Minggu, 20 April 2008

Ada apa dengan Kartini....

Dear Allz…

Hallowww….apakabar ?? Hehehe…sudah lama nih saya nggak mengudara…hehe. Bukan sok sibuk, tapi gimana yaaa…ada tugas yang butuh konsentrasi sedikit…Gagasan sih banyak, tapi kalau menulis tanpa semangat dan roh…waaaah…rasanya jadi garing…

Beberapa hari lalu, saya sudah kepikiran untuk menulis tentang salah satu tokoh pembaharu wanita di Indonesia. Siapa lagi, kalau bukan Kartini. Tapi gagasan itu berebut tempat dengan tugas kantor yang sedang saya lakukan…(halaah…)…jadi terpaksa tertunda lagi. Tadi pagi, saya digelitik oleh seorang sahabat. Dan biasalah…kalau sudah disetrum begitu, biasanya saya akan melonjak…

Hari ini…sambil bermalas-malasan, saya membaca ulang buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Dan memang…ada wawasan baru yang saya dapatkan. Rasanya jadi tidak enak, kalau wawasan itu saya simpan sendiri…kuatir ntar jadi beku…he he…

Jadi inilah sedikit cerita saya…Semoga berkenan..

Selamat menikmati….

Salam hangat,

Ietje

Art-Living Sos 2008 (A-4.20.01

Start : 4/20/2008 12:40 PM

Finish : 4/20/2008 1:39 PM

ADA APA DENGAN KARTINI ???

Sekarang bulan April. Bulannya Kartini, kata sebagian orang. Ada yang menyambut perayaan Hari Kartini dengan gembira dan gegap gempita, terutama anak-anak dan para panitia penyenggara acara. Tapi ada yang Cuma mencibirkan bibir : “Kenapa sih harus Kartini ? Ada apa dengan Kartini ?” Dengan pertanyaan lanjutan , “Masih perlukah perayaan seremonial dengan upacara dan pesta segala macam ? “

Halaaahgghh…iya juga ya ? Kenapa, ya ?

Saya yang beberapa hari ini mendinginkan kepala karena sedang ingin konsentrasi dengan pekerjaan merasa tergelitik juga. Apalagi ketika menerima SMS dari seorang sahabat saya seperti ini,” Hari Kartini nih…udah bikin tulisan blom ?” Dia tahu betul kalau saya suka gatel-gatel kalau mendengar atau mengamati suatu issue tertentu. Dan jelas SMSnya itu bikin saya ‘terbakar’ di pagi buta tadi…hmmm…

Perayaan Hari Kartini, barangkali sudah berpuluh-puluh kali kita lakukan. Dari yang lazim diadakan di sekolah, dengan perayaan yang meriah dan lomba busana daerah, sampai yang agak high-class dan intelek dengan acara seminar atau talkshow yang mengusung tema emansipasi dan hak-hak wanita.

Bagi saya, perayaan Hari Kartini dari jaman sekolah dulu, selalu saya sambut dengan gembira. Bukan karena harus pakai kain kebaya lengkap dengan sanggulnya (dan bikin saya selalu panik luar biasa…takut sanggulnya copot), tapi yang jelas pada hari itu biasanya libur belajar…hehehe…Soalnya pasti ada lomba macam-macam. Mulai dari lomba busana, lomba menulis tentang Kartini, lomba baca puisi, lomba cerdas cermat sampai lomba yang jelas nggak ada hubungannya dengan emansipasi dan Hari Kartini…seperti lomba masak untuk murid laki-laki…hmm…

Bagi saya…dan bagi anak-anak umumnya, urusan peringatan Hari Kartini itu memang nggak jauh-jauh dari lomba peragaan busana daerah. Terutama kebaya. Jadi pada hari itu akan tampil berbagai koleksi busana seluruh daerah Indonesia, sesuai dengan asal usul murid yang bersangkutan. Waaah…seru ! Pada saat itulah kita baru menyadari, bahwa Indonesia ini kaya dengan budaya busana tradisional yang beraneka.

Tapi…belakangan saya berpikir, apa hubungannya Hari Kartini dengan busana daerah ? Barangkali di seluruh dunia, hanya di Indonesia ada peringatan hari kelahiran seorang tokoh wanita yang dirayakan dengan lomba busana daerah. Entah siapa yang memulai tradisi ini, tapi kalau ada perayaan Hari Kartini tanpa kebaya dan busana daerah, kayaknya jadi nggak seru. Lucu juga…hehehe…

Padahal…sebetulnya, apa sih yang diperjuangkan oleh Kartini, sehingga ia begitu dikenal sebagai tokoh pembaruan di kalangan wanita Indonesia ? Apakah kala dia menuliskan gagasan-gagasannya seratus tahun yang lalu dia berpikir, bahwa namanya akan ngetop, paling tidak di kalangan pencinta busana kebaya , sehingga muncul istilah kebaya Kartini? Rasanya sih tidak begitu ! Walaupun secara sederhana, kebaya Kartini itu sendiri lambang pemberontakan Kartini terhadap model baju kebaya saat itu yang masih menggunakan kutubaru ( sambungan di dada) yang menunjukkan belahan dada kepada publik ! Kartini, dalam diamnya tidak mau memamerkan bagian dirinya secara fisik dengan cara berlebihan. Ia memiliki prinsip. Termasuk dalam berbusana.

Saya sendiri, yang beberapa kali diminta untuk menjadi narasumber dan urun rembug dalam berbagai acara peringatan Hari Kartini, kadang bingung juga. Mau mengangkat topik apa pada peringatan Hari Kartini itu. Bukan apa-apa, sebagai tokoh wanita, yang saya ambil dari Kartini adalah semangatnya dan inspirasinya. Bukan sekedar emansipasinya. Lha…mau emansipasi bagaimana ? Kita ini kan terikat oleh adat dan lingkungan. Selama adat dan lingkungan itu belum berubah, belum direformasi, ya para wanita yang hidup di dalamnya tetap dalam kedudukan sebagai warga ‘kelas dua’ yang hak dan kewajibannya ditentukan oleh para penguasa di lingkungan budaya tersebut.

Kartini yang saya amati adalah seorang inspirator. Seorang visioner. Kartini, yang tulisan-tulisannya kepada para sahabatnya di Negeri Belanda dibukukan dalam tajuk “Habis Gelap Terbitlah Terang”, berisi gagasan-gagasan dan segala cita-citanya. Untuk kemajuan wanita. Untuk kemajuan bangsanya. Saya tidak akan membahas mengenai isi tulisannya. Tapi yang jelas, gagasan dan cita-citanya yang berani mendobrak pemikiran wanita ( bahkan para lelaki) pada jamannya itulah yang menjadi inspirasi banyak wanita ( dan mudah-mudahan juga para lelaki) untuk berani berpikir dan bercita-cita juga.

Barangkali ada yang bertanya : Kenapa sih orang bercita-cita saja bisa dijadikan seorang tokoh pembaruan ? Bahkan diresmikan menjadi pahlawan nasional !

Nah, ini dia ! Seorang pembaharu, akan memulai perjalanannya dari pemikiran, dari analisis, dari gagasan yang menerobos batas yang ada di lingkungannya. Gagasan itu kemudian menjadi cita-cita. Cita-cita inilah menjadi motor, menjadi penggerak untuk sebuah program atau pekerjaan. Gagasan dan cita-cita adalah visi. Dan Kartini sudah punya visi itu.

Barangkali ada lagi yang bertanya : Kenapa Cuma punya cita-cita ? Kenapa tidak direalisasikan ?

Memang sayang sekali. Pemikiran Kartini sebagian besar belum sempat diwujudkannya. Ia meninggal dalam usia sangat muda. Masih duapuluh lima tahun ! Usia 25 tahun, di dalam jaman yang serba terkungkung, di dalam tembok tradisi bangsawan Jawa yang sangat ketat. Apa yang bisa dilakukan oleh wanita pada jaman itu ? Yang hidup di dalam dunia yang sepenuhnya dikuasai dan dikendalikan oleh para lelaki.

Kalau kita mau jujur pada diri sendiri, dan merefleksi kondisi saat itu, maka sebetulnya yang harus beremansipasi dan direformasi bukanlah perempuan tetapi laki-laki. Kenapa ? Karena perempuan hanya bisa berkiprah kalau mendapat kesempatan dari laki-laki, baik ayah, maupun anggota keluarga laki-laki lainnya. Kartini yang dikekang oleh adat, hanya bisa bergerak sedikit setelah mendapat kesempatan dari ayahnya dan salah satu saudara laki-lakinya. Ia kemudian juga mendapat peluang mengembangkan gagasannya, dalam suatu perwujudan sekolah pemula yang sederhana, dari suaminya.

Dan ketika kehidupannya yang singkat diambil oleh Sang Pemilik Kehidupan, apakah gagasan, cita-cita dan visinya lantas harus berhenti ? Tidak khan ? Masih ada sahabat-sahabatnya. Masih ada keluarganya. Yang tahu betul, bagaimana harus mewujudkan dan melaksanakan cita-cita itu. Bukankah itu gunanya para sahabat ? Sebagai pendukung dan untuk mewujudkan visi serta cita-cita ?

Nah, sekarang kembali kepada diri kita sendiri. Apa yang terjadi dengan para wanita atau perempuan di abad ini ? Masihkah kita punya gagasan atau cita-cita seperti Kartini, wanita abad lalu itu ?

Kita yang hidup di alam kemerdekaan. Kita yang hidup di alam reformasi dan demokrasi, apa yang sudah kita lakukan ? Adakah kita memiliki hasil karya, yang berguna untuk kehidupan ini ?

Jangan hanya bertanya : Kenapa Kartini ? Kenapa harus dia ? Coba tanyakan pada diri sendiri : Kenapa bukan Ietje ? Kenapa bukan Nonce ? Kenapa bukan Tutsye ? Kenapa bukan Esti ? Kenapa bukan kita ?

Yaaah…kembali lagi…Beranikah kita memiliki gagasan ? Beranikah kita memiliki visi ? Beranikah kita berbagi untuk kemaslahatan kehidupan dan dunia ini ?

♥♥♥

Salam bervisi di hari Kartini,

Ietje S. Guntur

Special note : Thanks berat buat Aan Kecap Tjap Sawi …yang selalu menggelitik hidupku (pada jam yang tidak patut) …dan sahabat-sahabat wanita Esti Wungu yang sedang berjuang di Negeri Ginseng, Eva di Negeri McD, I’ie di Kutub, Nonce di Rawamangun (yang selalu gak nyambung dotcom) , Tutsye ( yang baru tiba di Negeri Walanda demi sebuah cita-cita )…Thanks sudah mengingatkan…bahwa masih ada hal yang kudu direnungkan…

Tidak ada komentar: