna dan berarti untuk kita. Begitu khaaan ?

Hmmmh…di hari Minggu yang mendung-mendung empuk ini, saya sudah mengisi sebagian hari dengan kegiatan domestik…belanja dan memasak. Dan akhirnya…seperti biasaaa…saya jadi ingin berbagi cerita. Masih cerita sederhana, seputar kehidupan kita. Kali ini…saya ingin cerita tentang kue pancong.

Iya…barangkali kue pancong cukup akrab dengan kita. Bagi saya, kue pancong tidak sekedar jajan pasar. Tapi ada cerita lucu di baliknya. Dan banyak kenangan sepanjang jalan dengan si Kue Pancong ini.

Oke deeeh…tak berpanjang kata…saya langsung saja ya ? Oya…karena ini cerita kue pancong, tidak ada salahnya juga kita menikmatinya sembari menyeruput secangkir teh atau kopi. Bagaimana ? Sudah siaaaaapppp ???

Selamat menikmati…semoga berkenan…nyaaaam…nyaaaam….


Jakarta, 24 April 2011

Salam hangat di hari minggu…


Ietje S. Guntur

♥♥♥

Art-Living Sos 2011 (A-4
Minggu , 24 April 2011
Start : 24/4/2011 10:25:05
Finish : 24/4/2011 11:26:14 AM


KUE PANCONG…

Hari libur. Saya sedang menikmati waktu sendiri…’Me time’ gitu deeeh… Setelah hari-hari yang penuh dengan aktivitas yang menguras waktu dan pikiran…naaah, ini saatnya memanjakan diri. Termasuk di dalamnya merusak diet…hehehehe…dan memanjakan lidah dengan makan apa sajaaaaaa…sepanjang halal dan masih bisa diterima oleh tubuh…hmh…

Iyalah…kata seorang teman saya, kita – maksudnya emak-emak, yang sudah banting tulang bekerja setiap hari, kadang tidak sempat menikmati hasil kerjanya sendiri. Jalan-jalan…belanja…biasanya pasti ingat orang di rumah. Oleh-oleh…untuk orang lain biasanya lebih banyak daripada untuk diri sendiri. Bahkan makanan atau cemilan, mesti ingat orang di rumah, baru ingat diri sendiri. Sudah kebiasaan barangkali, ya ? Emak-emak cenderung mendahulukan orang di rumah, keluarga atau sahabatnya, daripada diri sendiri…eheeem…* sambil melihat ke diri sendiri…benar gak siiich ?...*

Begitulah. Hari libur yang lumayan cerah itu saya gunakan untuk merawat diri. Ahaaa…bukan mobil atau motor saja yang perlu masuk bengkel. Manusia juga. Perlu perawatan, dan barangkali membetulkan sekrup dan otot yang longgar…hehehe…Saya memilih pijat refleksi di dekat rumah. Langganan yang sudah terasa manjur pijatannya. Asyiiiikkk…Sembilan puluh menit berlalu. Dan saya ke luar dari tempat pijat dengan badan ringan, kepala segar…dan perut lapar…hahahaha…

Sambil berjalan terhuyung-huyung menuju tempat perawatan berikut di salon sebelahnya, saya melihat ada seorang penjual kue pancong. Gerobaknya mangkal di depan salon yang saya tuju. Halaaah…ini dia. Pucuk dicinta, ulam tiba…eeeh, lapar dicinta…kue pancong nongol…hehe…

Ini adalah salah satu kue tradisional kesukaan saya. Kue pancong kelapa, yang rasanya gurih karena adonan campuran kelapa dengan tepung . Saya membeli dua lonjor, yang masing-masing berisi lima potong kue berbentuk setengah lingkaran. Harganya murah meriah. Hanya lima ribu rupiah, untuk sepuluh potong. Dan sambil menunggu giliran rambut dipermak, saya pun mencicipi sepotong dua potong kue pancong kelapa itu…hmh…nyem…nyem…


Tidak hanya di depan salon langganan dekat rumah ada penjual kue pancong, yang bagi orang Bandung disebut kue bandros. Penjaja kue pancong, ada yang memikul dagangannya keliling kampung atau kompleks perumahan , dan kadang mangkal di sekitar sekolah-sekolah SD . Menjadi cemilan atau pengganjal lapar yang cukup mengenyangkan.
Belakangan, penjaja kue pancong juga mulai melebarkan sayapnya, ke daerah perkantoran.

Di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, ada beberapa penjaja kue pancong yang menggelar dagangannya dekat pusat perkantoran di pagi hari. Ada yang dipikul, ada yang didorong dengan gerobak. Kadang, selain kue pancong kelapa yang klasik ini, mereka juga menambah dagangannya dengan kue pukis yang terbuat dari adonan tepung terigu. Tapi tetaaaaaap…kue pancong kelapa menjadi primadona. Terutama buat saya…hehe…

Iya…perjalanan hidup saya, mau tidak mau diwarnai dengan kehadiran kue pancong kelapa ini. Sejak saya masih kanak-kanak di Medan, hingga kuliah di Bandung, dan mencari nafkah di Jakarta, saya sering mengisi waktu luang dengan ngemil kue pancong.

Saya ingat, di Medan dulu kue pancong ini sering berkeliling kompleks perumahan. Anak-anak tetangga saya dengan heboh dan gegap gempita selalu jajan kue ini. Biasanya mereka membeli satu lonjor berisi lima potong, lalu dibagi-bagi dengan saudara-saudaranya. Saya, yang jarang mendapat uang jajan hanya bisa gigit jari melihat kemeriahan itu. Dan sesekali, kalau ibu saya sedang berbaik hati, maka saya akan dibelikan satu lonjor…dibagi sekeluarga…hiks hiks hiks…

Suatu ketika, saat tukang jual kue pancong lewat di depan rumah, ibu saya sedang tidak di rumah. Padahal saya kepengeeeeen banget kue pancong itu. Mau minta kepada teman, mereka pun dapat jatah pas-pasan. Saat itu, satu lonjor kue harganya satu rupiah (..hmm..satu rupiah beneran !). Tapi kalau mau beli sepotong, harganya setalen atau dua puluh lima sen.

Mendengar penjelasan tukang jual kue pancong, saya langsung lari , pulang ke rumah. Mencari-cari di dapur, barangkali ada uang setalen sisa belanja yang tergeletak di sembarang tempat ( biasa khan, emak-emak suka lupa dengan uang kembalian belanja..). Untunglah…ada sekeping uang setalen, yang tersembunyi di dekat tempat bumbu dapur.

Secepat kilat uang setalen itu saya ambil, saya cuci bersih dulu biar kinclong, dan dalam sekejap bertukar dengan sepotong kue pancong yang wangi dan gurih…Saya menerima kue itu dengan hati berdebar-debar…dan pelan-pelan mengecapnya dengan ujung lidah, sebelum akhirnya saya kunyah selembut mungkin… Aaachh..sedaaaap ! Barangkali, dari semua kue pancong yang pernah saya makan, kue pancong yang setalen itu adalah kue pancong paling enak sedunia…hahahaha…


Ngomong-ngomong soal kue pancong. Kue yang terbuat dari adonan sederhana, tepung beras, air dan parutan kelapa, serta tambahan sedikit garam adalah jajanan yang sehat dan lezat cita rasanya. Adonan ini kemudian dimasak di dalam cetakan yang berbentuk lobang-lobang setengah lingkaran, lalu dipanggang di atas bara api atau arang. Cetakan kue ini, ada yang terbuat dari logam berwarna putih dan ada yang terbuat dari kuningan. Setelah matang, yang ditandai dengan aroma yang menguar dan keringnya bagian bawah kue, maka kue pancong siap disantap.

Ada orang yang suka menambahkan gula pasir pada saat masih panas, sehingga gulanya meleleh sedikit. Tapi ada juga yang tidak menambahkan apa-apa.

Saya sendiri suka menyantap kue pancong dengan serundeng kelapa atau abon daging. Kue pancong adalah kue dasar. Artinya bisa dimakan begitu saja, atau dibuat tambahan variasi yang lain. Mau manis, atau mau asin, atau bahkan rasa pedas juga tidak menjadi masalah. Kalau sedang dalam kondisi lapar, kue pancong ini sebetulnya bisa menjadi pengganti nasi, karena bahan bakunya tepung beras. Ditambah dengan parutan kelapa, maka sebetulnya sudah mencukupi untuk kebutuhan karbohidrat seketika.

Saya tidak tahu, dari mana asal usul kue pancong ini. Pun namanya ‘pancong’, apakah berasal dari kata ‘pancung ‘? Memancung ujung kue dengan sodetan, agar bisa keluar dari cetakannya…Kalau begitu, ..waaah..serem juga. Yang jelas, penyebaran kue pancong ini bisa ditemukan di kota-kota di Sumatra, di Jawa dan barangkali di pulau-pulau lainnya di wilayah Nusantara. Barangkali karena kemudahan proses pemasakannya, maka kue ini juga cepat menyebar ke seantero daerah. Apalagi bila dibandingkan antara modal bahan baku dan harga jual yang cukup menjanjikan, maka kue pancong ini tetap bertahan dari jaman ke jaman. Tidak minder atau rendah diri menghadapi berbagai kue import dengan segala variasinya.

Yang unik adalah satu hal…Kue ini jarang menjadi kue rumahan yang dimasak sendiri. Kue pancong ini khas menjadi kue jajan pasar yang dijual oleh pedagang khusus. Mungkin karena bentuknya yang seperti sol sepatu, atau karena lebih enak disantap saat panas, jadinya kue pancong ini lebih cocok untuk makanan pribadi. Jarang tampil di dalam jajaran kue jajan pasar di pesta-pesta atau acara keluarga. Yang pasti…dia selalu dirindukan, dan dinanti untuk sarapan pagi, cemilan atau makanan sela antara jam makan siang dengan sore hari.


Melihat kue pancong yang tersisa di piring, di atas meja makan di rumah saya, membuat saya merenung.

Apa sih kue pancong ? Siapa sih kue pancong ? Tapi coba tanyakan, berapa banyak orang yang kenal dan pernah mencicipi kue pancong ? Dan tanyakan juga, apakah mereka pernah bosan makan kue pancong ?

Sungguh…kue pancong hanyalah kue jajan pasar yang sederhana, yang bahkan belum naik kasta untuk menjadi hidangan pesta. Tapi apa yang sudah dilakukan oleh sepotong kue pancong dalam keseharian hidup kita ?

Barangkali, kue pancong juga sama dengan sebagian besar kita. Yang merasa diri ‘ hanya begini’ saja. Yang merasa belum cukup derajat untuk naik ke kasta lebih tinggi. Tapiiiii…seperti kue pancong sederhana yang punya makna dan selalu dirindukan, kenapa kita tidak belajar dari kehadiran kue pancong di dalam kehidupan kita ?

Biar saja kita jadi orang sederhana. Biar saja kita jadi orang yang ‘belum layak’ untuk bergaul di lingkungan atas atau sosialita kota. Tapi…dalam kebersahajaan, dalam kesederhanaan…kita tetap punya arti bagi dunia…

Begitu khaaaannn ???

Mau menikmati sepotong kue pancong kelapa ? Mau belajar tentang kesederhanaan yang bisa membaur dengan segala suasana ? Mareeee…kita icip-icip dulu….hhmmhhh…

Jakarta, 24 April 2011
Salam hangat,

Ietje S. Guntur

Special note :
Terima kasih kepada segenap jajaran penjual kue pancong kelapa…terutama kue pancong kelapa di Medan, yang memberi kesempatan untuk aku menikmati sepotong dunia kecil yang nikmaaaat…Aku belajar banyak dari kue pancong…tengkyuuuuuu…. Kue pancong juga kue persahabatan...yang mengingatkan aku pada hari-hari indah bersama sahabat-sahabat BCA...Uhuuyyy...sudah menjadi kue pancong-ku...hehe...

Tidak ada komentar: