Minggu, 18 Mei 2008

Pecel Tanpa Genjer

Dear Allz…

Hehehe….setelah masa inkubasi beberapa saat lalu dan membakar lemak emosi akhirnya aku berhasil juga menenangkan diri…wekekeke…Kemaren aku ikut seminar HRD, dan mendapat pencerahan…bahwa kelas kayak gitu garing bangeeet…beda sama kelas Komunitas Lesehan yang cuawawakan mlulu. Itulah yang bikin aku kangen…

Pulang dari seminar aku digeret sama Nonce ke percetakan, dan dia paksa aku mendownload tulisan-tulisanku untuk segera di layout buat jadi buku. Terpaksalah…aku mengeluarkan tulisanku…ada 32 artikel. Dan langsung dimasukkan ke dalam mesin pemroses tata letak..hehehe…Abis itu makan sate padang sampe kelenger…

Hari ini tadinya aku mau detoks jiwa aja…tapi masih kangeeeen aja. Dan kebetulan si Nonce lagi kumat juga…dan mendadak dangdut dia udah nongol di rumahku sambil menjarah isi dapur…hahahaha…Dia makan dengan santai di tempat tidur di kamar kerjaku…sambil nungguin aku menyelesaikan tulisan Pecel Tanpa Genjer ini.

Kami sempat menggodai Mas Adith yang sedang tekun belajar. Tapi nggak tega untuk melanjutkan percobaan gangguan ke tempat lain…jadi ya sudah…kami mo jalan-jalan aja…

Udah yaaa…met menikmati genjer ini saja.

Kangen,

Ietje

Art-Living Sos 2008 (A-5.18.01

5/18/2008 2:24:18 PM

5/18/2008 5:34:36 PM

PECEL TANPA GENJER….

Saya sedang makan siang. Menyantap makanan kesukaan saya. Pecel sayuran… Hmmm….enaknyaaa…Pecel dengan daun singkong rebus, bayam rebus, kacang panjang rebus, kol rebus, tauge rebus….heeehhh !!! Ada yang kurang. Genjernya mana ? Iyaa…genjer !!! Tanaman asal-asalan dari sawah itu… Genjer.

Waaaah…kumpulan kol and the gang itu jadi kurang meriah, karena si genjer yang empuk-empuk eyup itu tidak menghadiri perjamuan kali ini. Bukannya nggak menghargai teman-temannya sesama tanaman lainnya yang sudah hijau royo-royo di atas meja makan, tapiiii….hmm….!!! Sepi. Gak rame…??? Tapi..yawda…sekali ini saya terpaksa merelakan impian saya menghablur tanpa genjer…hehehehe…

Bagi sebagian orang, pecel tanpa genjer sih oke-oke saja. Nggak penting-penting banget. Beda halnya kalau pecel sayuran tanpa tauge…rasanya memang kurang lengkap. Tapi kalau sekali sudah tahu sedapnya pecel dengan tambahan genjer…waaah…baru deh nagih…Asalkan nggak jadi ketagihan saja…hihihi…Kayak saya niiih…Yang bisa jadi kumat cerewetnya kalau Sang Genjer tidak ikut hadir dalam kumpulan sayuran itu.

Urusan saya dengan per-genjer-an ini sebetulnya bukan hanya di dalam kaitannya dengan pecel. Genjer direbus begitu saja juga enak. Dimakan dengan sambel yang pedessshh… …dicocol begitu saja….haaaahhh… nikmat sekali. Ada juga yang doyan ditumis. Tumisan genjer hanya dengan cabe atau tanpa cabe, atau dicampuri jamur dan sedikit udang ( iyalah…kalau kebanyakan nanti malah jadi tumis udang…hehehe)..juga uenaaakkk. Malah, kalau di Bandung sering dicampur dengan oncom Bandung yang legit dan cabe yang pedeees juga…wawawawa… mertua lewat pun bisa hanya dilirik sebelah mata… hahahaha..

Genjer….apaan siccchhh ?

Tanaman yang tumbuh liar di sawah-sawah berbentuk batang kotak hijau dengan ketinggian sekitar 20-40 cm ini adalah tanaman murah meriah. Tak heran kalau genjer seringkali dikaitkan dengan kemiskinan atau makanan kaum jelata…hikkss…Entah karena dia begitu gampang tumbuh, nyaris tanpa pemeliharaan dan tanpa proses rekayasa, sehingga siapa pun bisa mengambilnya dan memungutnya dengan gratis di sawah-sawah atau di tepi-tepi selokan di ladang yang airnya mengalir tenang .

Selain karena gampang tumbuh dimana-mana, nama genjer juga berkesan sederhana dan seadanya. Tapi coba begini…kalau saya menyebut nama Umnocharis Flava (L) Buch…naaah, pasti teman dan sahabat semua akan mengira itu nama penyanyi atau produk dari luar negeri ya ? Tapi sebenarnya itu adalah nama genjer dalam bahasa ilmiah di laboratorium…hehehehe… Alias sama saja…genjer dan genjer juga…

Menatap pecel yang tanpa genjer tadi saya jadi merenung. Sebetulnya apa yang salah dengan genjer sehingga dia selalu dikaitkan dengan kemiskinan dan kesengsaraan ?

Beberapa media di ibukota bahkan mengangkat topik kemiskinan dengan simbol genjer. Apakah itu adil buat Sang Genjer ? Apakah dia memang mau ditakdirkan menjadi simbol kemiskinan ? Sementara bagi saya, genjer adalah makanan penambah selera makan…hmmm…persis seperti yang saya baca di salah satu literatur. Itu sebabnya pecel saya tanpa genjer ibarat orkestra tanpa penyanyi soprano…hiks…hiks…hiks..Nggak ada yang menggigit-gigit…

Kita memang kadang suka mempolitisir sesuatu yang sederhana dan mudah diperoleh dengan penderitaan dan kesengsaraan. Seakan-akan sesuatu yang sederhana itu memang jatahnya orang yang menderita. Padahal apakah selalu demikian ? Nasib genjer memang nyaris sama dengan saudaranya Sang Kangkung…yang dulu dianggap makanan sederhana dan jatah orang miskin, tapi sekarang bisa naik kelas dan menjadi makanan mahal di restoran bintang empat dan lima

Di beberapa tempat sekarang pun genjer sudah menjadi makanan mahal. Tidak hanya disajikan di warung lesehan pinggir jalan di jalur jalan raya Bogor – Sukabumi, genjer sekarang juga mulai menjadi santapan pilihan di restoran kelas bintang. Dan harganya pun cukup kompetitif. Nahhh…mau dibilang sederhana lagi ? Mau dibilang makanan rakyat yang sengsara lagi ? Saya saja mengalami kesulitan untuk mendapatkan genjer muda yang masih kinyis-kinyis…dan terpaksa pesan jauh-jauh hari ke tukang sayur langganan agar pecel saya tidak kering kerontang tanpa genjer…

Ngomong-ngomong soal genjer…kadang bagi beberapa kalangan agak sensitif juga. Entah karena kesederhanaannya yang menjadi simbol kemiskinan, entah karena dia pernah dipolitisir oleh kalangan tertentu pada beberapa dekade lalu. Kadang kalau saya sedang bicara soal kecintaan saya pada genjer, ada mata yang melirik aneh…Kok saya doyan makanan sesederhana itu siiichhh ???

Yeaaccch…ini sih memang ada hubungannya juga dengan aktivitas saya semasa masih kanak-kanak dulu. Urusan main di sawah dan mandi di sungai sudah menjadi agenda sehari-hari. Nggak heran kalau dulu saya bisa hitam berkilauan seperti patung kayu mahoni…hehehe. Dan biasanya kalau sudah bosan main, pasti saya akan kelaparan. Pada saat itulah saya mulai mengetahui bahwa kangkung dan genjer adalah makanan yang nikmat sekali. Cukup dipetik langsung di pinggir pematang sawah, direbus seadanya di dangau-dangau yang ada di tengah sawah, lalu disantap begitu saja. Kadang dengan singkong rebus. Kadang tanpa apa-apa…

Dangau-dangau itu adalah milik petani yang sedang menjaga sawah, yang saya kenal sepintas lalu. Mereka membiarkan saya dan teman-teman bermain sepuasnya di tengah sawah, sambil membantu mengusir burung yang suka memakan padi. Imbalannya ya, itu tadi genjer dan singkong…hehehe…Kadang kalau sedang beruntung, kami juga bisa menangkap ikan sepat dan mujaer yang terjebak di antara selokan di antara pematang sawah. Dan genjer itu pun bertambah sedap dengan tambahan lauk yang bisa diperoleh begitu saja…seakan-akan tidak ada pemiliknya…

Bertahun-tahun setelah urusan genjer di tengah sawah itu. Saya selalu merindukan genjer di antara hari-hari saya. Ada saatnya saya tidak bisa mendapatkan makanan itu, karena stok di pasar agak terbatas. Ada juga saatnya orang yang saya minta untuk menyediakan atau memasak genjer untuk saya hanya menarik alisnya, dan memandang saya seolah-olah saya adalah mahluk ajaib dari langit. Seakan-akan bertanya : Hari gini masih makan genjer ???

Duuuh…kalau saja orang-orang itu memahami, betapa genjer bukan hanya nikmat rasanya, tapi juga mengandung zat kardenolin yang berguna untuk tubuh. Sama dengan kandungan yang terdapat pada bayam dan beberapa tumbuhan berkhasiat menenangkan lainnya. Barangkali kalau saja genjer dibudidayakan…dan diolah dengan teknologi pangan yang tinggi…hmmm…barangkali genjer akan naik derajat. Dan kita harus antri untuk mendapatkannya. Sssttt…jangan-jangan…pada saat ini sudah ada pabrik yang mematenkan hak tanam dan hak garap genjer ini. Siapa tahu ?

Saya kembali ke urusan pecel tanpa genjer itu.

Merenung lagi . Betapa naifnya kita ini. Mengabaikan sesuatu karena kesederhanaannya. Karena kemudahan mendapatkannya. Karena keterbukaannya. Bukan karena makna yang ada di balik kehadirannya.

Hmm…Seandainya saya hanya sepotong genjer…masih maukah teman dan sahabat berkenalan dengan saya ?

♥♥♥

Salam Umnocharis Flava….

Ietje S. Guntur

Special note : Thanks buat Atun…my kitchen cabinet assistant…yang selalu sigap mencari genjer kemana-mana…Kemana genjer itu hari ini ya, Tun ? Juga buat my twin sister Nonce…si Penikmat genjer juga…dan tidak lupa sahabat kami Kun-defix…Komunitas Lesehan tanpamu ibarat pecel tanpa genjer…sepi euy..